BAB 20.

734 151 26
                                    

Seperti merasakan bangun dari tidur panjang dengan rasa sakit di sekujur tubuh, netra Christian akhirnya terbuka lalu mengerjap pelan karena cahaya putih di atasnya memenuhi pandangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti merasakan bangun dari tidur panjang dengan rasa sakit di sekujur tubuh, netra Christian akhirnya terbuka lalu mengerjap pelan karena cahaya putih di atasnya memenuhi pandangan. Dinginnya logam terasa dari borgol yang membelenggu kedua pergelangan tangannya, dikaitkan di besi ranjang khas rumah sakit di ruangan serba putih beraroma jeruk sedikit menyengat. Jam dinding yang berada di depannya terlihat menunjuk angka enam lewat tiga puluh menit, cahaya jingga masih tersemat di cakrawala dari kaca jendela yang tertutup. Selang dan perban menyetubuhinya; terutama di pundak dan betis bagian kanan. Tubuhnya terpakai sebuah pakaian tipis berwarna biru di badan, serta selimut putih garis-garis hitam yang menyelimuti bagian pinggang hingga kaki. Di samping kanannya, duduk seorang pria dengan potongan rambut burr cut, mengenakan jaket jeans hitam dengan kaus senada, serta dompet lambang kepolisian Korea Selatan yang merupakan kartu tanda anggota, bertengger manis di leher empunya. Mata pria itu menatap Christian yang terbaring dengan pandangan sendu.

"Sudah sadar?" Nada suara yang tenang dari sang pria membuat Christian menatapnya, mendesah singkat di posisinya yang telentang. "Aku senang kau tidak mati." Pria itu melanjutkan.

"Tidak usah basa-basi," ujar Christian parau.

Pria itu malah berdecih, "Setelah sekian lama, aku menangkapmu, Byungchan Bang."

"Namaku Christian Bang, Bajingan!"

"Kenapa kau tidak memakai nama yang diberikan bapak panti lagi?"

Christian mendengkus, "Kau masih tanya kenapa?" Ia mencoba untuk bangkit dari posisi, tapi gari yang berada di pergelangan tangannya begitu mengganggu. Christian jadi tidak leluasa untuk sekadar menghajar pria yang berprofesi sebagai polisi ini di hadapannya. Gara-gara pria itu, Christian jadi kembali mendengar nama itu lagi, nama kecilnya yang sudah hampir ia lupakan dan terkunci di dalam memori.

"Berterima kasihlah padaku, Byungchan."

"Sudah kubilang namaku bukan Byungchan! Aku tidak pernah dan tidak akan pernah sudi menggunakan nama dari bajingan biadap itu lagi."

Pria botak itu tertawa pelan melihat Christian yang berusaha melepas borgol meski meringis. "Tenang, aku hanya bercanda. Dan, tidak usah memaksa membuka borgol yang terkunci itu karena percuma." Christian berhenti memberontak, ia memperhatikan pria itu yang menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Yang penting, kau sudah tertangkap. Senang bertemu dengan saudara lama di sini."

"Sejak kapan kita menjadi saudara?"

Pria itu bergeming, hanya menatap lamat wajah Christian yang terpejam seraya menggoyangkan pergelangan tangannya agar borgolnya bisa lepas, meski Christian tau itu tidak mungkin.

"Setelah pulih, kau akan dibawa ke penjara pusat di kota Seoul," tutur pria itu lagi, membuat Christian menghembuskan napas panjang, "kau bisa cari pengacara dari sekarang."

"Aku ingin bertemu anakku terlebih dulu." Omongan Christian mampu membuat mata pria di kursi terbelalak.

"Kau sudah punya anak?"

[✓] VENUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang