Jangan Harap Gua Percaya Dengan Ini.

0 0 0
                                    

Sudah mulai masuk musim penghujan. Sepertinya bukan hanya cuaca saja yang menangis. Bu Gami guru BP, panitia perpisahan, Bu Gusti wali kelas dan Pak Slamet alias kepala sekolah alias preman pensiun alias mantan napi alias intel entahlah masih banyak nama lain beliau yang di buat oleh anak-anak karena kegarangannya. Memiliki wajah garang dan sifat yang keras membuat semua guru-guru sepertinya tertekan olehnya. Tidak hanya guru, muridpun juga sama. Jika sampai ada yang ketauan tauran dan sampai membawa nama sekolah anak itu akan langsung berhadapan dengan beliau. Dan percaya gak percaya setelah si anak keluar dari ruangan Pak Slamet, wajahnya akan pucat bak bertemu monster. Ketika ditanya mereka gak akan bilang apa-apa hanya menggeleng sambil terima nasib di keluarkan dari sekolah. Gua gak tau apa yang di lakukan Pak Slamet tapi yang jelas itu bukan sekedar omelan. Sama seperti hari ini, Begitu Pak Slamet, Bu Gami dan panitia perpisahan masuk kedalam kelas semuanya terdiam. Pak Dika guru matematika yang sedang memberikan kisi-kisi UN pun juga terdiam anak-anakpun sama.

"Waduh pak Slamet. Pasti ada apa-apanih"

"Aduh kok ada pak Slamet siapa yang kena masalah laginih"

"Aduh tegang gua" Kata anak-anak saat dalam pikirannya Pak Slamet datang. Namanya memang Slamet, tapi bisa dipastikan gak ada gambaran Slamet kalau berurusan dengan orang ini. Melihat mereka datang gua sudah tau apa tujuan mereka.

"Pak Dika maaf, minta waktunya sebentar." Kata Pak Slamet.

"Iya pak gak papa" Satu kalimat yang di lontarkan Pak Slamet membuat anak-anak mulai berkeringat.

"Surtini silahkan" Pak Slamet mempersilahkan Surtini panitia perpisahan. Surtini menelan ludah memberanikan diri buka suara.

"Teman-teman. Ada sebuah kabar buruk yang ingin saya sampaikan. Uang jalan-jalan perpisahan kita hilang." Semua anak-anak kaget, mereka semua gelisah dan mulai bergumam. Gua langsung menengok kearah Rika yang duduk disebelah Cha-cha. Dalam hati, gua berharap kali ini gak ada kaitannya dengan dia "DER!!!" Suara meja yang di pukul Pak Slamet membuat satu kelas membeku.

"Kalau orang lagi ngomong. DI DENGARIN!!" Seru beliau suaranya sangat keras mungkin sampai ke 3 kelas di belakang.

"Total hampir 50 juta uang hasil patungan hilang. Awalnya saya tidak berani bilang ini ke Bu Gami dan Pak Slamet karena acara inipun memang tanpa sepengetahuan guru. Karena kalau gurupun tahu, acara ini gak akan diizinkan. Dan juga, ini adalah tanggung jawab saya, Lidya dan Bagus untuk menjaganya. Tapi dari hasil rekaman cctv yang saya, Lidya, Bagus dan teman-teman lainnya lihat. Uang ini jelas-jelas dicuri" Ada jeda. Anak-anak lain tegang dan ingin tau siapa pencuri yang di maksud Surtini. "Pencurinya adalah anak kelas ini. IPA 1" Mendengar itu Agus ketua kelas IPA 1 angkat tangan dan berdiri.

"Maksudnya apanih? Lo pikir di kelas gua ada maling gitu? Jangan asal tuduh lo!!" Anak-anak membantu Agus dengan cara menyoraki Surtini. Dalam sorak Sadat yang duduk di sebelah gua bertanya. "Dra apa emang pencurinya di kelas ini?" Kali ini gua setuju dengan Agus. Surtini asal tuduh, karena setelah gua baca semua pikiran anak-anak. Gak ada satupun dari mereka yang melakukan perbuatan hina itu.

"Diam! Hey Agus. DUDUK!" Kata Pak Slamet.

"Tidak mau pak, Saya tidak terima teman-teman saya dituduh sebagai pencuri, itu penghinaan buat kami."

"Saya bilang DUDUK!" Kata Pak Slamet suaranya makin naik menunjuk Agus.

"Tidak mau pak! Saya tidak akan duduk sebelum Surtini mencabut kata-katanya!" Tanpa gentar si Agus ketua kelas melawan kata-kata Pak Slamet.

"DUDUK atau kamu akan menyesal saya kesana!" Kemudian Bu Gami menenangakan Pak Slamet.

"Sabar pak sabar" Kata Bu Gami sambil menepuk pundak Pak Slamet. "Agus kamu duduk dulu ya sambil mendengarkan penjelasan Surtini. Surtini bisa di lanjut" Surtini mengangguk.

Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang