Hujan Kesedihan

0 0 0
                                    

Sekarang, gua di skors satu minggu sampai kepala sekolah memberikan keputusan untuk mengeluarkan gua atau tidak. Semua orang di sekolah membenci gua. Hampir setiap hari kata-kata hujatan mereka lontarkan ke gua. Untuk pertama kalinya bukan Bi Rose yang datang ke sekolah ketika ada panggilan guru. Papah yang hadir.

Sepulang dari sana, Dia tidak bilang apa-apa. Ia menatap gua dalam lalu berkata,

"Jangan berkelahi lagi lain kali." Sambil menepuk pundak gua. Dia hanya bilang itu melihat wajah gua yang masih memar. Gua gak bereaksi apa-apa. Hanya diam dan menunduk. 3 hari setelahnya, gua hanya menghabiskan waktu dirumah. Tepatnya di balkon dekat kamar. Menatap langit yang mendung tapi tidak hujan. Gua gak tau apa yang terjadi tapi Rika gak pernah membalas pesan gua sama sekali 3 hari ini. Cha-cha bilang dalam pesan singkatnya Rika sudah dua hari gak masuk sekolah. Dia sudah gak di bully lagi tapi semua orang masih enggan bicara padanya, tak apalah semuanya pasti akan kembali kesediakala. Soal kenapa dia gak balas pesan gua, dia pasti marah sekarang, Iya dia pasti marah karena gua mengambil keputusan secara sepihak. "Bemmm. Bemmmm" Suara handphone gua bergetar seseorang menelfon. Tante Lilis? Gua mengangkat telfon itu.

"Ravindra! Tolong tante Ravindra" Katanya dengan suara panik.

"Ada apa Tante?"

"Rika, Tante gak tau dia kemana. Dari semalam dia pergi dan belum pulang sampai sekarang. Tante gak bisa hubungin dia. Tante udah cari dimana-mana tapi dia gak ada. Tante takut ada yang terjadi sama dia Ravindra" Suaranya sekarang diiringi tangis.

"Ha!? Yaudah tante sekarang tenang Ravindra akan coba bantu cari dimana dia"

Ada apa lagi Rika? Apa yang lo lakuin sekarang? Gua langsung menyalakan motor dan mencari dimana dia. Sama seperti tante Lilis telpon gua juga gak di angkatnya.

"SIAL!!! ANGKAT TELPONNYA!!!" Kata gua kesal mencoba menghubunginya sambil mengendarai motor. Suara Guntur mulai bergemuruh. Langit mendung tadi mulai berubah gelap sekarang. Semua tempat yang pernah kami datangi gua telusuri tapi dia juga tidak ada disana. Sebenarnya lo dimana Rika!? Apa yang ada di kepala lo sekarang? Disaat gua ingin menelfonnya kembali, tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari Tasya. Apa ini? Sebuah foto? Dia memfoto tulisan tangannya di secarik kertas. Notif pesan ini gak hanya dari chat personal, tapi grup sekolah juga. Gua menghentikan motor dan membaca pesan itu.

Tidak mungkin!? Jantung gua berdetak begitu cepat, bahkan itu baru setengah dari keseluruhan pesan yang gua baca. Tangan gua berkeringat nafas gua terengah-engah. Tak membacanya sampai habis gua langsung menggas motor gua ke rumah Tasya. Gemuruh Guntur tadi membawa hujan yang begitu deras sekarang. Gua menancap gas lebih dalam lagi. Yang gua pikirkan saat ini benar-benar sesuatu yang mengerikan dan itu buat gua ketakutan setengah mati. Sama dengan Rika, telfon Tasya juga gak di angkatnya. Sial apa yang terjadi dengan mereka. Gua membawa motor dengan kecepatan tinggi gak perduli sekarang sedang hujan. Beberapa kali gua hampir menabrak tapi untungnya itu hanya hampir.

Sampai di depan rumahnya kaki gua benar-benar lemas. Apa ini? Kenapa semua orang ada di sini? Beberapa tetangga dekat rumah Tasya berkumpul di depan rumahnya. Gua menunduk, gua gak mau membaca pikiran mereka semua gua gak mau!!!! Sial suara gunjingan mereka terdengar jelas. Gua berusaha gak mendengar apa yang mereka bilang dan berjalan sambil menutup telinga. Langkah demi langkah yang gua pijak membuat kaki gua makin lemas. Air mata gua jatuh dengan sendirinya ketika masuk kedalam rumah. Kenapa ini apa yang lo pikirin Ravindra? Gak terjadi apa-apa jangan berpikiran bodoh!! Kata gua dalam hati. Kalian tau, ketika sampai di kamar Tasya tepat di depan kamarnya yang tebuka lebar. Gua terjatuh seperti anak bayi yang baru belajar berjalan. Guntur keras berbunyi dan nampak membuat siluet mengerikan beberapa detik di hadapan gua.

Tasya, di-dia. Dia sudah tergantung di kamarnya ketika gua sampai di sana. Om Surya ayah Tasya menangis kejar di lantai tepat di bawah Tasya. Beberapa orang membuka ikatan yang menggantung di lehernya menurunkan jasad Tasya dan meletakannya di kasur. Untuk beberapa detik gua seperti tidak sadarkan diri. Ini pasti bercandakan? Ini pasti mimpi!? Tapi cengkraman Om Surya ketika dia melihat gua menyadarkan gua kalau ini adalah nyata.

Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang