PAPAH...

1 0 0
                                    

Pagi ini adalah pagi pertama gua masuk sebagai anak kelas 3 di sekolah. Gua cukup antusias menyambut pagi ini. Terlihat dari wajah gua yang memancarkan senyum ketampanan sedari tadi.

"Den Ravi tumben senyam-senyum pagi-pagi gini" Kata Bi Rose sambil menaruh beberapa menu sarapan di meja makan.

"Harus senyum dong bi masa pagi-pagi udah ruet aja."

"Ohh iya den, Soal selimut yang waktu itu den tanyain. Bibi tau den siapa pelakunya."

"Ha? Siapa emangnya?"

"Den Ravindra pasti kaget kalau tau yang rapihin si bapak" Kata Bi Rose dalam pikirannya.

"Ha!? Bibi tau dari mana kalau papah yang nyelimutin aku?"

"Kok den Ravindra tau kalau itu bapak" Bi Rose tidak melanjutkan kata-katanya ketika papah turun dari ruangannya sudah berpakaian rapih duduk di depan meja makan bersama gua sekarang. Orang ini, sebenarnya dia itu orang yang seperti apasih. Tiba-tiba saja gua mengingat perkataan Rika

"Meskipun begitu, Papah kamu dia sangat menyangi kamu lebih dari apapun Dra."

Huft, Rika benar-benar mempengaruhi gua sepertinya. Ah ini bakal canggung banget tapi, setidaknya gua harus coba. Gua tersenyum lebar melihat wajah papah.

"Pah" Panggil gua. Ia sedikit terkejut menoleh ke gua

"Iya?" Ayo Ravindra dia udah melihat kesini. Ini saatnya lo ngomong sesuatukan. Huft, sial ini sulit sekali. Tapi ah sudahlah

"Ma-maaf dan terima kasih" Kata gua dengan sangat canggung. Papah menghentikan suapan nasi goreng itu kemulutnya. Ia menatap gua heran. Begitu juga dengan bi Rose.

"Bu-buat apa kamu ngomong gitu?" Tanyanya dengan wajah heran.

"Semua hal yang papah lakuin, pasti ada alasannyakan? Kenapa papah jaga jarak, Kenapa papah seolah gak perduli sama Ravindra. Tapi yang Ravindra tau." Ada jeda. Astaga, gua susah sekali untuk ngomong hal seperti ini "Papah sayang sama Ravindra. Karna Ravindra juga begitu." Papah tidak bisa berkata melihat gua melontarkan kata-kata itu diiringi senyum lebar. Perlahan dengan wajah seolah tak percaya papah terlihat sedikit tersenyum. Sampai tersedak.

"Ehem! ehem!" Ia tersedak. Setelah batuk itu, ia gak bicara apa-apa. Situasi ini benar-benar canggung. Sudahlah gua gak tahan dengan situasi ini.

"Ya udah aku jalan duluan ya pah udah telat" Gua mengambil tangan papah dan salim. Ini adalah pertama kalinya gua salim sama papah. Melihat itu Bi Rose seperti terharu ia melemparkan jempol mantapnya kearah gua. "akhirnya hubungan tegang papah dan anak di rumah ini cair juga." Kata bi Rose dalam pikirannya.

"Ra-Ravindra!" Panggil papah gua menoleh.

"Iya?"

"Ehem, kalau papah gak sibuk nanti. Kamu kosongin jadwal yah"

"Kenapa emangnya?"

"Ki-kita pergi liburan." Katanya. Gua benar-benar gak menyangka hari ini akan datang. Gua bingung harus menanggapinya seperti apa.

"I-iya. Oke kalau begitu" Kata gua tersenyum lalu pergi.

Gua gak tau Rika bakal bilang apa kalau gua cerita ini ke dia. Ahh dia benar-benar mengubah gua.

***

Siapa sangka, sekolah yang waktu itu terbakar cukup parah sekarang sudah selesai di renovasi dan malah jadi lebih bagus dari sebelumnya. Semua orang mulai memasuki kelas baru mereka termasuk gua, Rika, Sadat dan Cha-cha yang terlihat sangat lengket sekarang. Seperti biasa ketika memasuki kelas baru, kami pasti mengadakan pemilihan ketua kelas dan seksi-seksi lainnya. Agus terpilih sebagai ketua kelas baru, Sadat yang sudah sangat on fire dan pd abis kalau dia akan memenangkan pemilihan itu harus mengisap jempol. Dia hanya mendapat 3 suara, 1 diantara suara itupun adalah dirinya sendiri. 2 sisanya paling Rika dan Cha-cha. Dia marah besar ke gua, karna lebih memilih golput dari pada memilih dirinya.

Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang