Acacia bergerak slow motion saat ada yang menyinggung namanya. Rasa gugup seketika membuncah tatkala melihat pria berperawakan tinggi dengan mahkota emas bertengger di atas kepalanya kini tengah berdiri di hadapannya.
Jemari putih dan lentik Acacia dibuat tremor karena kehadiran orang yang mereka bertiga nanti-nantikan. Derap langkah yang terdengar membuatnya membatu untuk sesaat. Melihat Brigid dan Marley segera memberi salam penghormatan, gadis itu mengikuti.
Pria muda yang ditaksir berusia sekitar tiga puluhan mengangkat tangan, meminta supaya ketiganya berhenti. Acacia merasa bahwa orang itu tadi sempat mengulas senyuman samar. Hampir tak terlihat kalau saja dirinya tak menilik dengan benar.
"Terima kasih, karena kalian sudah datang. Saya cukup senang dengan ini." Acacia kira orang bergelar raja itu tak bisa mengucapkan kata terima kasih secara langsung karena wajah yang terlihat tidak bersahabat, tetapi ternyata dugaannya salah.
"Hohoho, justru kami yang harusnya berterima kasih karena Yang Mulia Raja Lucifer bersedia mengundang kami bertiga." Marley dan Brigid seperti sudah terbiasa menerapkan etiket bangsawan di tempat ini, lain halnya dengan Acacia yang nampak kaku.
"Bagaimana dengan Anda, Nona?" Raja Lucifer beralih menatap Acacia yang tersentak saat dipanggil. Gadis itu nampak salah tingkah sebelum akhirnya menjawab dengan lirih.
"Ya? Saya pun sependapat dengan mereka. Desain yang jadi pelengkap di istana ini rancangannya sangat sempurna sampai saya tak bisa berkata-kata, Yang Mulia."
Raja Lucifer terkekeh, wajah tampan itu bersinar terang. Menyilaukan saja. Acacia mengedarkan pandangannya ke sekeliling istana yang masih dihuni orang-orang dari berbagai kalangan, pakaian mereka terlihat indah dan anggun melunturkan kepercayaan diri yang berusaha dibangunnya.
Acacia menghela napas pelan, melirik jaket pemberian Nean yang terpasang di tubuhnya—buat apa dirinya susah payah berdandan seperti ini? Jikalau orang yang diperhatikan tidak sadar?
"Ah, saya lupa tentang hal penting. Apa Anda memakai hadiah yang saya berikan, Nona Acacia?" Si empunya nama memusatkan perhatian kepada Raja Lucifer yang mengembangkan senyum seksinya, lantas mengangguk.
"Bagaimana kalau kita berdua pergi ke tempat yang lebih sepi?" tawarnya. Acacia membisu, apakah dia terima saja tawaran menggiurkan itu? Lagi pula, dirinya juga sudah jenuh karena sekarang baru dimulai acara minum-minuman beralkohol.
Namun, Acacia merasa sedikit risih sebab ribuan pasang mata hanya tertuju padanya dan Raja Lucifer, agaknya mungkin seterusnya gadis yang memiliki tinggi badan seratus enam puluh sentimeter itu akan sulit kalau memilih menyetujui ajakan pria yang sukses memperoleh gelar raja di usia yang cukup muda ini.
Ya, bagaimana tidak? Berlandaskan dari sumber informasi yang diberikan Brigid dan Marley, Raja Lucifer yang dipuja-puja seluruh rakyat Kerajaan Kegelapan, karena keahliannya dalam berpedang dan berhasil menumpas semua musuh di medan perang, dia pun bisa mendapatkan kedudukan raja dengan bakatnya yang menonjol sejak dini, saat berumur seperempat abad.
"Tentu saja saya bersedia, Yang Mulia." Acacia tidak bisa menolak dengan alasan yang tak masuk akal. Jadilah dengan setengah hati, gadis itu membuntuti langkah lebar Raja Lucifer menuju ke sudut istana yang jauh dari keramaian tamu-tamu undangan.
Tidak lupa, Acacia membawa gelas berisi alkohol berdosis rendah di genggamannya, benda paling krusial yang harus ada di setiap acara-acara perayaan orang berpangkat tinggi, terlebih seorang raja berkompeten yang memimpin suatu sistem di sebuah kerajaan.
"Nona, Anda kenapa jadi dua orang?" Setelah saling bersulang, Acacia yang masih sadar sepenuhnya menatap Raja Lucifer yang sepertinya sudah mabuk berat karena meminum beragam alkohol.
Sebenarnya beberapa saat lalu, Acacia berpikir Lucifer akan mengintimidasi dirinya di depan banyak orang, tetapi itu tak terjadi. Setidaknya gadis cantik itu masih bisa bernapas lega saat ini.
Namun, bagaimana cara membawa pria yang nyaris teler akibat minum-minum? Acacia jadi berpikir jika dia memapah Raja Lucifer, akan banyak yang berasumsi buruk karena hal itu.
Posisi Acacia serbasalah. Mau dirinya melakukan apa pun, pasti mereka tak akan menyukainya karena kedekatan gadis itu dengan si raja iblis tampan.
"Anda lemah terhadap alkohol, ya?" Wajah Raja Lucifer yang memerah karena dipengaruhi alkohol menatap Acacia lekat-lekat, kemudian gadis itu mendapatkan anggukan malu. Astaga, raja iblis yang satu ini membuatnya gregetan saking gemasnya.
"Terus kenapa Yang Mulia Raja memaksakan diri untuk minum?" Raja Lucifer menggembungkan pipi saat mendengar gelak tawa kecil Acacia, seakan-akan mengejek pria bermahkota emas itu secara tidak langsung.
"Para bangsawan sialan itu terus menekan saya untuk minum-minum yang keras begini. Karena kalau saya tak bisa, saya akan dilengserkan dari posisi raja." Raja Lucifer bercerita ini-itu, tentang bagaimana liciknya para bangsawan yang tiada henti untuk merundung dirinya, sementara Acacia duduk menyimak dengan tenang.
Di saat-saat seperti ini, Raja Lucifer yang terkenal karena gerakan pedang yang tangkas kini terlihat rapuh dan menampilkan sisi lembutnya. Acacia jadi teringat mendiang ayahnya yang telah tiada yang mempunyai sifat penyayang dan senang bercanda.
Acacia terakuk, berniat menyeka bulir hangat yang berjatuhan satu per satu. Sebelum Acacia kembali mendongak, sebuah tangan menahan kepalanya—beralih memegang pipi gadis itu yang masih basah. "Ada apa, Yang Mulia?"
"Harusnya saya yang bertanya, Anda kenapa menangis? Apakah perkataan saya ada yang menyakiti Nona?" Raut Raja Lucifer dipayungi rasa risau. Dia menghapus jejak air mata di wajah Acacia dengan lembut, seakan takut merusak dandanannya.
"Tidak, saya yang terlalu emosional," bantah Acacia. Yang Mulia tertekuk tidak suka. Dengar-dengar orang yang sedang mabuk akan berkata jujur terhadap perasaannya sebab alam sadarnya diambil alih kalau kadar alkoholnya tinggi, itulah yang gadis itu ketahui sekilas.
"Rupanya Anda sedang tidak baik-baik saja. Mengapa Nona berbohong pada saya?" Raja Lucifer mencibir. Acacia melebarkan mata terkejut, selain sang kakak sepupu—ternyata ada orang lain yang peka.
"Itu karena saya ... tidak mau orang-orang melihat kelemahan saya." Gadis itu tersenyum samar, sarat akan getir. Raja Lucifer tertegun, tetapi tak lama memilih bersandar di bangku tempat mereka berdua menyendiri.
"Tapi sungguh, saya bukan tidak ingin berbohong ke Yang Mulia," imbuhnya. Raja Lucifer memicingkan mata penuh selidik, pria muda itu meraih kedua pundak gadis dengan blouse biru dongker menawan pelan agar menghadapnya sepenuhnya.
"Saya tidak permasalahkan Anda mau berbohong atau tidak, tapi janganlah bersikap seolah Anda baik-baik saja." Raja Lucifer menyambungkan, "Nona bukanlah mesin tak berperasaan yang diharuskan bekerja tanpa kenal lelah. Anda adalah manusia yang diciptakan dari tulang rusuk pasangan Anda."
Acacia masih termangu, meski Raja Lucifer melepaskan pegangannya.
"Anda adalah manusia yang identik dengan air mata saat dikecewakan pada kehidupan yang tidak berjalan sesuai harapan. Camkan itu, Nona!"
*****
Jumlah kata story': 1020Hai-hai, bagaimana part ini?
Mengharukan atau sedih?Maaf baru bisa up malam, soalnya daku ketiduran karena capek.
Eh ya, buat pecinta second lead bisa merapat ke cerita baruku yg rilis di Memories!
Ginilah penampakannya. Kepo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Akromatopsia; Acacia's World (TAMAT)
Mistério / Suspense[TERSEDIA VERSI CETAK DI PENERBIT DIANDRA] "Segala jenis nafsu jahat itu terkadang bisa membunuh diri sendiri secara perlahan." Satu hal yang menggambarkan hidup seorang Acacia Calosa yang mengalami kelainan nadir: monokrom. Kata orang, hidupnya ya...