Genap setengah semester Rika si gadis aneh ini berada di sekolah. Dari kabar burung yang gua dengar, hampir semua cowok di sekolah —kecuali gua— sudah menyatakan cinta padanya. Mulai dari cowok yang tampangnya ganteng, hingga yang aur-auran. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil merebut hati gadis aneh satu ini. Terkadang gua pun tidak habis pikir, apa hebatnya sih dia? Bisa-bisanya dia menolak semua cowok yang berusaha mendekatinya. Beberapa orang menanyakan pertanyaan serupa ke gua.
“Dra, lo nggak coba deketin cewek paling cantik di sekolah itu?”
tanya mereka.Gua selalu menjawabnya dengan jawaban yang sama.
“Nggak akan, bahkan kalau dunia ini berakhir dan hanya menyisakan gua, dia, dan kecoa di dalamnya, sepertinya gua akan memilih…”
“Kecoa?” potong mereka.
“Lebih milih matilah! Kenapa harus kecoa?” ketus gua.
Namun, hidup memang penuh dengan kejutan. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kalau waktu bisa di ulang, rasanya gua ingin mengulang hari bodoh itu.
Seorang kakak kelas memanggil gua saat jam istirahat. Pria berambut jabrik bernama Anto ini membawa gua ke kantin belakang. Terlihat sekumpulan pria bertampang kusam sedang duduk-duduk di sana. Menyadari kehadiran gua dan Anto, mereka memalingkan pandangan ke arah gua.
“To, ini mau ngapain sih? Kenapa mereka natap gua begitu?” bisik gua.
“Yah elah slow aja kali, kita nggak bakal ngapa-ngapain elo kok,” jawab Anto dengan entengnya.
“Eh Raf, gua udah bawa si Ravindra nih!” sahut Anto ke pria bernama Rafael. Rafael pun keluar dari tengah kerumunan pria bermuka kusam itu.
“Ravindra, Ravindra, Ravindra,” sapa anak berkacamata yang tidak gua kenal itu. Ia menepuk pundak gua.
“Elo siapa?” tanya gua mengeles dari tepukan pundak sok akrabnya.
“Kenalin, nama gua Rafael, pria tertampan di kelas 12,” ucap Rafael sambil menyodorkan tangannya untuk berjabatan dengan gua.
Oh, jadi ini yang namanya Rafael.
Ngomong-ngomong soal Rafael, dia ini adalah salah satu playboy juga di sekolah. Ya, meskipun tidak satu level dengan gua. Namanya cukup sering dibicarakan orang-orang, hanya saja gua tidak pernah tahu dan tidak pernah ingin tahu dia ini seperti apa.
“Oh, jadi elo yang namanya Rafael,” sapa gua sambil menerima jabatan tangannya.
“Tau gua kan lo? Pria playboy keren yang sudah pacaran sebanyak 48 kali,” ucap Rafael dengan sombongnya.
“Engga. Kalian manggil gua kesini buat apa?” singkat gua.
Rafael mendengus, “Waah, kabar yang beredar benar ya. Lo tampan dan lo sombong,” dia mendekatkan wajahnya ke gua, “Oke! Kita langsung ke intinya. Jadi gini, lo pasti kenal perempuan cantik dan imut yang bernama Rika, ‘kan?” lanjutnya.
“Rika Azahra? Kenal, dia sekelas sama gua. Emangnya kenapa?” gua balik bertanya.
“Lo udah pernah ngobrol sama dia?”
“Belom.”
“Negor?”
“Belom.”
“Nyapa?”
“Belom sama sekali!” jawab gua mulai kesal.
“Tapi elo pasti tau ‘kan, kalau dia itu nggak pernah nerima satu pun cowok yang nembak dia?” Rafael mulai serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)
Teen Fiction"Kamu jangan mengikutiku pulang! Nanti kamu akan mati!" kata Rika di hari pertama mereka bicara. Anak baru itu mengaku kalau ia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia lain, salah satunya kematian. Sejak hari itu, kehidupan sempurn...