Warning! Buat yang punya riwayat jantung, boleh di skip mungkin di bagian 'horor' :D
***
"Dunia ini penuh dengan orang-orang baik. Bila kau tak menemukannya, maka jadilah salah satunya."
Sang surya perlahan menjingga, menandakan bahwa hari mulai beranjak malam. Acacia membumi di rumah kediaman kakak sepupunya. Setelah Kenanga memarkirkan motornya di garasi. Kedua gadis itu melangkah memasuki kawasan perumahan yang terkenal ditinggali oleh kaum-kaum elit.
Perjalanan jauh menggunakan motor ternyata sungguh meletihkan. Bokong Acacia berdenyut kram alias mati rasa karena berlama-lama duduk di jok penumpang. Dia maklum atas alasan Kenanga tak mengendarai mobil, selain terburu-buru menjemputnya sehabis menghadiri mata kuliah dosen killer, dia juga datang dari rumah sakit menjenguk Riana—mamanya yang sakit.
Saat tahun kemarin dia mengetahui kalau Kenanga mencoba pertama kali mengendarai mobil dan lolos dalam ujian, Acacia meminta Kenanga membawanya ke tempat yang jauh untuk menguji seberapa hebat sang kakak sepupu. Pulang-pulang, Acacia mabuk akibat acara Kenanga yang berjibaku membalap di jalan sepi.
Sejak saat itu Acacia merasa jera menantang Kenanga untuk hal-hal yang sebenarnya tak patut ditiru.
Oh, ya, omong-omong sekarang Kenanga sedang duduk di bangku perkuliahan semester lima. Dia lulus menjadi alumni terbaik di Sunshine High School kurang lebih tiga tahun silam, lalu diterima di universitas ternama impiannya. Acacia dan dia selisih empat tahun saja.
Acacia cukup kagum akan keuletan kakaknya yang terlihat selalu beruntung di segala hal-hal yang baik. Prestasi sepupunya seperti tak pernah mengecewakan. Beberapa kelemahan yang ada pada Kenanga tersamarkan oleh bakat-bakat menonjol dirinya.
Kapan Acacia bisa berada di tempat yang sama dengan Kenanga? Berdiri di atas tanpa harus merasa takut dihakimi dan tak dipandang rendah? Dipuja-puja, bukan, didamba serta orang-orang merespon baik?
Ya, posisi itu ternyata sulit digapai Acacia selama berambisi mengejar langkah Kenanga. Peluangnya bukannya dekat, justru semakin menjauh.
Mungkin ... sempurna bukanlah sesuatu yang dia butuhkan.
Kesempatan bisa datang dari mana saja asal Acacia mau bersungguh-sungguh dan benar-benar memanfaatkan satu-dua kelebihannya."Duduk dulu, aku ambilkan minum untuk menjamu Yang Mulia Putri," kelakarnya. Acacia terkekeh geli saat Kenanga berpose membungkuk dan menaruh tangan kiri di dada, persis pelayan.
"Ada-ada saja. Ya, silakan," balas Acacia tersenyum tipis seraya menatap langit-langit rumah usai Kenanga pergi ke pantry. Iris kuning limau pucatnya berpendar kuyu.
Acacia berulang kali menggeleng, berusaha mengusir bayangan perseteruan Gandhi dan Carissa. Sementara waktu dia tak ingin menemui atau mengingat yang berkaitan dengan orang tua angkatnya.
Titik fokusnya jatuh pada sebuah lukisan yang terpanjang di lemari berhiaskan onarmen arkais. Ukuran lemari itu nyaris mencapai tinggi badannya, lalu kaca yang membingkai tak tembus pandang sehingga gelap tak terlihat apa pun benda yamg tersimpan di sana, dan lukisan wajah seseorang yang asing bagi Acacia.
Namun, tiada angin atau hujan, mata dari wajah di lukisan itu bergerak ke samping seakan sedang menatapnya. Sorot mata wajah pria tersebut terkesan lekat, tajam, juga dingin membuat jantung Acacia seolah terlepas. Saking terkejutnya, dia berteriak dan hampir terjengkang dari sofa.
Meskipun Acacia telah berhasil menyeimbangkan tubuh, dia masih berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak kencang. Pun tak sadar kalau sempat menahan napasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akromatopsia; Acacia's World (TAMAT)
Mystère / Thriller[TERSEDIA VERSI CETAK DI PENERBIT DIANDRA] "Segala jenis nafsu jahat itu terkadang bisa membunuh diri sendiri secara perlahan." Satu hal yang menggambarkan hidup seorang Acacia Calosa yang mengalami kelainan nadir: monokrom. Kata orang, hidupnya ya...