Beberapa minggu telah berlalu semenjak kejadian kebakaran itu. Karena gedung Sekolah gak memungkinkan untuk dipakai, terpaksa Sekolah kami menumpang ujian di Sekolah lain.
Setelah ujian, Sekolah diliburkan beberapa minggu sampai perbaikan gedung Sekolah selesai. Meskipun Sekolah masih dalam tahap perbaikan, tapi guru-guru beserta anak-anak kelas tiga tetap ngotot ingin mengadakan sebuah pertunjukan guna melepas kepergian anak kelas tiga yang sudah dinyatakan lulus. Jujur saja, diacara perpisahan ini gua benar-benar gak habis pikir dengan Rafael. Bak orang yang gak berdosa. Dia menjadi orang yang paling getol dan napsu membuat acara pelepasan ini. Dia gak sadar kalau dirinyalah penyebab dari kebakaran itu.
Acara pelepasan anak kelas tiga diadakan beberpa minggu lagi. Guru-guru mengundang semua anak-anak Sekolah untuk wajib hadir ke acara ini. Karena menurut gua acara ini gak terlalu penting, gua gak berniat sama sekali untuk hadir di acara yang dipenuhi banyak orang ini. Lagian, di acara itu pasti ada Rika. Entahlah, sejak gua memeluknya di Rumah sakit waktu itu. Muncul kecanggungan di antara kami, untungnya Sekolah libur jadi kami gak harus bertemu. Dan sepertinya kemampuan dukunnya juga sedang off belakangan ini. Jadi, gak ada kejadian merepotkan lainnya yang mencelakakan gua belakangan.
***
Hari ini, Andi ketua kelas mengajak kami semua berkumpul di Rumahnya. Ada sesuatu yang ingin dia bicarakan, entahlah apa itu, dia tidak bilang apa yang ingin dibicarakan di telfon. Tadinya gua gak mau datang. Tapi ia bilang ini cukup mendesak, jadi mungkin gua orang yang terakhir sampai di Rumahnya. Eh tapi tunggu dulu, mengapa ada Rafael disini?
Singkat cerita panitia pelepasan akan mengadakan lomba pementasan. Tiap kelas harus punya perwakilan untuk acara pentas tersebut. Kelas kami berdebat cukup panjang soal apa yang akan kita tampilkan. Sampai akhirnya, kita semua sepakat akan membentuk sebuah grup band. Yang tidak bisa dipercaya, Rafael tiba-tiba ikut nimbrung menjadi salah satu anggota di kelas kami. Itu semua terjadi ketika Rika mengajukan diri untuk ikut kedalam anggota band tersebut. Karna dia panitia dan juga kakak kelas, teman-teman tidak bisa berkomentar banyak. Astaga gua benci melakukan ini, tapi kalau tidak ada gua, kelas kita pasti gagal bukan? Akhirnya terpilih beberapa orang. Gua, Rika, Rafael, Cha-cha dan Sadat
***
Waktu sudah semakin sore. Anak-anak sudah mulai pulang dari Rumah Andi. Di gerbang Rumah Andi, gua menarik tangan Rika yang baru saja keluar dari gerbang.
"Plekkkk" Gua menarik tangan Rika.
"Ravindra? Ada apa?"
"Shuttttttttttttt!!!" Jari telunjuk gua mengarah ke bibirnya. "Jangan kenceng-kenceng, masih banyak anak-anak di dalem" Kata gua.
"Ya udahhh aku pelanin," Rika memelankan suaranya "Ada apa?"
"Hemmmm, ckkk." Ada jeda "Kejadian waktu di rumah sakit hari itu." Gua membuang wajah. "lupain aja"
"Kejadian yang mana?" Tanya Rika seolah-olah dia lupa. Si dukun ini benar-benar, masa dia lupa kalau di peluk sama gua sih!? Heh gak mungkin lah dia pasti melakukan ini karna malu. Kata gua dalam hati.
"Bercanda lo," kata gua.
"Kejadian yang manasih?" Si menyebalkan ini, gak mungkin. Gak mungkin dia lupa.
"Yahh elah Ka" Gua menyolek pundak Rika "Jangan pura-pura lupa napa, masa lo lupaa sih di peluk cowo setampan ini!?"
"Di peluk? ohhhh yang waktu itu di Rumah Sakit?" Astaga, ternyata dia benar-benar lupa!?
"Lo-loo-looo aaaahhhhhh!!!!" Kata gua gregetan.
"Kenapa sih Dra? Kok kamu jadi aneh gitu?" Tanya Rika polos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)
Teen Fiction"Kamu jangan mengikutiku pulang! Nanti kamu akan mati!" kata Rika di hari pertama mereka bicara. Anak baru itu mengaku kalau ia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia lain, salah satunya kematian. Sejak hari itu, kehidupan sempurn...