Selang satu hari setelah tantangan, pagi itu gua berdandan rapi dan segera berangkat ke sekolah. Tidak lupa dengan rambut klimis diolesi pomade.
"Dra, lo tampan banget hari ini!" kata gua di depan kaca.
Sesampainya di sekolah, gua berjalan masuk ke kelas dan benar saja! Belum ada satu pun manusia yang datang sepagi ini kecuali, kecuali dia dan permen karet yang selalu ada di mulutnya itu! Dengan sangat terpaksa, gua mencoba mengajak bicara gadis aneh ini.
"Hai, Rika!" sapa gua dengan senyum semanis madu sambil berjalan ke arahnya, "Kok pagi banget jalannya, kenapa? Emang macet ya?" lanjut gua sok akrab.
"Kamu Ravindra, ya? Tumben kamu negor aku," jawabnya yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan gua, "Oh iya Dra, pulang sekolah nanti kamu jangan ikutin aku pulang ya. Tolong dengerin ucapan aku! Kalau enggak, kamu akan mati," lanjutnya santai sambil mengunyah permen karet.
Apa yang dia bilang barusan? Itu cukup menyeramkan untuk jadi bercandaan, bukan? Berjuta pertanyaan muncul di kepala gua setelah kalimat tadi. Tapi gua berusaha stay cool.
"Apa? Ngikutin kamu pulang? Mati? Itu bercandaan atau apa? Kamu nggak lagi sakit, 'kan?" tanya gua sambil menempelkan tangan ke jidatnya.
Rika segera menepisnya, "Nggak apa-apa kok, Dra. Pokoknya kamu nggak boleh ngikutin aku pulang ya, titik!" jawab gadis gila ini.
Gua hanya mengerutkan dahi. Apa maksudnya!?
"Rika, ngapain aku ngikutin kamu pulang? Lagian, alasan apa yang mendasari aku seorang Ravindra Ghifahri ngikutin kamu pulang?" tanya gua penasaran.
Rika diam sejenak, perlahan dia mengucapkan sesuatu yang membuat gua tertawa tanpa henti.
"Ravindra," ucap Rika menatap mata gua serius, kemudian dia menghela napas panjang, "Kamu tapi jangan bilang ini ke siapa-siapa ya?" tanyanya memastikan.
"Kamu..." lanjutnya dengan ragu.
"Kamu? Kamu apaan?" tanya gua mengerutkan dahi.
Rika menatap mata gua lebih dekat dari sebelumnya, "Kamu percaya nggak kalau aku bisa liat masa depan?" tanya Rika.
"HAH!? HAHAHAHA!" gua membuang wajah dan tertawa ngakak mendengar itu.
"Hadeh, Rika, lo sakit? Hahaha! Itu hal yang paling nggak masuk akal yang pernah gua denger tau nggak?" jawab gua.
"Bisa liat masa depan? Hahahaha!" lanjut gua yang masih tertawa.
"Kok ketawa? Kamu pikir aku lagi ngelucu ya, Dra? Aku tau kok beberapa hal tentang kamu. Aku tau kamu benci papah kamu, ingatan kamu yang hilang ketika kecil, dan hal-hal lainnya," ucap Rika.
Gua terkejut mendengar ucapan Rika. "Tunggu dulu, da- dari mana lo tau itu? Jawab! Oh-ohhh-ohhhhh, ternyata elo tuh penguntit yang sering ngikutin gua, 'kan? Ngaku lo!" tuduh gua menunjuk-nunjuk wajahnya.
"Kamu nih ngomong apa sih?" tanya Rika yang juga mulai emosi, "Aku tuh bisa lihat yang orang lain gak bisa lihat!" bentaknya sambil memukul meja.
Suara meja yang dipukul Rika mengagetkan gua dan mengundang anak-anak dari kelas lain yang sudah mulai masuk kelas.
Grubak grubak grubuk!
Terdengar suara larian anak-anak menuju kelas gua. Mereka seperti ingin berada paling depan untuk melihat keributan pagi hari.
"Oh my god! Kak Ravindra! Kamu ngapain sama perempuan nyebelin itu? Berduaan di pojokan lagi!" seru adik kelas bernama Cindy.
"Ravindra, sekarang e-elo sama Rika?" tanya Sadat, teman sekelas gua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Takdir Seperti Permen Karet (ON GOING)
Teen Fiction"Kamu jangan mengikutiku pulang! Nanti kamu akan mati!" kata Rika di hari pertama mereka bicara. Anak baru itu mengaku kalau ia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh manusia lain, salah satunya kematian. Sejak hari itu, kehidupan sempurn...