4

4.6K 807 31
                                    

Renjun melempar bola asal-asalan ke ring basket.

"Cupu lo." Suara laki-laki menyusul saat bolanya tidak berhasil memasuki ring.

"Diem, anjing." Renjun melempar bola itu ke wajah Guanlin, sang laki-laki yang terlambat datang ke lapangan 15 menit.

"Nggak usah lama, ah. Mau ngomong apa, lo?"

"Gue capek berantem."

"Lo yang mulai." Guanlin ngeshoot, disusul dengan bola yang masuk dengan mudahnya ke dalam ring.

"Lo yang mukul gue duluan."

Guanlin menengok ke arah Renjun. "Gue nggak sudi baikan kalo lo masih ngomong tentang foto-foto gue."

"Gue juga nggak sudi baikan kalo lo masih ngediskredit kerja gue!"

Keduanya beradu tatap dengan napas terengah-engah.

"Gue cuma mau kerja dengan baik! Dan lo bikin gue nggak fokus."

"Lo kira gue enggak, kak?" Guanlin merangsek maju, menaikkan dagu Renjun agar ia bisa melihat wajah yang lebih tua. "Mulai hari ini, jangan ada yang saling ngata-ngatain. Lo kerja, gua kerja. Komunikasi harus lancar. Kita kerja di team yang sama, kak. Deal?"

Renjun menghela napas, "deal."

***

Setelah hari itu, tidak ada lagi teriakan saat keduanya berselisih pendapat. Tidak ada lagi yang saling menjelekkan kerja satu satu sama lain. Hanya ada komunikasi yang berjalan lancar dan projek-projek yang terselesaikan dengan baik.

Kerja yang mereka lakukan juga lebih diapresiasi oleh anggota-anggota OSIS lain. Renjun dan Guanlin mendapatkan validasi yang selama ini mereka damba-dambakan.

"Foto yang pertama lebih bagus, Lin. Kalo udah diedit kirim ke WhatsApp gue," kata Renjun sambil terus memainkan mousenya, mengedit pamflet 17 Agustus yang akan langsung diprint.

Guanlin mengangguk, mendrag foto ke WhatsApp Renjun, lalu menekan tombol send. Ia lalu meregangkan badan.

Tidak lama setelah itu, mereka mendengar pintu didobrak. Baejin.

"Kak Renjunnn, pamfletnya udah selesai belom?"

Renjun mengangguk, mengirim file final pamflet 17 Agustus ke WhatsApp Baejin. "Udah."

"Terima kasih, kakak manis." Baejin berjalan keluar ruang Komputer. "Kerja yang bener lu, Lin."

"Iye, anjing."

Renjun mau tak mau tertawa mendengar percakapan dua adik kelasnya itu. Ini 100% lebih baik dari pada beberapa bulan lalu, saat ia dan Guanlin masih berselisih paham dan harus pura-pura cuek.

***

PubDok | GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang