I7. kikis

163 41 2
                                    

hembusan nafas terus terdengar dari bibir karin. ia sudah berdiri di depan pintu apartemen arkha selama beberapa menit, namun masih juga ragu untuk mengetuk.

usahanya untuk menjauh seperti pengecut beberapa hari ini seolah sia-sia. harusnya ia tak berdiri di sini, harusnya ia melarikan diri lebih jauh. mungkin memesan tiket pesawat ke eropa. namun ia menolak akal sehatnya, memilih untuk menyetujui ajakan arkha yang disampaikan oleh eva.

kini tubuhnya berkeringat deras seperti hujan. ia pasti sudah benar-benar gila, badannya panas dingin ketika menatap pintu di hadapannya.

tanpa diduga, arkha membuka pintu. pemuda itu memasang air muka terkejut, tak menyangka karin akan berada di depan pintu rumahnya. arkha mengurungkan niatnya untuk pergi membeli makanan ringan.

"gue gatau lo bakal dateng secepet ini." arkha menarik pintu lebih lebar, mempersilahkan tamunya untuk masuk.

dengan canggung karin tertawa hambar. ia masuk dan segera menempatkan diri di sofa. dirinya heran karena arkha tampak sangat tenang, tidak sepertinya yang sudah hampir berlari dan melompat ke luar jendela.

satu momen. beberapa menit saja saat momen itu terjadi, sanggup membunuhnya. momen yang ia sesali setiap detiknya, momen yang akan ia reka ulang kembali setiap malam ketika akan tidur. satu momen yang menghancurkan hidupnya, dramatis.

arkha kembali dari dapur dengan dua potong kue vanilla. ia tersenyum sembari menyodorkan sepiring untuk karin. karin menerima dengan senyuman canggung.

"ponakan gue di jakarta ulang tahun. jadi kakak gue kirim cake ke sini karena gue ga bisa dateng ke jakarta."

karin mengangguk-angguk sembari menunduk menatap kue vanilla cantik itu dengan tatapan iba. ia tak tega jika harus merusak kue secantik ini.

"ponakan lo cewek atau cowok?" mengejutkan sekali karena karin bahkan tak sadar ia menanyakan hal itu.

mengejutkan juga bagi arkha karena ini pertama kalinya karin kembali berbicara dengannya setelah peristiwa di mobil hari itu.

"kembar cewek cowok."

untuk pertama kalinya setelah sekian lama, karin berani mendongak dan menatap arkha dengan mata berbinar.

"wah gila, kok bisa gitu? gue kalo punya anak pengen kembar cewek cowok juga sih. gue pengen ketemu ponakan lo!"

mata gadis itu berbinar terang seperti bintang di langit, bibirnya melengkung lebar ke atas. arkha lega gadis itu masih bisa tersenyum, walaupun itu bukan karena dirinya melainkan karena ketertarikan karin pada kedua ponakannya. dan bagaimanapun, arkha juga yakin karin hanya bermaksud untuk menghindari topik sensitif sejauh mungkin. kalau ia tak mau memulai, maka arkha sudah membulatkan keputusan untuk jadi yang pertama yang akan membahasnya.

"karin, gue-"

"please, stop. lo ngga ngerti, arkha." karin kembali menunduk, matanya berkaca-kaca.

"gue sayang lo."

entah keberanian apa yang menghantam arkha hingga berani mengakui perasaannya di tengah situasi mereka yang belum sepenuhnya stabil.

namun yang jelas arkha menyesali keputusannya. ia tahu ia akan menyesal jika tidak mengatakannya, tapi ia juga tahu ia akan menyesal jika mengatakannya. tidak ada pilihan lain, semuanya sama-sama buruk.

karin mulai terisak pelan. "arkha, lo ngga ngerti. kita tuh terlalu rumit. sebelum satu bulan lalu kita bahkan masih bertengkar di koridor gara-gara lo nyetel musik keras-keras tiap malem. falling in love can't be that easy."

"kita udah kenal lebih dari setahun, rin. ga ada yang ga normal dari itu. lagipula gue ngga mengharapkan lo ngebales. gue cuma mau lo tahu aja."

"arkha, dengerin. gue ngga bisa. kondisi gue beda sama lo. gue baru aja putus sama pacar yang paling gue sayang di dunia. sembuh itu ga bisa instan. dan gue ga bisa nyuruh lo nunggu, gue ga bisa gantungin lo gitu aja. lo ga ngerti."

arkha mengernyit tak setuju dan melontarkan bantahan, "gue bisa nunggu."

"lo ngga bisa." karin kembali mendongak menatap arkha. pipinya basah karena tetesan air mata yang tak kunjung berhenti, sementara itu matanya mulai terlihat bengkak.

arkha maju perlahan, ia menyentuh pundak karin lembut. "karin, gue lebih tahu diri gue sendiri. gue ngga akan kecewa kalo lo mutusin buat ga nerima gue. kita bisa jadi apapun yang kita mau."

arkha tersenyum lebar dengan mata berair. dan seketika, mata gadis itu seolah mengering, tak sanggup mengeluarkan air mata lagi.

-adiksi-

halo semuanya, akhirnya sampai juga di chapter ini hehe. sedikit pemberitahuan kalau chapter 18, 19, dan 20 akan dipublish minggu depan atau dua minggu lagi. karena ketiganya itu merupakan chapter terakhir jadi ga asik kalo langsung dipublish sekarang. selain itu, awalnya cerita ini akan diakhiri di chapter 19 tapi karena aku pengen ending untuk kejelasan hubungan karin dan arkha dipisah jadi satu chapter sendiri, maka diputuskan kalo endingnya akan ditulis di chapter 20. aku harap semuanya mau menunggu ending cerita adiksi 1-2 minggu ya, terima kasih!

adiksi | ryusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang