Arleza terkunci, di dalam mobil dengan AC menyala.
Beberapa detik setelah makanannya habis, Alfath langsung menariknya keluar.
Ingin menolak, lagi-lagi ia teringat akan misinya. Imbalannya lebih dari cukup untuk sekedar mendekati laki-laki itu.
"Handphone lo" ucap Alfath ketika datang.
"Siapa sih dia? Cowok lo? Posesif banget" lanjutnya ketika sudah memasang sabuk pengaman.
"Tukang foto" sahut Arleza.
"Lo mau bawa gue kemana sih Fath?" tanyanya.
"Rumah" ucap Alfath.
"Rumah? Emang punya?" tanyanya.
Alfath terdiam sejenak. Ketika lampu jalan menyala merah. Mobil itu berhenti. Laki-laki itu menoleh ke arah Leza. Keningnya mengernyit.
"Ada alasan aku enggak punya rumah?" tanya Alfath.
"Kenapa aku nangkap pertanyaan kamu, seolah-olah kamu tahu sesuatu?" lanjutnya.
Ekspresi perempuan di sampingnya tidak berubah sama sekali. Seolah memang perempuan itu asal bicara.
"Memang lo engga punya? Padahal gue asal ngomong" sahutnya santai.
"Berhenti mengeluarkan ekspresi datar Za" ucap Alfath kemudian. Ia segera melajukan mobilnya.
Ketika mobil mulai memasuki hutan. Hanya pohon-pohon terdekat yang terlihat. Tidak ada lampu penerangan jalan di sini. Mereka hanya mengandalkan lampu mobil.
"Lo itu terlalu cuek, bukan penakut, atau males ngomong? Baru kali ini gue bawa cewe ke tengah hutan tapi enggak ada tanda-tanda protes" ucap Alfath.
"Bukannya tadi lo bilang mau bawa gue ke rumah lo?" tanya Leza santai, tanpa tahu pesta apa yang sedang menantinya di sana.
"Ya iya sih, tapi kan" ucap Alfath bingung.
"Lagian emang rumah lo juga aneh. Kenapa ngga di tengah kota aja coba" sahut Leza.
"Di kota gue ada apartemen, tapi buat barengan sama yang lain" sahut Alfath.
"Jangan sampai lo lepas tangan gue setelah ini. Jaga sikap. Jangan tanya yang macam-macam" lanjutnya begitu mereka sampai di gerbang besar bertuliskan ARSYODE.
*We Are Symbols Of Death
Leza mengangguk mengiyakan. Begitu Alfath membukakan pintu Leza. Semua mata tertuju kepada mereka.
Mata-mata itu menatap tajam. Merekam dengan baik bagaimana bentuk tubuh Arleza.
Tidak boleh ada orang asing yang bisa masuk ke dalam tempat ini, kecuali atas izin Ayah. Lalu, Leza adalah orang pertama setelah 7 tahun yang datang sebagai orang asing.
Begitu pintu dibuka Alfath. Suara pecutan keras dan bentakan terdengar memekakkan telinga.
Alfath refleks menarik Leza untuk berdiri di belakangnya. Laki-laki itu menatap tajam Ayah yang duduk di depan semua korban.
"Ayah!" bentak Alfath.
"Hahaha! Relax Son" ucap Ayah.
Arleza membuat gerakan hendak muntah.
"Hei! Le!" seru Alfath panik. Ia langsung balik badan menatap Leza. Kedua telapak tangannya berada di pipi Arleza.
"Bawa gadis itu kemari" ucap Ayah tegas.
Alfath langsung menatap tajam Ayahnya.
"Ada sup hangat di sini" ucapnya santai. Matanya menunjuk ke arah meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Know
Teen Fiction"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam bayangannya sekalipun. Sedangkan Alfath membeku, tangannya berhenti. "Za... i-ini..." ucap Alfath ter...