Hyunjin membuka matanya perlahan, hembusan angin yang membuat rambut nya menari-nari membuatnya sedikit tenang. Kini Hyunjin tengah duduk di pinggiran Roftoop Rumah Sakit yang cukup tinggi, sedikit lalaian saja tubuh Hyunjin akan menghilang selamanya.
"Sepertinya aku telah lelah sekarang, aku ingin bebas dari semua ikatan takdir ini" Hyunjin berucap lirih dan dengan perlahan mulai beranjak berdiri.
Wajah pucat, bibir kering, rahang yang tirus, tubuh sedikit kurus, bawah mata yang menghitam. Penampilan yang di bawakan Hyunjin telah memperlihatkan betapa sangat terpuruknya anak itu saat ini.
"Hyung. . . . "
Panggilan itu membuat Hyunjin tersenyum tanpa menoleh kebelakang, sebuah suara yang sangat dihafal oleh Hyunjin.
"Pergilah, kau hanya ilusi ku" balas Hyunjin mencoba mengusir ilusi yang kembali mendekapnya.
"Aku bukan ilusi Hyung, ini aku adikmu Huang Renjun" balas Renjun dengan hati-hati.
"Hyung mundurlah dan kemari kau bisa terjatuh nanti" ucap Renjun perlahan mencoba memberikan tangannya pada sang kakak agar bisa di raih.
"Pergilah jun, orang-orang akan menertawakan ku karna halusinasi ini" ucap Hyunjin dengan lirih.
"Hyung, aku bukan halusinasi tapi ini nyata aku adikmu jadi kumohon kemarilah"
Suara derapan kaki terdengar dengan begitu nyaring dari arah tangga,
"Oni-chan" lirihan itu membuatnya segera menghampiri sang kakak yang terlihat sayu.
Renjun hanya terdiam ketika melihat seorang remaja di bawahnya mulai menghampiri Hyunjin dengan wajah gelisah.
Brakkk
Hyunjin mendorong Shotaro kebelakang membuat remaja itu mundur beberapa langkah.
"Jika ini bukan ilusi ku maka aku akan mengatakan sesuatu pada mu kalian"Renjun mendongakkan kepalanya menatap sang kakak lembut.
"Hyung minta maaf, ini semua bukanlah kemauan Hyung dan juga Mama ini semua terjadi karna kami berdua takut kamu akan celaka karna sahabat mu sendiri, aku tau kau sulit memaafkan aku dan Mama tapi setidaknya aku telah mengatakan semua ini dengan begitu jelas dihadapanmu" ucapan Hyunjin berhasil membuat Renjun menggelengkan kepalanya tak terima.
"Tidak Hyung kumohon kemarilah"
"Dan untukmu Shotaro" Hyunjin mengabaikan kalimat Renjun dan beralih berbicara pada Shotaro.
"Jaga Otousan dan Sungchan dengan baik, aku tau rasa tanggung jawab mu lebih tinggi dari pada Sungchan jadi jaga mereka dengan baik mengerti, aku telah lelah dengan semua dunia halusinasi yang kuciptakan sendiri disini" nasihat Hyunjin membuat Renjun segera mendekati Hyunjin dengan perlahan berniat menarik sang kakak agar menghindar dari ujung Rooftoop.
"Sayonara"
Deg
Renjun mematung tak percaya, beberapa detik setelah sang kakak mengatakan ucapan selamat tinggal dalam bahasa Jepang. Hyunjin menerjunkan dirinya sendiri dari Rooftoop.
"HYUNG"
"ONI-CHAN"
keduanya sontak berlari menuruni tangga dengan begitu cepat mencoba menyusul sang kakak yang entah bagaimana keadaannya di bawah sana. Airmata kedua adik tiri itu telah terjun membasahi kedua pipi nya dengan begitu cepat. Kaki yang dipaksakan untuk berlari mulai melemas tak mempercayai apa yang baru saja mereka berdua saksikan. Ketika sang kakak menerjunkan dirinya sendiri di hadapan keduanya terekam dengan sangat jelas dalam benak masing-masing. Cahaya swastamita yang menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat. Warna merah di langit pada waktu matahari terbenam dan terbit disebabkan oleh kombinasi hamburan Rayleigh warna biru dan tingkat kepadatan atmosfer bumi itu menambah rasa sesak dalam dadanya.
Semua orang telah mengitari seorang pria yang telah berbaring kaku dengan darah yang telah bersimbah dimana-mana. Renjun dan Shotaro lalu menembus kerumuan itu dan menghampiri sang kakak.
"Hyung?"
"Oni-chan?"
Renjun segera memeluk sang kakak tak peduli darah yang terus keluar itu mengotori pakaiannya. Airmata terus lolos dengan sangat deras mencoba menepuk pelan pipi sang kakak agar trus tersadar.
"Ren jun " lirihan itu sontak membuat Renjun mendekatkan telinganya pada mulut sang kakak.
"Ma ma gin jal"
Renjun merasakan tangan yang dingin itu mengusap pipi nya dengan begitu pelan.
"Maaf"
Srett
Renjun terkejut ketika tangan yang tadinya mengusap pipinya dengan perlahan kini menjauh dengan begitu saja, bahkan kedua mata sang kakak telah terpejam dengan begitu sempurna.
"Hyung hyung kumohon bangunlah Hyung!" Renjun berteriak frustasi saat sang kakak tak kunjung memberikan reaksi. Shotaro yang sadar siapa pria yang memeluk kakak nya itu lalu mengambil sebuah topi hitam yang terjatuh di dekatnya dan memakaikannya pada Renjun.
"Oni-chan, pergilah bukankah Dia ingin melindungi mu jadi pergilah kau tak boleh ada di sini" Shotaro berujar dengan lirih pada Renjun meski ia masih belum paham semuanya yang terjadi ia harus menghindarkan Renjun dari sana dan menepis semua pertanyaan yang ada dalam pikirannya.
Dengan lemah, Renjun mulai berdiri melepaskan pelukannya dengan begitu perlahan dan beranjak meninggalkan kerumunan itu. Banyak pasang mata yang menatap Renjun yang berjalan dengan tatapan kosong ditambah pakaiannya yang berwarna cerah telah penuh dengan noda merah. Bahksn wajahnya yang putih bersih pun ikut terdapat bercakan darah.
Renjun terus berjalan tanpa memikirkan kemana tujuanya, ia hanya harus terus berjalan sesuai keinginan kedua kakinya. Hingga kakinya terhenti depan sebuah rumah kecil di pnggiran jalan, tangannya dengan perlahan menurun kan knop pintu dan masuk begitu saja ke dalam rumah itu. Matanya menatap punggung seorang wanita yang tengah menatap sebuah foto besar yang terpajang rapi di sisi dinding. Tanpa menyadari keberadaan Renjun disana, Renjun mulai menghampiri wanita itu yang terlihat sangat sempurna bagi Rejun saat ini. Renjun sontak memeluk perempuan itu dari belakang membuat perempuan itu tersentak lalu terdiam. Matanya terpejam menikmati hembusan nafas yang ada di belakangnya. gadis itu sangat mengenal hembusan nafas pria di belakangnya dengan begitu jelas.
"Kau pulang? Renjun" Nara berucap dengan begitu lembut mengusap jemari Renjun yang ada di pundaknya dengan perlahan.
Nara sontak memutarkan badannya dengan perlahan, ditatapnya pria dihadapannya dengan begitu lembut. Jemari tangannya dengan perlahan mulai mengusap surai rambut hingga pipi milik Renjun.
Nara membawa Renjun untuk duduk di sebuah sofa panjang. Sofa yang ia duduki saat pertama kali Renjun membawanya ke rumah itu pada malam itu.
"Menangislah" ucap Nara dengan senyumannya yang begitu berbeda saat ia terakhir bertemu dengan gadis di depannya itu, senyuman yang begitu menenangkan Renjun, mungkin karna faktor ia yang telah menjadi seorang ibu.
Renjun kembali memeluk Nara dengan begitu erat, tangisnya mulai pecah ketika mengingat saat sang kakak baru saja pergi begitu saja sebelum ia berhasil mengenalkan Asta serta calon istrinya pada sang kakak.
Nara terus mengusap punggung Renjun dengan air mata yang ikut terjun begitu saja, rasa sesak mulai menghinggapi nya saat melihat Renjun menangis dengan sangat memilukan di pelukannya. Sebenarnya Nara begitu terkejut saat Renjun memeluknya dengan begitu hangat tadi membuatnya kehilangan kepercayaan jika Renjun telah tiada dalam hati serta fikirannya hilang begitu saja karna nyatanya pria yang sangat ia cintai kini ada dalam pelukannya.
"Aku disini untukmu jun"
KAMU SEDANG MEMBACA
[ √ ] EVANESCENT ¦ AMERTA S2
Fanfiction"Sia, Renjun itu milik Nara sekarang dan Nara lebih berhak atas semuanya dibanding kamu" - Haechan "Kamu pulang?" - Nara "Aku akan menjadi Ayah paling hebat untuk Asta" - Renjun "Renjun milikku" - Sia