"Bayarannya?" Tanya Kylen.
Leza mengetuk meja dengan jari-jarinya. Ia terdiam. Terlalu berat untuk mengatakannya, walaupun ia sudah bertekad sepanjang jalan. Walaupun ia sudah tahu akan berakhir seperti apa.
"Aku tak akan kembali untuk sementara waktu" ucap Leza.
"Sementara waktu?" Tanya Owen.
"Homeschooling, namun buat aku tetap wisuda di sekolahku" ucap Leza.
"Setelah lulus kau akan terus di kota ini, di negara ini" ucap Kylen.
"Dan sekolah di kota ini, di negara ini" lanjut Max.
"Ya, dan aku akan mengantar jemputmu" lanjut Owen.
Leza terdiam cukup lama.
"Tapi jangan pernah melukai satupun orang yang kukenal?" Sahut Leza akhirnya.
"Kalau mereka tidak merugikanmu, maka iya" sahut Kylen.
"Tidak, dengan alasan apapun jangan pernah melukai orang yang kukenal" sahut Leza.
Mata Kylen menyipit tanda tak suka dengan kalimat itu.
"Deal" sahut Owen.
"Hei!" Seru Kylen.
"Sudahlah, lagipula kita bisa melakukannya diam-diam" sahut Max.
Kali ini Leza yang menunjukkan raut tak suka.
"Lepaskan mereka" ucap Leza.
Kylen memanggil anak buahnya, "Lepaskan mereka" ucapnya.
Setelah itu, beberapa orang melepas ikatan tangan para sandera. Entah apa yang dilakukan kakaknya selama ini, tapi benar-benar tidak ada satupun yang melawan ketika ikatan tangan mereka dilepas. Para sandera itu dibiarkan keluar dari kediaman sendiri.
Para penjaga hanya mengawasi, beberapa dari sandera itu bahkan tidak bisa berdiri, hingga harus dipapah. Para sandera terua berjalan keluar dari kediaman, menuju jalanan panjang dengan kanan kiri adalah hutan.
Leza dan ketiga kakaknya kini berada di ruang makan. Perempuan itu memakan makanannya dalam diam. Sedangkan ketiga kakaknya beberapa kali melirik ke arah adiknya itu.
"Padahal kamu manis saat tersenyum" ucap Owen.
Leza mengernyit, ia menatap Owen. Lalu melihat ke arah pandangan Owen. Ternyata dibelakangnya terdapat banyak fotonya. Ketika bekerja di lampu lalu lintas, di penyeberangan, menjadi model, ketika di sekolah, di cafe, dan masih banyak. Mulut leza ternganga dibuatnya. Ia tahu pasti ada yang mengikutinya, tapi ia tidak percaya kalau mereka sampai mencetak fotonya.
"Mana mungkin dia tersenyum disini" sahut Max sinis.
"Apa kamu akan terus menunjukkan raut muka itu seumur hidup?" Sahut Kylen, mengingat Leza akan menghabiskan hidupnya disini.
"Mungkin tidak ketika aku punya anak" sahut Leza.
/Teng/
/Khok/
Suara pisau terjatuh serta batuk mereka. 'Anak!?' Batin mereka.
"Apa ada laki-laki yang kamu sukai?" Ucap Kylen.
"Ahh, aku tahu" sahut Max.
"Haruskah aku menghabisinya?" Ucap Kylen.
"Kamu tahu yang aku tidak tahu?" Sahut Leza, matanya menatap Max.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Don't Know
Teen Fiction"Apa yang lo lakuin...." ucap Arleza dengan suara pelan. Ia... hanya... tidak menyangka. Sebuah pemandangan yang tidak pernah ingin ia lihat dalam bayangannya sekalipun. Sedangkan Alfath membeku, tangannya berhenti. "Za... i-ini..." ucap Alfath ter...