waktu terus berjalan, gelap makin gulita, dan bulan bersinar dengan sempurna. si pemudi anindita masuk ke mobil dengan perasaan campur aduk.
wajahnya murung namun ia kerap kali mengulas senyum kecil yang hampir tak terlihat. jangan lupakan bekas air mata di pipinya.
mata si pemuda terfokus pada mata lentik gadis itu yang tampak sedikit bengkak. namun diabainya semua itu, ia sadar bahwa bukan haknya untuk bertanya apapun.
maka sebagai gantinya, ia menyodorkan sekotak martabak yang tadi dibelinya di dekat sana. karin menatap arkha bingung.
"martabak, buat lo."
"oh, thanks!" ujar karin tanpa basa-basi.
ia memang sedikit lapar setelah melakukan diskusi panjang lebar dengan mantan kekasihnya itu. mereka berdebat cukup lama hingga tak sadar bahwa malam semakin larut. dan karin hampir saja melupakan fakta bahwa ia melewatkan makan malamnya hari ini.
digigitnya martabak cokelat pisang itu dengan antusias, mengabaikan rasa ngilu di hatinya yang terus-terusan ia pendam.
masih dengan wajah antusias, ia menoleh ke arkha yang sedang fokus mengendarai. rahang pria itu tampak sangat tajam membuatnya terlihat sangat dingin jika ia sedang memberi tatapan mengintimidasi. karin bersyukur arkha tidak tahu kelebihan itu, sehingga ia tak perlu takut merasa terintimidasi oleh tatapan garang pria itu.
sejenak kemudian, disodorkannya kembali kotak putih itu kepada si pembeli. arkha melirik sedikit, berusaha tak mengalihkan fokus dari setir.
cepat tangkap dengan maksud karin, arkha langsung menggeleng. "buat lo aja, gue ga laper."
sekali lagi tanpa basa-basi, karin menarik kotak itu kembali dan melanjutkan acara makannya.
namun hatinya tak tenang ketika menyadari bahwa arkha tampak cukup diam untuk ukuran pria yang barusan mengantar gadis sepertinya menemui mantan pacarnya. sejenak, ia baru memahami bahwa hubungan mereka sungguh rumit.
tidak, sebenarnya ini tidak pernah bisa dipahami. karin berharap perasaan janggal ini adalah perasaan yang baik untuk mereka berdua.
kembali ke realita, si gadis menoleh lagi dan bertanya, "kok lo ga tanya?"
arkha menjawab dengan pandangan lurus ke jalanan lenggang bandung, "yah, masa iya gue tanya. gue bukan siapa-siapa."
karin tahu arkha hanya mencoba bersikap sopan, namun tetap saja kalimat itu berhasil menusuk hatinya yang memang sudah terluka sedari tadi.
kembali murung, si gadis membersihkan jari-jarinya dengan tisu. kemudian menempelkan kepala ke jendela, berusaha mengalihkan fokus dengan mencermati jalanan.
keheningan melingkupi mobil itu. suasana tidak canggung, hanya saja terasa dingin dan menyedihkan untuk karin.
maka gadis itu kembali melontarkan kalimat. "gue sama dan itu rumit banget. gue ga bisa jelasin tapi gue harap lo ngerti."
tak disangka, arkha akhirnya berani menoleh karena sedang berhenti di depan lampu lalu lintas. netranya beradu tatap dengan karin, menusuk pupil gadis itu hingga ke syaraf-syarafnya.
ia di luar kendali. mulutnya terbuka, dengan tak sabar ia membalas. "gue ngerti, kan kita juga rumit."
—adiksi—
KAMU SEDANG MEMBACA
adiksi | ryusuk
Fanfiction❝semesta menjadi saksi, akan realisasi, bahwa kamu adalah adiksi❞ ft. ryujin itzy and hyunsuk treasure a' universe, eight book.