O9. rahasia

193 45 3
                                    

pintu diketuk beberapa kali dari luar. arkha yang sedang bersantai di sofa, menengok. "masuk aja, pintunya ga dikunci."

sesosok gadis dengan rambut sebahu masuk, tersenyum canggung sembari mengangkat plastik berwarna putih. "brownies?"

arkha mengerutkan dahi bingung, kenapa karin pergi ke rumahnya sore-sore begini.

"lo keliatan bingung, lo lupa kalo hari ini jadwal konseling? wawancara sih gue manggilnya." si gadis memutar bola mata malas.

arkha menepuk dahi. cepat-cepat ia pergi ke kamar mengambil catatannya. "makan bareng aja, piringnya di rak dapur."

karin beranjak menuju dapur, mengambil piring putih polos terdekat yang bisa ia jangkau. ia sudah beberapa kali ke sini untuk mencuci piring sehingga sudah mulai hapal letak peralatan dapur arkha.

soal kran air itu, karin membeli brownies untuk berterima kasih. ia mungkin tak suka dengan arkha, namun ia tak akan pernah lupa cara untuk berterima kasih.

arkha keluar dengan setumpuk buku dan kacamata bulat favoritnya. pria itu menempatkan diri untuk duduk di sofa, bersebelahan dengan karin yang sedang memotong brownies.

"lo inget waktu kemarin gue minta buat benerin kran. habis lo ke bawah buat nemuin pengurus, anxiety gue kambuh." ini pertama kalinya karin memulai pembicaraan, ia berbicara dengan nada setenang air.

arkha membelalakkan mata terkejut. "gimana ceritanya?"

"dan ngilang akhir-akhir ini, terus tiba-tiba doi telfon gue, nanyain kabar gue. however, ujung-ujungnya dia bilang ga bisa ketemu gue sementara ini." karin tersenyum kecut. "gue rasa dia bosen," ujarnya lirih.

"kar-"

"dan gue rasa lo mau tahu hal yang lebih penting dari curhatan gue kali ini. gue nutupin ini dari orang lain. gue cerita ini berarti lo orang yang spesial. gue kena PTSD." di akhir kalimatnya karin tersenyum tipis sebelum menunduk dan memainkan jari.

"orang tua gue berharap banyak ke gue. dan gue selalu ngecewain mereka. jadi mereka ngelakuin semuanya supaya gue bisa jadi kayak mereka. including, kekerasan. gue ga perlu panjang-panjang, kayaknya lo udah tau kekerasan kayak gimana yang dimaksud."

"gue rasa, itu udah cukup buat bahan skripsi lo? i guess we don't have business again." karin berdiri dan melenggang pergi dari tempatnya duduk.

meninggalkan arkha yang terduduk diam di sofa. air mata turun dari ujung mata kanannya. "lo juga spesial buat gue, rin."

—adiksi—

adiksi | ryusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang