Itu Yang Terakhir Kulihat.

2 0 0
                                    

Kalian tahu? Jatuh cinta itu kadang menyebalkan yah. Senin sampai jumat bertemu sepertinya itu belum cukup buat gua. Bahkan setiap habis mengantarnya pulang gua langsung rindu. Mungkin ini terdengar nora, tapi ketika gua bersamanya sepertinya apapun yang gua lakukan itu menyenangakan. Bahkan gak jarang gua ikut ke dalam permainan aneh yang ia lakukan setiap istirahat.

Pertarungan antar pulpen, pertempuran galaksi dari pesawat kertas, perdebatan gak penting soal rasa permen karet dan masih banyak permainan gila lainnya yang kekanak-kanakan. Siapa yang menyangka, seorang Ravindra Ghifahri melakukan semua kegilaan ini. Tapi yang paling parah dan gua gak ngerti adalah, gua suka melakukan itu. Gila gua benar-benar gila. Kalian pernah mendengar pepatah yang bilang saat jatuh cinta tai kucing akan terasa seperti coklat? Sekarang gua mengerti maksud pepatah itu. Yah intinya gua senang ketika dia senang. Jadi itulah alasan mendasarnya. Kalau kalian pria dan mencintai kekasih kalian sepenuhnya. Gua yakin kalian akan mengerti.

Sekarang sedang hujan. Jadi kami berteduh dulu di halte. Memang sudah tidak bisa ditutupi lagi, kalau dia ini benar-benar suka hujan. Dari ekspresinya, gerak tubuhnya terlihat kalau dia ingin membasahi dirinya. Tentu saja gua melarangnya kali ini. karena sebentar lagi kita akan ujian nasional. Dan gua gak mau dia sakit. Tapi melihat seluruh gerak tubuhnya di samping gua. Baiklah kali ini saja.

"Pakai ini" Kata gua seraya memakaikan jaket bomber yang gua kenakan.

"Untuk apa?"

"Melakukan hal yang lo suka" Kata gua sambil menyalakan mesin motor. Matanya membesar.

"Sungguh!? benaran!? Tapi tadi kata kamu jangan"

"Okey kalau begitu gak jadi" Kata gua mematikan kembali mesin motor. Dia langsung bergegas naik ke kursi belakang.

"Ini bayarannya pak, hehehe" Katanya memberikan gua permen karet. Ch dia benar-benar.

"Kok rasa jeruk? Yang strawbery mana?"

"Tentu buatku! Berangkat!!" Serunya dengan tangan di angkat ke atas.

"Heh jangan teriak-teriak malu"

"Hehehe, habisnya aku suka hujan"

"Hanya hujan?"

"Iyalah apa lagi hehehe" Katanya sambil tersenyum. Gua tersenyum juga.

"Oke kita jalan, tapi ada syaratnya"

"Apa itu?" Gua mengambil kedua tanganya melingakarkannya ke perut gua.

"Tangan ini gak boleh lepas dari sini, paham?" Rika tertawa kecil mendengar itu lalu dia menyenderkan pipinya ke punggung gua.

"Iya, aku paham Ravindra" Sumpah kalau kalian dengar nada bicaranya kalian pasti akan jatuh cinta.

"Kalau begitu kita berangkat!" Gua menggas motor. Hujan siang hari, mengguyur kami pelan sepanjang perjalanan. Rintik demi rintik air yang ia jatuhkan membuat hati gua nyaman. Hujan romantis? Sepertinya ketika bersama Rika hujan yang datang akan selalu begini.

"Ravindra" Panggilnya dengan posisi masih sama seperti tadi.

"Apa?" Tanya gua dengan suara agak keras karena suara hujan meredam suara gua.

"Kamu yakin gak mao tau jawabannya?"

"Apa!? Gua gak dengar!?" Tanya gua dengan suara makin keras.

"MAU TAU JAWABANNYA GAK!?" Rika mengeraskan suaranya

"Masih kurang keras! Gua gak dengar" Kata gua, padahal gua mendengarnya jelas. Rika mengambil nafasnya dalam-dalam.

"MAU TAU JAWABAN!-" Gua tersenyum dan tertawa mendengar itu.

"ENGGAK! GAK MAO!!"

"KENAPA!?"

"GUA GAK MAO INI BERAKHIR, RIKA!! GUA CINTA SAMA LO!" Rika terkejut dan tertawa mendengar itu

"Ravindra!, kekencengan kamu udah gila ya? Semua orang melihat kitatuh."

"Memang itu tujuannya. Gua ingin seluruh dunia tau hehehe."

"Ravindramah" Kata Rika sayu.

"Kenapa? Lo gak suka?"

"Suka heheh." Katanya perlahan ia menaruh bibirnya di punggung gua. Sepertinya ia sangat malu. Baju putih ini akan menjadi saksi kalau pernah ada seorang wanita cantik yang meletakan bibirnya di sana. Hey baju putih lo harusnya bersyukur. Hahaha, mungkin kalau dia bisa bicara dia akan berterima kasih ke gua dan mengemis-ngemis agar tidak dicuci.

Sampai di depan rumahnya, hujan mulai reda meskipun rintik-rintiknya masih terasa. Gua yang basah kuyup harus segera pulang.

"Ya sudah, kamu segera pulang ganti baju. Nanti kamu sakit" Kata Rika masih mengunyah permen karet, ia memakaikan jaket yang gua pakaikan sebelumnya.

"Iya gua pulang, lo cepat masuk sana. Gua pergi pas lo udah masuk" Kata gua.

"Tidak. Aku masuk kalau kamu pergi dulu hehehe"

"Enak aja. Yasudah kalau gitu gua gak akan pergi" Kata gua sambil memeletkan lidah.

"Ehh jangan nanti kamu sakit kamukan tadi gak pake jaket pasti kedinginan"

"Cie khawatir hehehe."

"GR! heheh" Gua tersenyum. "Kalau begitu, aku masuk ya."

"Rika!" Gua berjalan masuk melewati pagar dia langsung terkaget ketika gua mengecup keningnya.

Matanya kemana-mana permen karet yang ia kunyah tertelan. Gua tersenyum melihat itu.

"Yasudah cepat sana masuk. Hati-hati"

"Hati-hati? Kan Cuma kedalem"

"Bukan itu maksudnya" Gua menunjuk ke dadanya. "Di sana sekarang ada Gua di jaga baik-baik."

"Ravindra!" Serunya.

"Loh kenapa?"

"Jangan gombal terus!"

"Hehehe ini bukan gombal tapi himbauan yasudah masuk sana"

"Awas ya manggil lagi"

"Iya, pengen banget di panggil sih hehehe" Rika berjalan lagi kedalam. "Rika!"

"Tuhkan tau ahh di panggil terus"

"Hahahah, engga-engga sana masuk" Dan dia benar-benar masuk menutup pintunya pelan dengan senyuman. Itu adalah senyum termanisnya sejauh ini. Dan juga, itu adalah senyum terakhir yang gua lihat sebelum hari itu datang.

Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang