15

3K 506 21
                                    

Saat terbangun, tangan Guanlin diborgol oleh rantai. Ia dikurung di sebuah ruangan sempit yang tidak memiliki jendela.

"Kak?" Guanlin berusaha menoleh ke belakang, namun hasilnya nihil. Tidak ada siapapun di ruangan itu. Ia lalu teringat dengan luka di kakinya. Luka tersebut diikat dengan kain, dan darah sudah berhenti mengucur.

Guanlin bisa saja menggigit pergelangan tangannya hingga terpisah dengan telapak tangannya, lalu mendobrak pintu dan melarikan diri. Tapi itu bodoh. Pasti ada orang yang menjaga di luar.

"Are you awake?"

Suara seseorang bergema. Guanlin menyadari ada speaker di sudut ruangan.

"Are you awake?"

Suara itu anehnya terdengar familier. Suara perempuan yang sengaja dibuat semanis mungkin.

Terdengar percakapan beberapa orang di speaker, lalu pintu dibelakangnya terbuka.

Cahaya matahari masuk dengan teriknya, mengenai punggung Guanlin. Ini siang hari, ia berpikir.

Sosok-sosok bertubuh tinggi masuk ke dalam ruangan, tepat ke depan Guanlin.

Guanlin mengenal orang-orang tersebut. Mereka 6 murid kelas 12 yang waktu itu melabrak Renjun.

Salah satu perempuan tersenyum. Ia menaikkan wajah Guanlin hingga menatap kearahnya.

"Ngapain sih lo?" Guanlin berdesis.

Perempuan tersebut tertawa. "Bakal gue jelasin, kok."

"Nggak perlu, Kak Naya." Guanlin menyebut nama perempuan itu. "Renjun mana, hah?! Jawab!"

Naya menggeleng-geleng. "Seharusnya dari awal lo nggak usah berurusan sama Renjun. Liat kan sekarang akibatnya?" Naya melihat ke arah Guanlin, lalu menamparnya.

"Lo tau, sekarang nggak ada sekolah yang menerima kita jadi murid." Naya berbicara dengan mata berapi-api yang menyiratkan kesedihan. Ia mengeluarkan pisau dari sakunya.

Guanlin melotot.

"Dan sekarang, gue akan ngebunuh lo." Naya menyeringai dan menusukkan pisau ke tangan Guanlin. Yang lebih muda memekik kesakitan. "Gue akan mulai dari kedua kaki lo, terus ke tangan. Lo bakal kehilangan banyak darah. Setelah sekarat, gue-"

"NGGAK SECEPET ITU, BRENGSEK!"

Guanlin mengenal suara itu. Suara khas yang sering ia dengar di sekolah. Kak Lia?

Benar saja, kakak kelasnya itu masuk lalu merebut pisau dari tangan Naya. "Pergi, Alin!" Lia lalu menusuk pisau tersebut ke 5 anak lainnya, membuat mereka tumbang perlahan.

Tapi Naya lalu mengeluarkan pistol dari kantong celananya, dan menembak kaki Lia. Ia terkekeh pelan sebelum kepalanya dipukul dari belakang oleh seorang laki-laki dan jatuh pingsan.

Beberapa orang lalu melepas borgol dari tangan Guanlin dan memaksanya untuk berdiri. Guanlin menoleh ke belakang, lalu matanya terbelalak saat melihat seseorang yang tidak asing. "Kak Mark?"

Mark mengangguk. "Ayo keluar. Lo bisa jalan?"

Guanlin mengangguk, meskipun kakinya sakit luar biasa. "Kak Lia gimana?" Ia menoleh kearah Lia yang masih setia memborgol tangan keenam remaja tersebut, dan bertingkah seolah-olah darah tidak sedang mengucur deras dari kakinya.

"Biarin aja, udah gede."

Mark dan Guanlin lalu berjalan kearah mobil hitam yang terparkir didepan mereka.

Sejenak, Guanlin merasa darah semakin mengucur deras di tangannya. Beberapa detik kemudian, pandangannya kembali menghitam.

***

PubDok | GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang