18

1.6K 391 2
                                    

Yuta menatap Irene dengan pandangan iba, berita kematian Hyunjin telah terdengar di seluruh penjuru keluarga. Yuta sangat mengingat bagaimana jeritan dan tangisan memilukan Irene saat mengetahui Hyunjin menerjunkan diri dari Roftoop Rumah sakit. Yuta lalu menghampiri Irene dengan perlahan, Irene yang masih duduk diatas kursi roda dengan menatap rintikan hujan di balik jendela dengan begitu tenang.

"Ganti pakaian mu, tak baik masih menggunakan pakaian pemakaman saat di rumah" ucap Yuta pada Irene yang masih mengenakan pakaian serba hitam, Irene tak begeming sama sekali. Suasana duka masih menyelimuti keluarga Nakamoto dengan begitu kental. Shotaro dan Sungchan tak terlihat sama sekali setelah pemakaman Hyunjin selesai.

Lirihan tangisan kembali terdengar dalam indra pendengaran Yuta membuatnya segera menggenggam jemari Irene dengan segera.

Tangisan yang tadinya terdengar lirih kembali terdengar sangat keras dan menyakitkan semakin lama.

"Putra ku tiada lagi, semua darah dagingku tiada" Irene berkata dengan selingan air mata yang begitu deras. Setelah kematian Reina kini Irene harus di limpahkan kematian putra laki-laki nya Kehidupan Rumah tangga yang tak begitu mulus ditambah kehilangan kedua anaknya membuat Irene benar-benar terjatuh di dasar titik terlemah anak itu.

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja nanti" ucap Yuta dengan begitu lembut mencoba menenangkan Irene.

Di sisi lain, Renjun telah berada di depan rumah sewaan Yuta dengan balutan jas pemakaman serta topi hitam yang menutupi sebagian kepalanya.

Dengan langkah tegas, Renjun mulai memasuki Rumah sang itu dengan begitu perlahan, Shotaro yang telah menunggu Renjun sejak awal sontak membantu Renjun menemukan kamar sang ibu. Wajah Shotaro yang kecil terlihat begitu bengkak dengan bawah mata yang menghitam memperlihatkan bagaimana kehilangan nya anak itu.

Renjun membuka kamar itu dengan perlahan, Topi hitam nya telah terlepas dan terletak begitu saja diatas nakas.

"Mama" Renjun berujar dengan suara yang bergetar,

Yuta berbalik menatap Renjun dengan tatapan sulit diartikan, ribuan pertanyaan mulai berkecamuk dalam pikirannya ketika sepasang matanya menangkap Renjun yang terlihat sangat sehat di samping Irene.

Srett

Yuta menepis tangan Renjun dengan begitu kasar saat Renjun akan menggenggam tangan Irene.

"Bukankah kau seharus nya telah mati? itu sangat adil kan" ucap Yuta menatap Renjun dengan tatapan benci.

"Jika kau masih hidup maka katakan hidup, kau lihat Kakak mu mengidam Skizofrenia dan selalu berhayal kau selalu ada di sekitar nya dan kau lihat sekarang dia mati, dia mati karna terlalu memikirkan dirimu karna rasa bersalah nya, tapi sekarang apa yang terjadi kau hidup dan anakku mati begitu?" Yuta berujar dengan sangat keras membuat Renjun menatap Yuta dengan tatapan kosong.

'Benar, kematian kakaknya di sebabkan oleh nya jika saja sejak awal ia bertemu dengan sang kakak ia tak akan menyaksikan kematian Hyunjin dan mungkin saja Hyunjin kini tengah baik-baik saja'

Batin Renjun dengan rasa bersalah yang mulai menyelimuti hati dan fikiran nya. Deru nafasnya mulai tak tenang.

"Ini bukan salahnya Yuta, keluarlah aku akan berbicara dengan Renjun" ucap Irene yang mulai angkat bicara dengan lirih meminta Yuta untuk keluar dari kamar itu.

"Tidak, aku tidak akan membiarkan mu bersama dengan anak pembawa sial ini"

"YUTA!"

Yuta terdiam ketika Irene membentaknya dengan nada tinggi.

"Kumohon, biarkan aku bicara pada Renjun" nada Irene kembali melemah memohon pada Yuta agar dirinya dapat berbicara dengan leluasa. Yuta menatap tajam Renjun sebelum dirinya keluar begitu saja meninggalkan Irene dan Renjun berdua disana.

Irene lalu memutar sedikit kursi roda yang ia kenakan untuk dapat mengulurkan tangannya pada Renjun yang masih mematung di lantai.

"Renjun-ah" Tangannya mengusap pipi sang anak dengan begitu lembut.

"Jangan dengarkan apa yang Yuta katakan, itu hanyalah emosi nya yang keluar karna kehilangan seorang anak" ucap Irene dengan lembut tanpa memberikan nada benci meski apa yang Yuta kataka tak bisa Irene bantah.

"Kenapa Mama nyelametin Renjun waktu itu? kenapa Mama ga biarin Renjun meninggal aja hari itu Ma, kenapa? Renjun cape Mah"

Mendengar kalimat putranya, Irene sontak menjatuhkan diri dari kursi roda kedepan agar bisa memeluk Renjun.

"Apa kau mau aku kehilangan putra kesayanganku lagi? tidak aku tidak akan membiarkan anakku mati untuk berkali-kali" Irene memeluk Renjun dengan begitu hangat.

"Kumohon jangan bicarakan kematian di hadapan ku" ucap Irene lagi dengan terus-terusan mengecup surai hitam milik Renjun. Renjun menangis dalam dekapan sang ibu, rasa bersalah mulai mendera perasaannya membuatnya befikir atas semua kejadian yang terjadi selama ini karna dirinya yang memang seorang pembawa sial.

Berawal dari ia yang hanyalah seorang anak tidak sah dari Chanyeol dan Wendy, Sang adik yang ia sayangi meninggal di hadapannya saat ia masih kanak-kanak, sahabatnya yang mengincar nyawanya sejak remaja, ia yang berhasil merusak masa depan milik Nara dengan menjadi seorang ibu, Hyunjin yang mengalami depresi karna selalu memikirkan rasa bersalahnya hingga berakhir meninggal di depannya, dan kini ia melihat sang Ibu yang menderita.

"Mama, keberadaan ku adalah takdir yang buruk aku ingin tuhan segera melepaskan semuanya dariku dan membiarkan ku tenang tanpa penderitaan yang menyakitkan ini Ma"

[ √ ] EVANESCENT ¦ AMERTA S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang