O7. bicara

188 43 2
                                    

"oke, karin. kapan terakhir kali lo kena anxiety attack?"

karin mengendikkan bahu tak acuh, sibuk memandang jam dinding yang terus bergerak.

"gatau, anxiety attack gue random banget. suka ngilang terus muncul tiba-tiba. mungkin 3 bulan lalu waktu UAS."

arkha mendongak sedikit, ia menghela nafas kasar. karin tidak fokus sedari awal tadi. walaupun jawabannya tampak akurat, tapi gadis itu membuatnya gusar.

"lo kenapa sih?"

karin akhirnya menoleh pada arkha dengan alis naik sebelah. "ini juga buat skripsi lo?"

"ditanya malah bales nanya. lo gak fokus tahu, mikirin apa coba?" jawab sang pemuda sebal.

"bukan urusan lo. udah lanjut aja, gue fokus nih."

arkha menarik nafas sekali lagi, mencoba sabar menghadapi karin yang sangat menyebalkan hari ini.

"mungkin gue bisa bantu, kenapa lo ga coba cerita ke gue? kalo anxiety lo random, berarti bahkan masalah kecil juga bisa berpengaruh."

karin menatap tak suka pada akrha. namun akhirnya gadis itu menghela nafas dan mulai bercerita, "gue liat pacar gue di apotek malem-malem."

kini giliran alis arkha yang naik sebelah. "itu doang? masalahnya dimana?"

"sebelumnya gue juga mikir sama kayak lo. sebelum kating gue lihat dia bertengkar sama cewe di depan gedung apart. dia jadi jarang kontak gue, bahkan hampir ga pernah lagi. bayangin aja lo di posisi gue."

karin menatap nanar jendela apartemen arkha. pandangannya kosong, seolah tak ada kehidupan di sana.

"pacaran kan tentang kepercayaan. kalo lo ga percaya dia, mungkin dia bukan orang yang tepat buat lo." arkha mencoba menjawab dengan bijak.

karin mendengus, tak terima dengan perkataan arkha. "emang lo pernah pacaran?"

"gak pernah sih, gue baca di twitter." si pemuda terkekeh pelan.

gadis bungsu maheswari itu merotasikan bola mata. "sok bijak. udah lanjutin, gue ke sini buat jadi bahan skripsi lo bukan buat tempat curhat."

"dih, ketus banget. pantesan diselingkuhin."

mata karin langsung sontak melotot marah. ia mengambil bantal sofa sebagai senjata untuk memukul arkha. sedang pria itu merintih kesakitan sembari tertawa pelan.

namun, sekilas netra arkha tak sengaja berkontak dengan netra gadis di hadapannya. hanya sedetik, mungkin kurang, tapi ia dengan jelas dapat menyadari air mata yang tertahan.

arkha sontak diam, menghentikan tawanya. begitu juga dengan karin yang mulai berhenti memukul.

gadis itu berdiri dan berjalan keluar, sepertinya ia memang benar-benar marah. arkha menghela nafas menyesal, sepertinya ucapannya tadi menyinggung hati karin.

dirinya membaringkan tubuh di sofa, menatap langit-langit apartemen yang putih bersih. ia menggumam pelan, "dasar ga peka."

—adiksi—

adiksi | ryusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang