Bobot tubuhnya seakan dirampas begitu saja, Acacia terduduk lemas. Tak bisa dipercaya bahwa mereka berdua tiba di universitas tempat Kenanga belajar yang merupakan kampus modern, komprehensif, terbuka, multi budaya, dan humanis yang mencakup disiplin ilmu yang luas. Saat ini, kampus itu secara simultan selalu berusaha menjadi salah satu universitas riset atau institusi akademik terkemuka di dunia.
Sebagai universitas riset, upaya-upaya pencapaian tertinggi dalam hal penemuan, pengembangan, difusi pengetahuan secara regional, dan global selalu dilakukan.
Sementara itu, universitas itu memperdalam komitmen dalam upayanya di bidang pengembangan akademik dan aktifitas penelitian melalui sejumlah disiplin ilmu yang ada di lingkupnya. Representasi institusi pendidikan dengan sejarah paling tua. Universitas yang telah menghasilkan banyak sekali alumni, secara kontinyu melanjutkan peran pentingnya di level nasional dan dunia.
Gadis dengan tinggi badan seratus enam puluh sentimeter itu menganga. Universitas paling menakjubkan itu tepat di depan mata, rasa senang seketika membuncah. Bisakah ini disebut sebagai 'kecepatan cahaya' yang katanya mustahil bahkan bagi para ilmuwan ternama?
"Aku tak percaya, meski sudah menyaksikannya." Acacia meremas tangan erat, mengais butiran demi butiran tanah yang ditapakinya. Sedetik berikutnya, meneleng ragu ke arah Nean yang berdiri antap bak bodyguard yang dibayar untuk menjaga gadis itu.
"Iya, Nona tak salah, kok. Tak apa kalau awal-awal begini kau tak mempercayainya." Acacia menyipit sekilas, kemudian mengembuskan napas pelan. Memutuskan tak ambil pusing ketika menangkap gaya bahasa Nean yang campur aduk.
"Kapan kita pulang?" Acacia masam ketika keberadaannya dan Nean menyedot perhatian orang-orang yang berlalu lalang di sekitar. Tak lain adalah karena hanya mereka berdua yang berbeda dan terlihat mencolok di antara mahasiswa-mahasiswi yang mengenakan almamater berwarna kuning.
"Huh? Setahuku bukankah Nona merindukan Kak Ken?" Meringis jengah. Memang sebelumnya Acacia ingin bertegur sapa dengan kakak sepupunya yang akhir-akhir ini sibuk, tetapi bertemu situasi yang tak memungkinkan? Akan ada kendala yang perlu dihadapi dalam waktu dekat. Tidak, deh, terima kasih.
"Tidak, tidak perlu. Kita pulang saja," tolaknya cepat. Seolah lelaki itu memahami perasaan Acacia, Nean membalikkan badan sembari menggendong gadis itu ala bridal style, masuk kembali melawan arus angin dengan satu kali kedipan mata.
"Baiklah. Aku akan turuti kemauan Nona." Acacia terkekeh-kekeh melihat kepatuhan Nean. Sepintas, dia sangat mirip anjing kecil yang butuh dibelai dengan karakter wajah yang sangar.
Flash!
Ugh, suara-suara yang dihasilkan akibat menembus pusaran luas bagai angin topan yang dapat merenggut raga ribuan orang membuat Acacia meneguk saliva. Kalau tahu mereka akan berpindah tempat lagi, harusnya lebih baik dirinya menyarankan menaiki kendaraan umum saja.
Namun, nasi sudah jadi bubur. Acacia tak bisa menghentikan antusiasme yang dipancarkan manik mata Nean. Lagi pula, gadis itu pun cukup senang saat senyuman ceria mengembang di wajah baby face tersebut ketika berhasil mengajaknya jalan-jalan.
Ah, ya, bicara tentang kedua orang tua angkat. Acacia masih sedikit syok mengingat tak ada yang berakhir saat Carissa dan Gandhi beraksi. Firasat buruk terus menguasai pikiran, berharap tak ada yang kehilangan nyawa ataupun harta-benda yang dimiliki.
Bagi Acacia yang mengenal betul tabiat serta kebiasaan keduanya. Sepengetahuan gadis itu, sepasang suami-istri itu otaknya kurang waras, tak segan melakukan hal ekstrem di luar akal sehat manusia. Seharusnya mendaftar masuk sebagai pasien RSJ saja.
Sekarang rasanya lebih nyaman memanggil orang tua angkat dengan nama langsung, padahal dahulu dia trauma sebab sering kali dicambuk tanpa bukti akurat. Acacia kecil yang dikambinghitamkan hanya akan melebur menjadi masa lalu yang kelam, bukan masa depan untuknya.
"Nean," panggil Acacia yang dibalas dehaman lembut. Gadis itu harus akui, kaum hawa manapun tak akan pernah menolak jika diberikan soft boy seperti Nean yang secara fisik keperawakannya nyaris sempurna.
Namun, bagaimanapun Acacia tak mungkin menganggap lelaki itu lebih dari sekadar hewan peliharaan yang lucu yang kebetulan tinggal di rumah Kenanga. Kalian paham maksud 'lebih' yang terselip, 'kan?
"Bagaimana bisa kau mengetahui posisiku sedetail itu?" Nean tersentak mendengar nada mengintimidasi dari suara Acacia. Dia salah tingkah—belakang telinga lelaki itu merah.
"A-aku tadi mau menjemput Nona, tapi Nona lari cepat sekali seperti dikejar setan," jawabnya kaku sambil cemberut. Acacia yang gemas sontak mencubit pipi berisi dan menjawil hidung mancungnya yang ikut memerah saat Nean menoleh.
"Kau lucu dan unik, Neandro!" Wajahnya tambah merah. Ekspresi Nean tak dapat dipungkiri betul-betul menggemaskan, mengundang tawa renyah Acacia yang kian mengudara.
"Nona Aca!" Perlahan senyuman manis itu memudar saat teringat Nean yang tak menyinggung satu pun hal mengenai masalah keluarganya.
Lelaki yang terlalu pengertian, tetapi kalau terus mencurahkan perhatian nanti dirinya yang akan kesulitan menghadapinya, bisa-bisa Acacia tak yakin untuk teguh memegang janji untuk berusaha tak melibatkan perasaan sekecil apa pun. Akh, sungguh rumit!
Jujur, Acacia Calosa tak pernah benar-benar merasakan sebuah ketenangan abadi. Di manapun dan kapanpun dia dituntut waspada ke sekeliling, entah ke orang tua angkat atau kerabat. Karena seseorang yang memiliki potensi terbesar untuk menyerang bukan orang lain, tetapi yang paling dekat dengannya.
Umpamanya memang lebih menakutkan orang rumah yang menuangkan racun ke dalam teh ketimbang ancaman pembunuhan dari luar. Ini realita, bukan dunia khayalan belaka.
Oleh sebab itu, Acacia tidak mudah memberikan kepercayaan pada orang lain. Karena baginya yang tak jarang mendapat luka batin dan mental dari keluarga angkat, sebuah kepercayaan jika diibaratkan ialah barang yang bernilai garib.
Tidak mau mengulang kesalahan yang sama saat masih tinggal di rumah Carissa dan Gandhi. Acacia tak akan mengalah jika kepunyaannya diambil paksa dan tak lagi menekan ego. Dia akan bertindak sebagai diri sendiri, bukan orang lain yang dibanding-bandingkan dengannya.
Acacia seakan lupa cara berkedip, mimik wajahnya berubah kaku ketika melihat ke arah bawah. Fakta yang harusnya diingat. Bukankah saat mereka berdua berpindah, ada banyak orang yang menyaksikan?!
Apakah saking asyiknya melamun, mereka menjadi pusat tontonan? Acacia mengigiti kuku, menatap horor Nean yang tengah fokus mengendalikan kekuatannya.
"Teriakan Nona mengganggu konsentrasiku." Acacia mengatupkan bibir mendengar Nean yang berkata dengan sendu. Ayolah cari aman, jangan sampai gara-gara dirinya—mereka jatuh dari ketinggian ratusan kaki, bukan? Tak epic sama sekali.
"Kita tak terlihat, Nona. Jadi jangan khawatir." Acacia menghela napas, ingin menetralkan jantung yang menari-nari di rongga dadanya dan mengerjap bingung. Apakah Nean itu sejenis penyihir yang bisa melakukan apa saja? Mengagumkan.
"Kita sedang menghilang sementara." Tersedak air liur sendiri, dia meralat ucapannya. Bukan mengagumkan, tetapi membahayakan mereka berdua. Jangan bilang rohnya lepas dari raga?
Sumpah, Acacia belum siap mati.
*****
Jumlah kata story': 1026Ajak teman-temanmu yang penikmat fantasi-misteri ke lapak ini, yuk! Mila tunggu!
![](https://img.wattpad.com/cover/254334966-288-k744269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Akromatopsia; Acacia's World (TAMAT)
Mystery / Thriller[TERSEDIA VERSI CETAK DI PENERBIT DIANDRA] "Segala jenis nafsu jahat itu terkadang bisa membunuh diri sendiri secara perlahan." Satu hal yang menggambarkan hidup seorang Acacia Calosa yang mengalami kelainan nadir: monokrom. Kata orang, hidupnya ya...