📙16: Tuntutan

2.6K 179 11
                                    

Jangan lupa voment ()

--------------------------

Setelah berdebat cukup panjang, Ellen akhirnya diantar pulang oleh Dipta. Ya, ia juga bersyukur karena ongkosnya tidak berkurang.

Setelah pulang, ia langsung mandi. Sekarang yang ada di pikiran Ellen hanya skripsi dan revisi. Namun, badannya seakan tidak mau diajak bekerja sama untuk menjadi ambisius. Perempuan itu hanya berbaring di kasur sambil bermain ponsel.

"Duh, bosen banget gue." Gumamnya pelan sambil membuka beberapa aplikasi secara bergantian.

Ting!

Sebuah pesan Whatsapp masuk.

Regantara
Len
P
P

Ellen mengernyit. Tumben sekali laki-laki ini mengirimnya pesan.

Ngapa?
Kesambet apa lu?

Lima menit tak kunjung di baca oleh Rega. Ellen menghela nafas, ia bertaruh tidak akan dibalas oleh si cowo dingin.

Kemudian, terlintas wajah Dipta di pikiran Ellen. Perempuan itu kemudian tersenyum miring dan membuka aplikasi Instagram-nya.

Tangannya terampil mengetik sebuah nama dengan sangat lancar. Pradipta Yudhistira. Begitulah yang Ellen ketik di kolom pencarian.

Mulutnya membentuk huruf O. "Widih, akun official kampus aja ngefollow nih dosen. Untung gak di private akunnya." Gumamnya lagi.

Beberapa menit dengan kegiatan ngestalk, yang Ellen temui hanya feed berupa gambar putranya-Nathanael. Padahal Ellen sebenarnya ingin melihat wajah tampan sang dosen. 

Ting!

Kegiatan ngestalk-nya berhenti kala melihat notifikasi Whatsapp dari Rega. Namun sebelum itu, jari Ellen tak sengaja menekan layar dua kali pada sebuah foto.

Regantara
Gak jadi.

Ingin sekali Ellen mengumpat. Ia sudah agak khawatir karena sangat jarang laki-laki itu mau mengirim pesan terlebih dahulu.

Emang anak babi. Tapi yang versi ganteng.

Tanpa memperdulikan balasan dari Rega, Ellen mulai membuka laptopnya. Tidak, ia tidak mengerjakan revisi. Ia akan menonton drama Korea yang belum sempat ia selesaikan pekan lalu.

📙📙📙

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Kegiatan rutin Dipta adalah membuat materi untuk mengajar besok, membaca draft skripsi, dan mengoreksi tugas mahasiswa.

Hidup sendirian dirumah yang agak besar memang sulit untuk Dipta, apalagi ia seorang single parent. Maka dari itu ia memperkerjakan seorang ART yang hanya datang dari pukul enam pagi sampai dua siang.

Sang putra— Nathanael, juga sering ia tinggalkan di rumah orangtuanya. Selain karena bekerja, juga karena ia sering bepergian ke luar kota untuk menjadi pembicara di Seminar.

Dipta menghela nafas. Semakin lama hidupnya semakin membosankan. Kemudian ia menggelengkan kepala, mau tidak mau ia harus menjalankan perannya sebagai orangtua tunggal dan bekerja.

Korban Ghostingan DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang