O8. ragu

202 44 1
                                    

karin menggedor-gedor pintu apartemen arkha panik. bagaimana tidak, ia baru saja berniat mencuci piring namun tak ada air yang keluar. setelah ia cek, air di shower dan wastafel apartemennya juga tidak keluar.

mau tak mau, gadis itu terpaksa meminta bantuan. dan bantuan terdekatnya adalah arkha, tetangganya yang menyebalkan.

"arkha!" teriak karin nyaring.

lantas pintu apartemen terbuka, menampilkan arkha berbalut kaos biru dengan celana piyama longgar. kacamata bertengger manis di pangkal hidungnya, sepertinya tadi ia sedang mengerjakan tugas.

"ngetuk pintunya ga usah bar-bar juga donh. untung ini pintu besi, kalo kayu gimana coba? kalem dikit lah." arkha mendengus sebal.

karin berdecak kesal sembari merotasikan bola mata. "ga ada waktu buat ngomel. sini, bantuin gue benahin keran."

karin kira arkha akan langsung beranjak dari tempatnya, mengikuti karin ke apartemennya. namun tidak, arkha masih mematung di tempat dengan tatapan malas.

"alasan gue harus bantu lo?"

si gadis maheswari menatap tak percaya. "serius? gue gak bisa mandi dan lo nanya alasan kenapa lo harus bantu? i don't know, humanity? karena gue bantu skripsi lo? udah pokoknya cepetan."

karin menarik pergelangan tangan arkha, membawanya masuk ke apartemennya. di dalam, ia menunjukkan kran air wastafel dan pancuran shower yang tidak mengeluarkan air.

arkha memastikan tidak adanya air dalam keran dengan memutarnya berkali-kali. dan memang benar nihil, tak ada air yang keluar.

ia menghela nafas. "sebelum lo marah. gue mau ngingetin kalo gue bukan tukang atau teknisi. jadi gue ga bisa benerin keran lo."

karin mendesah kecewa. "terus gimana?"

"gue bakal ngomong ke pengurus. buat sementara lo cuci piring di rumah gue aja, kalo mandi di tempat temen lo yang di lantai bawah itu."

"emang cuma kran gue doang ya?"

"yah, keran gue sih gapapa. lo nggak lihat rambut gue masih rada basah, berarti gue habis mandi kan?"

karin mencebikkan bibir sebal. ia malas harus pergi ke apartemen orang lain hanya untuk mandi atau mencuci piring.

arkha mencuri-curi lirikan, ia menahan senyum melihat karin yang menggemaskan ketika sedang mencebikkan bibir.

hingga akhirnya kedua pasang netra itu beradu, meninggalkan kesan canggung pada pandangan masing-masing.

karin membuang pandangan, begitu juga dengan arkha. situasi berubah menjadi canggung.

"makasih, anyway," ujar karin masih menatap lantai.

arkha hanya mengangguk singkat. "gue ke bawah dulu, mau ngomong sama pengurus."

kini giliran karin yang mengangguk singkat sebagai jawaban.

arkha menghilang dari pandangan. setelahnya, karin menghela nafas lega. ia memutar balik memorinya ketika berada di situasi canggung tadi dengan arkha.

karin bergumam, "sialan, kenapa sih." ia berdeham pelan, menutupi rasa malunya.

bertepatan dengan itu, ponselnya berdering. menandakan panggilan masuk dari danilo, yang sudah tak ada kabarnya selama beberapa hari terakhir.

—adiksi—

adiksi | ryusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang