Saat ini, gua menjalani kehidupan baru. Gua adalah seorang Ravindra Ghifahri yang bisa membaca pikiran orang lain. Gua tidak tahu pasti apa penyebabnya, yang jelas, kekuatan aneh ini muncul setelah kecelakaan mengerikan itu. Hanya dengan melihat sekilas mata mereka, isi pikiran mereka dapat gua dengar dengan jelas, dan gua tidak bisa mengendalikan itu. Sudah berbagai cara gua coba untuk mengurangi kebisingan ini. Mendengar lagu keras-keras, memakai earplug, menutup kuping dengan tisu dan hal gila lainnya untuk menutup telinga. Tapi, semua itu sia-sia. Mungkin, meski pun telinga gua copot, suara itu akan tetap masuk. Kondisi ini membuat gua merasa bahwa kepala gua bisa meledak kapan saja.
***
Gua membuang selimut yang masih melekat di tubuh. Setelah memastikan mata gua terbuka dengan baik, gua segera menyambar handuk yang menggantung di kamar mandi. Tidak lama bersiap, gua menuju ruang makan untuk sarapan. Gua terkejut melihat pria yang bahkan tidak menjenguk gua sekali pun di rumah sakit. Dia sedang duduk membaca koran sambil minum kopi di ruang makan. Papah, dari tatapannya saja kita bisa tahu kalau orang ini menyimpan banyak rahasia.
Papah bilang, dia tidak mengetahui keberadaan mamah setelah perceraian mereka yang terjadi tidak lama setelah gua lahir. Dia orang yang sangat keras, kami berdua tidak pernah bisa berbincang. Saat kami bersama, dia akan terlihat tidak nyaman dan pergi begitu saja. Hubungan orang tua dan anak di antara kami ini memang sangat aneh. Dia terlihat sangat tidak menginginkan kehadiran gua di hidupnya. Itulah yang membuat gua sangat membencinya. Gua tidak pernah merasa dianggap sebagai anaknya. Dia tidak pernah menceritakan kenapa gua tidak punya ingatan masa kecil. Ketika di rumah, dia akan menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Entah apa yang dia lakukan di sana, itu ruangan paling terutup di rumah ini. Tidak ada orang selainnya yang pernah masuk ke ruangan itu, termasuk Bi Rose. Dia bahkan tidak mengizinkan Bi Rose membersihkan ruangan itu. Namun, meski kami jarang bertemu dan berkomunikasi, dia selalu meninggalkan gua uang dengan jumlah yang sangat banyak. Sejumlah uang yang tidak akan pernah kalian bayangkan untuk anak seusia gua.
"Papah tumben pulang ke rumah," sindir gua sambil makan.
"Papah lagi nggak terlalu sibuk. Kamu gimana? Papah dengar sudah sehat?" kata Papah sambil minum kopi tanpa menatap gua.
Kalimatnya membuat gua sangat muak. Gua diam untuk beberapa saat, lalu terpikir sesuatu. Ini kesempatan yang bagus untuk mencari tahu sesuatu yang dia sembunyikan.
"Pah, sekarang mamah dimana?" tanya gua langsung melihat kedua bola mata Papah.
Tidak ada jawaban dari mulutnya, dia hanya menghela nafas panjang.
"Ravi! Udah berapa kali Papah bilang? Berhenti menanyakan hal itu! Karena Papah nggak tau dimana dia sekarang!" bentak Papah yang dengan segera meninggalkan gua.
Aneh, tidak terdengar suara apa pun di kepala gua.
Bibi Rose yang sedang mencuci piring di samping ruang makan heran melihat itu.
"Ish, bapak macam apa sih dia? Udah nggak jenguk anaknya di rumah sakit, pas anaknya pulang malah dimarah-marahin!" ucap Bi Rose dalam pikirannnya.
Gua masih merasa aneh, kenapa kemampuan gua tidak bekerja pada Papah? Entahlah, gua pun bergegas ke sekolah.
***
Sepanjang perjalanan ke sekolah, gua mencoba menundukkan kepala agar kepala ini tidak menerima pikiran-pikiran bising dan tidak penting orang lain. Dan karena hal itu, sekarang gua jadi terlamabat.
"Astaga, Ravindra! Kamu sudah sehat? Akhirnya kamu masuk sekolah lagi. Tapi kenapa bisa terlambat sih?" tegur Bu Indah di depan gerbang.
"Aduhh nggak tega juga aku ngomelin murid ganteng ini, dia 'kan habis sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)
Teen Fiction"Kamu jangan mengikutiku pulang! Nanti kamu akan mati!" kata Rika di hari pertama mereka bicara. Anak baru itu mengaku kalau ia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia lain, salah satunya kematian. Sejak hari itu, kehidupan sempurn...