20

2.8K 508 7
                                    

Ini sudah hari kelima sejak pengumuman SBMPTN, terhitung 5 hari juga sejak Renjun mengurung dirinya di kamar. Ia hanya mengerjakan soal mandiri, menangis, memberi makan kucing, tidur dengan kucing—repeat.

Renjun memang sengaja meminta teman-temannya untuk tidak datang ke rumah untuk 5 hari. Setelah hari itu, ia sudah boleh dikunjungi.

Saat ditolak SNMPTN dahulu, Renjun tidak terlalu peduli karena tes yang satu itu sistem penilaiannya ghaib. Tapi untuk SBMPTN, Renjun benar-benar kecewa saat ia ditolak. Ia merasa usahanya selama 12 bulan menghilang begitu saja.

ding dong.

"Ck. Siapa sih." Renjun berdecak kesal, melihat kearah jam yang menunjukkan waktu 12 dini hari.

Tapi bel tersebut tidak berhenti. Ditambah lagi dengan notifikasi di ponselnya yang juga berdering.

Renjun melirik ponselnya, lalu tersenyum saat membaca pesan yang ia terima.

Alin
ppppp
kak
buka pintu
gue bawa nasi padang

***

Jam 12 malam, anak-anak OSIS berkumpul di kamar Renjun dan memakan nasi padang.

Renjun yang awalnya tidak ingin makan dengan embel-embel 'lagi diet lemak' pun akhirnya makan setelah mendapat ancaman dari Guanlin.

"Bersihin lagi nasinya." Karina menunjuk nasi yang berceceran di kamar Renjun.

"Iye." Baejin mencibir.

"Heejinnn minta tisu," pinta Hyunjin.

"Nggak bawa gue," jawab sang perempuan.

"Gimana sih, sekretaris kok nggak disiplin," kata Hyunjin. "Aw!" Ia mengaduh saat sekotak tisu terlempar ke wajahnya.

"Bacot," Heejin berkata pelan.

Renjun tertawa. Sudah lama sekali sejak ia tidak melihat pemandangan seperti ini. "Makasih." Ia memeluk Guanlin, menguburkan wajahnya ke dada bidang yang lebih muda.

Guanlin mengelus rambut Renjun pelan. Mereka berdua tidak berkata apa-apa pada waktu yang lama, sebelum siulan menyebalkan terdengar di seluruh ruangan.

"Kiw kiw, ada yang cinta-cintaan," kata Baejin sambil menaik-turunkan alisnya.

"Sirik lo?" tanya Guanlin sambil terus mengusap rambut Renjun.

"Enggak sih. Kasian aja kak Renjun mukanya merah banget," goda Baejin.

"Eh, iya loh," kata Mark.

"Lucu banget Renjun." Lia tersenyum teduh.

"Awas, Renjun nggak bisa napas," timpal Yeri.

Renjun mengerang pelan, lalu melepaskan pelukannya dengan Guanlin, "diem ah, kak!"

Seisi ruangan tertawa melihat Renjun yang kini meminum jus jambu dengan wajah memerah.

"Eh, udah yok udah." Mark menghabiskan sisa buah semangkanya, lalu merapikan bungkusan bekas makanannya. "Yang mau daftar mandiri siapa aja?"

"Gue." Yeri mengangkat tangannya.

Heejin sontak bertanya, "loh, lo nggak keterima SBM!?"

Yeri mengeluarkan cengirannya, "enggak."

"Ya udah, sama gue berarti," jawab Heejin.

"Gue juga ga masuk," kata Hyunjin sambil menaruh hand sanitizer di tangannya.

Renjun tak habis pikir. "Kalian ini nggak ada sedih-sedihnya ya ketolak SBM?"

"Gue sih santai aja, masih banyak jalan menuju roma," kata Hyunjin.

"Gue sedih sih, tapi ya yaudah," kata Heejin.

"Gue mau kuliah di luar tapi ga dibolehin bokap. Ya udah, telat deh belajar SBM. Sedih, sih, tapi mau gimana lagi," kata Yeri. "Kan masih ada mandiri."

"Tapi kalo sedih karena nggak keterima, perasaan lo valid banget Jun. Kan lo yang udah mati-matian belajar tiap malem," kata Heejin. "Tapi lo harus inget buat bangkit lagi. Semangat lagi. Masa depan lo masih cerah, dan Tuhan pasti bakal ngasih jalan ke hambanya yang mau berusaha."

Seisi ruangan langsung bertepuk tangan saat mendengar pidato dadakan dari Heejin.

Renjun juga merasakan secercah harapan yang kembali timbul saat mendengar perkataan Heejin. Betul, masa depannya masih cerah.

***

PubDok | GuanrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang