Baru 3 jam, Alfath menunggu di depan pintu apartemen Leza. Panggilan ke 56, membuat telepon genggamnya kembali berdering.
Ia yang dari tadi hanya menatap telepon itu tanpa ada niatan mengangkat. Kini, langsung mengangkat telepon itu ketika melihat nama 'Ayah' tertera di sana.
Sebuah panggilan tegas, tedengar dari seberang. Suara Ayah langsung membuatnya beranjak dari tempat itu.
Di sisi lain, Leza masih terlelap dalam hampa. Dia yang tadi merasa sangat sakit di bagian dadanya. Kini, hanyut dalam kehampaan.
Cukup lama, hingga dirinya merasa gelisah. Seperti hampir gila, ia linglung. Dirinya pun memutuskan untuk mendinginkan tubuhnya di kamar mandi.
Seusai mandi, ia berdandan cukup cantik. Mengenakan rok setengah lutut, dengan baju setengah lengan ber-renda putih. Dengan sepatu putih, ia melangkah keluar dari pintu apartemen.
"Pagi non Leza, loh tidak sekolah?" tanya Satpam Apartemen.
Leza hanya tersenyum tipis menanggapi. Dengan terus berpikiran kosong, kakinya melangkah menuju taman bermain yang letaknya 5 blok dari apartemennya.
Ia tidak membawa handphone maupun tas. Hanya dompet kecil yang biasanya jadi tempat koin.
Begitu sampai loket, segera ia mengeluarkan dompet dari saku rok nya.
Bukan koin yang ia keluarkan, tapi kartu berwarna hitam. Yang terbuat dari titanium dengan desain mewah.
Kartu yang mewajibkan pemiliknya menghabiskan minimal $450.000 pertahunnya.
Tapi, juga kartu yang paling ia hindari untuk digunakan. Mengapa? Karena jika ia menggunakan kartu ini, sama saja mengundang keluarganya untuk berkunjung.
Maka dari itu, sejak awal ia menekankan. Tidak ada sepeserpun yang ia dapat dari Krueger.
Seketika penjaga kasir yang tadinya mau menyapa Leza langsung merasa speachless.
"A__ a__" ucapnya terbata-bata.
"Tidak ada satupun manusia yang boleh memasuki tempat ini. Ok?" ucap Leza.
"Sebentar!" ucap kasir itu dengan suara melengking. Ia sendiri terkejut dengan suaranya. Dengan segera, tangannya menelepon seseorang.
Tanpa menunggunya, Leza langsung mengambil alih mesin edc. Mengetik angka 1, dilanjutkan 0 sebanyak 9 kali. Ya, itu nominal rupiah yang akan ia keluarkan. Dilanjutkan, memasukkan kata sandinya.
"Tunggu-tunggu! Le!" seru kasir itu bingung.
"Pak!" teriaknya lagi, ketika seorang ber jas hitam berlari ke arahnya.
"Le!" seru kasir itu lagi, ketika melihat Leza sudah berjalan menjauh meninggalkan kartunya terpasang di mesin edc.
Tanpa memedulikan kekacauan apa yang ia timbulkan. Leza langsung menuju penjual arum manis kapas. Mengambil satu, dari deretan arum manis kapas.
"Loh! Bayar dulu neng!" teriak penjual itu.
"Mas!" panggil seorang laki-laki, ia adalah manajer taman bermain ini. Tadi dirinya langsung mengejar Leza, ketika penjaga kasir memberikan struk edc.
Setelah itu, seluruh staf yang tadinya hanya bekerja dalam kantor kecil di taman bermain itu. Mereka berlarian menuju stand dan tempat bermain, memberitahu mereka untuk memberi gratis beberapa jam. Pintu taman bermain pun ditutup langsung, setelah memastikan semua pengunjung keluar.
Dengan arum manis kapas di tangannya, Leza langsung menuju Bianglala. Ia sampai di sana bersamaan dengan seorang staf yang tengah berlari.
Matanya terus melamun selama bianglala itu berputar. Angin berhembus, seolah memeluknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Know
Teen Fiction"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam bayangannya sekalipun. Sedangkan Alfath membeku, tangannya berhenti. "Za... i-ini..." ucap Alfath ter...