"va, kuy ke toko roti. gue mau beli dessert box."
eva menengok dengan mata berbinar. gembira sekali hatinya mengingat perutnya terus berbunyi sejak tadi.
"kuy lah, bentar gue ambil dompet."
karin mengangguk, ia menunggu di depan pintu apartemen eva.
apartemen eva berada tepat satu lantai di bawah apartemen karin. hal itu memang sudah direncanakan sejak mereka masih sma, untuk mempermudah keduanya jika butuh bantuan satu sama lain. seharusnya mereka tinggal bersebelahan namun saat itu apartemen di lantai karin tinggal satu. apa boleh buat, mereka terpaksa tinggal berbeda lantai.
"kuy lah," teriak eva girang.
keduanya turun ke lobby melalui lift, kemudian pergi keluar dari lingkungan apartemen. toko roti jaraknya tidak terlalu jauh dari apartemen, mungkin hanya sekitar 10 meter saja, sebab itulah mereka memilih berjalan kaki.
"lo tau ga sih?" tanya karin tiba-tiba.
"ga tau lah, orang lo belum ngomong." eva menjawab acuh sembari mengendikkan bahu, karin memukul pundak gadis itu pelan.
eva meringis pelan. "lo kan emang belum ngomong, mana gue tau, njing!" rutuk eva kesal dengan muka cemberut.
"huh, dengerin dulu napa. gue kemarin mimisan lagi, terus ditolongin arkha. kata dia sih mau ngembaliin gelang gue, yang dikasih sama danil itu. ga tau dari mana dia tahu gue kena anxiety."
sontak eva membelalakkan mata, menatap karin tak percaya. "hah? seriusan lo?"
"iya dih, ngapain gue bohong." si gadis dengan rambut lebih pendek mendegus kesal.
"anjir, ko bisa?"
"katanya, dia ga sengaja ngeliat diary gue. plus lo tahu kan dia anak psikologi? dia liat obat gue. anjir, sial banget gue. mana paginya dia ngancem gue jadi narasumber kalo ga dia bakal bocorin ke bonyok. anjim banget emang."
"itu beneran arkha, kating tetangga lo yang suka ribut sama lo itu?" tanya eva masih sedikit tak percaya.
"ya iya lah, arkha siapa lagi kalo bukan dia. eh, tapi ada untungnya sih. kita buat perjanjian supaya dia ga nyetel musik pake speaker lagi. bagus lah, paling ngga gue bisa tidur nyenyak tanpa harus ngerasa kaya lagi di klub."
sibuk mengobrol, tak sadar keduanya sudah sampai di toko roti. lantas, mereka langsung berpencar. eva mencari muffin dan roti pandan, sementara karin pergi ke bagian dessert box.
dalam 10 menit keduanya sudah berada di luar toko, bersiap untuk pulang ke apartemen setelah membeli roti.
"gue beliin lo cokelat, sama kayak gue, gapapa kan?" tanya karin sembari menatap lurus jalanan.
beberapa detik tak merespon, karin menoleh, dan benar saja, eva tak ada di sampingnya. ia tak sadar karena keasikan menikmati lagu dengan earphone.
karin menengok ke belakang, mendapati eva yang belum bergerak dan sedang menatap ke seberang dengan mata menyipit. karin berlari menghampiri gadis itu dengan perasaan kesal.
"heh, lo ngapain?"
"anjir, coba deh liat. itu bukannya pacar lo?" eva menunjuk ke seberang jalan, lebih tepatnya ke arah apotek.
karin ikut menyipitkan mata, mencoba meneliti pria yang ada di apotek.
"anjir, beneran dan."
karin berencana menyebrang jalan untuk menghampiri sang kekasih. namun niatnya ia urungkan melihat danil yang tampak pergi terburu-buru.
"kata lo dia sibuk? itu dia sempet-sempetnya pergi ke apotek, malem-malem lagi."
eva seolah dapat menebak isi pikiran karin. namun karin menggelengkan kepala, ia mencoba mengusir pikiran buruk.
"ke apotek doang ga masalah lah. udah lah, kita pulang aja. dia juga punya privasi, ga usah diganggu."
karin berjalan meninggalkan eva dengan perasaan tidak yakin di belakang.
—adiksi—
hello there! akhirnya balik lagi setelah dua bulan😭 semoga pada gak bosen nungguin dan masih minat sama ceritanya. thank you all buat supportnya, luv.
KAMU SEDANG MEMBACA
adiksi | ryusuk
Fanfiction❝semesta menjadi saksi, akan realisasi, bahwa kamu adalah adiksi❞ ft. ryujin itzy and hyunsuk treasure a' universe, eight book.