6

10.4K 2.1K 399
                                    

Hyunjin membuka matanya dengan perlahan, sebuah siluet cahaya mulai menerangi kelopak matanya membuatnya terpaksa untuk membuka matanya perlahan.

Tubuh nya Refleks berdiri ketika ia menyadari beberapa memori-memori yang masuk begitu saja ke dalam pikirannya.

"Renjun?" Hyunjin berteriak dengan keras memanggil nama adiknya membuat Yuta yang tadinya tengah menelfon putranya yang masih ada di jepang segera mematikan sambungan telfonnya.

"Hyunjin Hyunjin tenang, Otousan bilang tenang" ucap Yuta yang memeluk Hyunjin yang terlihat gelisah dengan nafas yang memburu.

"Renjun dia sadar di mana dia sekarang?" Hyunjin melepaskan pelukan Yuta dengan kasar segera menyusuri setiap ruangan yang ada mencari keberadaan Renjun.

Melihat itu Yuta mengeram emosi dan menarik lengan putranya untuk bisa berhadapan dengannya secara langsung.

"Renjun belum sadar Nakamoto Hyunjin" Yuta meninggikan volume suaranya membuat Hyunjin mematung menatap sang Ayah.

"Dia membantuku saat pusing itu menghampiri ku lagi tadi, Dia sudah sadar" balas Hyunjin masih tak terima dengan apa yang  Ayahnya katakan.

Memori Hyunjin mengingat jelas bagaimana sesosok pria bertubuh kurus itu memberikan uluran tangannya bahkan memapahnya untuk masuk ke kadalam kamar. Hyunjin mengingat itu semua bahkan suara sang adik yang baru saja memberikan doa mimpi indah padanya masih terekam jelas. Hyunjin menggeleng mencoba melepaskan cengkraman sang Ayah yang masih menggenggam erat lengan pakaiannya.

Yuta sontak memeluk Hyunjin erat agar Hyunjin dapat berfikir dengan jernih kembali, 

"Tenanglah, sekarang kembali ke kamar mu untuk sementara waktu" ucap Yuta yang masih menepuk-nepuk pelan bahu lebar putranya.

"Ku mohon" lanjut Yuta lagi dan segera mengantarkan Hyunjin untuk masuk ke kamar.

Yuta sontak mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi salah satu instansi Rumah Sakit yang ia tahu untuk mengirimkan dokter psikiater untuk Hyunjin. Yuta tak dapat lagi menoleransi keadaan yang di alami Hyunjin barusan karna itu sudah cukup keterlaluan dari sebelum-sebelumnya. Hal ini tak hanya terjadi sekali baginya, karna Hyunjin menceritakan langsung beberapa kali kepadanya jika ia bertemu dengan Renjun dan ia juga  terkadang melupakan memori itu seakan ia tak pernah bertemu dengan Renjun.

Halusinasi yang di buat oleh Hyunjin kali ini membuat Yuta harus membawanya pada Psikiater untuk tahu apa yang sebenarnya putra pertamanya itu alami.

Setelah hampir menunggu satu jam, seorang pria dengan balutan jas putih mulai bertamu di kediaman mereka membuat Yuta sontak menceritakan semua permasalahan yang dialami putranya hingga kejadian-kejadian Hyunjin yang selalu berhalusinasi bertemu dengan Renjun. Setelah mendengar semua percakapannya dengan Yuta, sang Dokter kemudian masuk ke dalam kamar Hyunjin bersama dengan Yuta di dalamnya. Terlihat Hyunjin yang tengah duduk di depan balkon jendela tengah melamun.

"Apa kau baru saja bertemu dengan adikmu?" Sang Dokter bertanya begitu saja setelah ia duduk di samping Hyunjin sedangkan Yuta terlihat mengamati percakapan keduanya .

Hyunjin yang mendengar itu terlihat antusias pada sang dokter,

"Jadi kau mempercayai jika aku bertemu Renjun?" tanya Hyunjin dengan senyuman lebar membuat sang Dokter tersenyum.

"Bisakah kau deskripsikan tentang hidupmu padaku?" tanya sang Dokter, Hyunjin terlihat diam dan menunduk.

"Aku tumbuh dari keluarga yang terpecah belah dan ga pernah pernah peduli dengan perasaan ku sama sekali, aku harus menyiksa adikku sendiri agar dia tak di siksa orang lain, Mama dan otosan pergi meninggalkanku saat aku ada di titik terendah dalam hidupku hingga aku selalu berfikir untuk apa aku hidup , apa mama dan otosan ga pernah berfikir jika mereka pisah aku lah yang terkena imbasnya aku sebagai putra mereka lah yang dirugikan" Hyunjin terdiam, suaranya kian melirih hingga air mata itu terus terjun membasahi kedua pipinya.

"Andai mereka tidak bercerai, aku tidak akan pernah mengenal nama Renjun dalam kehidupanku dan aku tidak akan pernah menyakitinya sama sekali dan ketika aku tinggal bersama Mama aku iri dengan Renjun namun saat aku tinggal bersama Otosan aku selalu iri terhadap kembar karna kau selalu merasa tak dianggap diantara mereka" Hyunjin melanjutkan kata-katanya dengan suara getir.

"Hyunjin, Adikmu tidak pernah ada di sini sekarang dengarkan penjelasanku" ucap Sang Dokter secara perlahan untuk tidak membangkitkan emosi milik Hyunjin yang mungkin bisa memperburuk keadaan.

"Renjun yang sering kau lihat satu tahun terakhir ini adalah Halusinasi yang di ciptakan oleh hati dan fikiranmu yang terlalu dalam"

"Halusinasi?" Hyunjin mengangkat kepalanya dengan perlahan menatap tajam sang Dokter.

"DIA BUKAN HALUSINASI TAPI DIA ADIKKU" Hyunjin berteriak keras dambil mencengkram kerah sang Dokter, Yuta yang melihat itu segera memisahkan keduanya agar Hyunjin tak  melakukan hal macam-macam

Sang Dokter lalu segera mengeluarkan sapu tangan dari dalam sakunya dan meneteskan beberapa tetes obat bius di atas sapu tangan dan segera menutup pernafasan Hyunjin dengan sapu tangan tersebut.

Pergerakan Hyunjin mulai melemah seiring hembusan nafas yang Hyunjin lakukan. Yuta sontak menidurkan putanya dan kembali menemui sang Dokter.

"Maaf atas tindakan putraku padamu tadi" ucap Yuta sambil menunduk empat puluh lima deajat sebagai permintaan maaf.

"Tak apa, itu sudah menjadi hal biasa bagi seorang Dokter Psikiater seperti ku" ucap sang Dokter sambil tersenyum.

"Tuan, aku menyarankan padamu untuk membawa Hyunjin ke Rumah Sakit Jiwa untuk menyembuhkan psikis trauma yang putramu alami dengan Dokter yang lebih berpengalaman karna traumatis yang putramu alami sangat mendalam aku juga telah mencatat resep yang harus kau ambil untuk putramu" ucap sang Dokter yang memberikan secarik kertas pada Yuta.

Setelah mengantar kepergia sang Dokter, Yuta sontak kembali masuk ke kamar Hyunjin. Ia duduk tepat di sebelah putanya dan mulai mengusap surai lembut putranya yang tertidur pulas.

"Maaf, Otousan tak berfikir sejauh itu saat aku bercerai dengan Irene semuanya terjadi begitu saja tanpa aku sadari" Yuta terddiam menahan helaan nafas berulang kali.

"Tidurlah, Aku akan melakukan semuanya untuk mengembalikan semua kebahagianmu termasuk Renjun kembali"

[ √ ] EVANESCENT ¦ AMERTA S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang