📙18: Mulai perhatian?

2.8K 196 7
                                    

Jangan lupa voment ()

--------------------------

Seminggu setelah itu, Ellen mulai menghindari Dipta. Ia tidak mau kejadian di masa lalu terulang kembali. Ellen sangat mengerti jika Dipta sudah menyimpan rasa kepadanya.
Ellen meminimalkan untuk bertemu saat konsultasi saja. Namun tetap saja, kadang-kadang Dipta mengirim pesan dengan dalih keinginan putranya.
Hari ini adalah jadwal Ellen konsultasi. Ia tidak sendiri, ada Sinta, Rakha, dan Haganta. Veron? Entahlah, laki-laki itu mungkin saja masih revisi.

"Ini pada masuk BAB 3 'kan?" Tanya Sinta.

"BAB 2 ku belum di acc, Sin," Haganta lesu.

"Hahahaha..." Tawa Rakha seakan mengejek keadaan Haganta.

"He! Di acc kau? Gak usah ketawa kau ya. Malas kali aku liatnya" Balas Haganta agak tersinggung.

"Selamat pagi. Silahkan satu orang masuk ke ruangan." Dipta keluar dari ruangannya dan menyapa para mahasiswa bimbingannya.

Tatapan Dipta tidak bisa lepas dari perempuan yang mengenakan kemeja biru dongker. Ellen. Lama sekali ia tidak melihat sosok Ellen. Kentara sekali ia menghidari Dipta.

Lama sekali Dipta menunggu, akhirnya Sinta yang konsul terlebih dahulu.

Ellen memilih untuk konsul di akhir. Kakinya melangkah menuju ruangan Dipta, sedangkan teman-temannya yang lain sudah pulang terlebih dahulu.
Ia menghela nafas sebelum mengetuk pintu. Dapat ia lihat Dipta terlihat sedang sibuk dengan laptop dan beberapa lembaran yang diyakini draft skripsi mahasiswa.

"Selamat pagi, Pak." Sapa Ellen.

"Silahkan duduk."

Ellen kemudian duduk dengan canggung. Ia mengutuk ruangan Dipta yang terasa begitu dingin karena AC.

"Ini, Pak. Draft skripsi bab 3 saya."

Dipta mendongak dan menatap lama wajah Ellen, kemudian ia menghela nafas.
"Taruh saja. Ada yang ingin saya tanyakan sama kamu."

Ellen menegakkan badannya mendengar penuturan Dipta yang terdengar serius di telinganya.
"Iya, Pak?"

"Kamu menghindar dari saya." Itu bukan sebuah pertanyaan, tapi sebuah pernyataan.

"Hah? Maksud Bapak apa ya?"

Dipta beranjak dari kursinya dan berjalan menuju tempat duduk Ellen. "Nael mau ketemu kamu, tapi kamu selalu nolak."

Ellen berdehem pelan. Ia sejujurnya tidak mau melihat wajah Dipta, tapi mau bagaimana lagi. Ia balik menatap wajah Dipta yang sedari tadi menatapnya dalam. "Saya sibuk, Pak."

Sebelah alis Dipta terangkat, "Revisi?" Laki-laki itu menyugarkan rambutnya ke belakang. Sepersekian detik Ellen terpesona karena otot lengan Dipta yang sangat kentara.

"Y-ya..Otak saya kan dibawah rata-rata."

Dipta menghela nafas. Ellen selalu mengingat ucapannya tempo dulu.

"Kenapa Ellen?"

Ellen menghela nafas. "Saya harap Bapak memperlakukan saya sama seperti mahasiswa lain."

Dipta menoleh. "Alasan logis, Ellen. Saya tidak mengerti ucapan kamu."

Ellen berdecak. Kata-kata yang ingin ia sampaikan malah tertahan di tenggorokan. "Pak Dipta kenapa sih? Saya juga bingung sama Bapak. Saya tidak mau di cap sebagai mahasiswa penjilat dosen pembimbing."

Korban Ghostingan DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang