Andai Takdir Seperti Permen Karet

1 0 0
                                    

 Malam ini semua orang terlihat begitu rapih. Tak sedikit dari mereka yang memakai setelan jass dan dress seperti menghadiri acara pernikahan. Entahlah, gua hanya menerka-nerka beberapa orang yang masih gua ingat dulu. Wajah mereka jelas sudah berubah. 7 tahun tidak kesini, tempat ini terasa begitu berbeda. Gedungnya yang semakin besar, parkirannya yang makin luas. Hemm yang tersisa mungkin hanya warung penjual gorengan depan gerbang. Tempat favorit Sadat nongkrong dulu. "Jegrek" Gua membuka pintu mobil. Kenapa gua begitu tegang ini hanya sebuah reuni. Ayolah Ravindra, lo pernah jadi pria terkeren di tempat ini dulu. Lalu mengapa sekarang lo begitu kikuk.

"Oy gondes, kok diam aja disini? mau minta tanda tangan gua ya?" Tiba-tiba saja seseorang berbisik di samping gua persis. Sontak gua langsung menoleh. Gua memandangi pria yang begitu nyentrik beridiri di samping gua ini. Gua mengerutkan dahi, apa gua pernah bertemu dengannya dulu.

"Sorry, siapa ya?" Tanya gua. Orang ini tertawa begitu keras mendengar pertanyaan itu.

"Bercanda nih orang, lama gak ketemu lo jadi lucu sekarang ya hahahah" Orang ini membuat gua tambah bingung. Dia malah tambah tertawa seolah gak percaya. Yah seterahlah. Gua meninggalkan orang ini bersama tawanya yang masih ada.

"Woy oy Ravindra!" Panggilnya gua menoleh. Dia membuka kaca mata hitamnya. "Seriusan? Sumpah? Lo gak punya tv dirumah atau apa?"

"Punya tapi gak pernah gua nyalain, oke kalau lo masih pengen ketawa gua kedalam dulu ya." Gua berjalan lagi.

"Astaga naga, ketus orang ini dari dulu gak pernah berubah ya. Ini gua cecunguk ini gua Rafael!" Gua langsung menoleh.

"Rafael?" Tanya gua mendekat sekarang. Gua mengamatinya lebih lagi. Wajah sok cool yang dia keluarkan buat gua ingat akhirnya.

"Rafael?"

"Iya!"

"Rafael kakak kelas gua dulu?"

"Iya!"

"Yang ngeband sama gua dulu?"

"IYA! TEPAT!"

"Yang kalah ganteng sama gua dulu?"

"I-" Dia berhenti sebelum menyalesaikaannya. Gua tertawa kecil melihat reaksinya

"Lo apa kabar?"

"Very good, good bangetlah gua. Lo sendiri gimana? Btw lo serius gak ngenalin gua? guanih sekarang artis!!!"

"Artis?"

"Iya, singer tepatnya." Gua tertawa mendengar itu.

"Penyanyi? Gila gua gak salah dengar? Lo ingat, lo hampir di bunuh Sadat dulu karena suara lo yang mengerikan itu, kok bisa sekarang lo jadi penyanyi sih hahahaha"

"Ehhh, itukan dulu. Lagian jadi seorang singer itu bukan perihal suara bagus. Tapi gimana ngebawain lagu yang enak. You knowlah"

"Iya-iya lo keren. Keren kok"

"Ohh iyaa gua jadi ingat, dia apa kab-"

"WOOOOO GILA ADA ARTISSSS!!!!" Seru Sadat dari depan gerbang. Dia berlari langsung merangkul kami. "Gilaa gua kangen banget sama kalian, terutama abang panutan gua yang udah jadi artisnih."

"Udah tau artis lo main cekek-cekek ajanih"

"Ehh sorry-sorry" Sadat melepas rangakulannya. "Ravindra sahabatku lo apa kabar? Gila gua kangen parah sama lo!! Coba liat Raf, dia sekarang gondrong hahaha makin keren aja lo"

"Lo juga keren kok, bapak kantoran" Kata gua."Ohh iya, Cha-cha dimana?"

"Masih di mobilnoh biasa emak-emak mau tampil perfect. Kata dia reoniantuh bukan sekedar ajang kumpul, tapi juga pamer"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang