Mobil yang kami kendarai berhenti di depan sebuah gedung bertingkat. Perjalanan tadi tak terlalu memakan banyak waktu, mungkin orang berwajah datar di sampingku sudah memperkirakan hal itu.
"Ayo turun," ucapnya sembari melepas seatbealt dan kubalas dengan anggukan.
Satu hal yang membuatku terkejut. Ketika turun dari mobil, saat itu juga Pak Kemal menggandeng tanganku hingga sampai ke ballroom hotel. Tak hanya itu, tapi hal aneh juga menyelimuti organ pemompa darahku. Seperti berpacu kebih cepat. Apa karena aku terlalu gugup, atau ... jantungku bermasalah?
"Julia?" panggil Pak Kemal dengan wajah bingungnya.
"I-iya Pak?"
"Kamu sakit? Wajahmu pucat," tanyanya yang reflek kubalas anggukan.
"Kalau begitu, setelah acara inti selesai kita pulang. Biar saya izin ke teman saya dulu."
"Ngga apa-apa kok Pak, Jule cuma kecapekan mungkin," ucapku sambil meremas ujung hijab yang kugunakan.
"Bener?" tanyanya lagi yang kubalas anggukan.
Aku masih berfikir, benarkah aku terkena penyakit jantung? Atau jangan-jangan jantungku bermasalah? Atau mungkin malah ...
"Wah, Kemal udah ada gandengan ternyata," sapa pengantin pria yang kini sedang berjabat tangan dengan Pak Kemal.
"Iya Ru, Alhamdulillaah," ucap Pak Kemal sambil menepuk pelan pundak temanya.
"Istri?" tanyanya lagi dan dibalas senyuman tipis yang baru kulihat setelah beberapa hari kita bertemu.
"Curang lo Mal, nikah ngga bilang, nggak diundang juga."
"Maaf Ru, bukan maksud nggak mau ngundang. Cuma baru akad, untuk resepsi nanti pasti diundang kok," ucapnya sebelum akhirnya kami turun dari panggung pelaminan.
Belum lama kami duduk, aku pamit ke kamar mandi. Tapi diperjalanan seseorang tak sengaja menyenggol lenganku. Hari ini mungkin bisa kunobatkan sebagai hari nabrak Jule.
"Maaf," ucapnya yang kemudian menoleh ke arahku. "Jule? Kamu kok ada di sini?"
"Aa-Ayra? Eh, itu a-anu. Tadi nemenin Kakak aku," alibiku yang dibalas anggukan oleh Ayra. Syukurlah kalau dia percaya.
Aku baru ingat kalau pengantin perempuannya tadi sepupu Ayra, pantas aku seperti tak asing melihatnya. Dan maafkan adikmu ini Kak, maaf telah menumbalkanmu hari ini.
"Oh, iya aku baru inget. Perusahaan Papa kamu ada kerjasama sama perusahaan keluargaku pantas kenal," ucapnya sambil tersenyum.
Huft, hampir saja.
"Maaf ya Jul, aku ngga bisa ngobrol sama kamu lama-lama. Soalnya aku mau pulang duluan, mamaku lagi kurang enak badan hari ini."
"Iya ga papapa, cepet sembuh ya mama kamu," ucapku yang disambut senyuman dan diakhiri dengan langkah kakinya yang menjauh dariku.
***
Hari ini banyak sekali yang membuatku pusing, mulai dari nabrak orang yang berakhir ditraktir bakso, dosen dingin itu yang tiba-tiba menghangat, dan ini? Hampir saja ketauan diriku datang kondangan bersamanya.
Setelah selesai dengan urusan toilet, aku segera kembali ke tempat dosen dingin itu duduk dengan membawa dua piring di tanganku.
"Pak Kemal!" panggilku seraya menunjukkan makanan yang kupegang.
"Katanya dari kamar mandi?"
"Habis dari kamar mandi, tadi Jule liat stand makanan, jadi Jule mampir ambil donat. Siapa tau Bapak suka, makannya Jule ambil dua," kataku sambil menyodorkan donat dengan topping coklat kacang.
"Higienis?" tanyanya dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Bapak ngeraguin tangan Jule? Jule udah cuci tangan pakai sab--" belum selesai dengan ucapanku Pak Kemal sudah menyerobot donat coklat yang kupegang. "Bapak laper? Tadi ragu higienis apa nggaknya," sinisku, tapi kali ini Pak Kemal memandangku dengan tatapan tajamnya.
Beberapa detik kemudian, ia menolehkan kepalanya, "cepatlah makan, setelah ini kita ke Rumah sakit," pintanya sambil menyodorkan sebuah donat bertoping coklat kacang tadi. "Setelah saya lihat, sepertinya keju lebih menarik," tawarnya.
Aku mendorong tangan berisi piring itu perlahan, siapa juga yang mau memakan donat penuh kacang. Siapa juga yang ingin kembali kesakitan hanya karena memakan kacangan-kacangan itu lagi.
"Jule alergi kacang, Pak," tolakku.
"Yasudah, kamu makan saja yang itu, saya bercanda," ungkapnya sebelum akhirnya melahap donat di tangannya
"Ga pa-pa 'kan?" tanyaku memastikan.
"Iya, asal kamu cepat habiskan makananmu dan kita segera ke Rumah sakit," pungkasnya.
Tiga menit kemudian, dia sudah selesai dengan ritual makannya. Aku yang masih asyik dengan donatku tak menghiraukannya yang kini beralih meneguk air mineralnya.
"Ayo pulang!" ajaknya setelah meminum airnya hingga tandas.
Hah? Apa maksudnya? Setelah menghabiskan 1 donat dia langsung ingin pulang?
"Kan acaranya belum selesai, Pak?" tanyaku bingung karena ajaibnya sikap dosen satu ini.
"Tadi kamu bilang, kamu tidak enak badan?"
"Udah .... " belum selesai aku berbicara, dia sudah menarik lenganku menuju pintu kami masuk tadi.
***
Di perjalanan menuju Rumah sakit, entah mengapa aku merasa ada yang berbeda dari Pak Kemal, beberapa kali dia menoleh dan tersenyum ke arahku, tapi disisi lain, ia terlihat lelah dan pucat. Apa dia terlalu lelah menyetir seharian ini?
"Emm ... Bapak sehat 'kan?" tanyaku memastikan.
Beberapa saat, pertanyaanku belum terjawab, malah yang kulihat adalah fenomena aneh. Dosen di sampingku ini terlihat sibuk dengan aktifitas tak biasa.
"Bapak kenapa sih? Belum mandi apa gimana tadi sebelum pergi?" tanyaku spontan yang dibalas tatapan tajamnya dengan satu tangan memegang setir, dan satu lagi menggaruk area lengannya yang gatal.
Sedari tadi aku ingin menertawainya, tapi kutahan karena takut fokusnya teralihkan.
"Maaf," ucapku, "Pak, mending Jule aja yang gantiin nyetir, biar kita juga ga kenapa-napa di jalan karena Bapak pegang setir satu tangan aja," tawarku yang sepertinya sama sekali tidak diindahkan.
"Emangnya kamu bisa nyetir? Bukannya beberapa tahun lalu kamu sempat nabrak orang? Lagipula saya nyetir dengan kecepatan sedang."
Ck! Dasar dosen batu! Dibilangin bahaya juga. Udah nolak, pake ngeledek. Dasar Dosen gatau terima kasih. Tapi, dia tahu dari mana?
Beberapa menit berlalu, tapi dia bukannya berhenti tapi masih tetap kekeh seperti sekarang, dan sepertinya rasa gatalnya semakin bertambah, bahkan sekarang ia menatapku dengan tatapan tajam dengan matanya yang memerah karena aku yang sedari tadi menggerutu.
Tiit! Tiit!
"Awas!" teriakku yang membuatnya mengerem mendadak. Hampir saja kita menerjang lampu merah dengan posisi ambulan berkecepatan tinggi memotong jalan di depan sana.
"Bapak kenapa sih ga mau dengerin Jule. Hampir aja loh kita kecelakaan," sungutku berapi-api. Kalau tadi telat sedetik saja, aku tak tau nasib kita akan seperti apa.
"Bapak turun! Biarin Jule yang nyetir," desakku yang hanya di respon dengan tatapan terkejut yang kemudian turun dan beralih tempat ke kursi samping.
Assalamualaikum semuaaa
Maafkan diriku yang hiatus dan menghilang selama ini yah. Bukan maksud ngegosthing kalian kok, cuma ya begitu hehe..Enjoy yah kalian, jangan lupa tekan tombol bintang di pojok kiri bawah yah, jangan lupa komen yang banyak biar author semangad upnya. Makasih kaliaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Dosen
RomanceWarning!!! Cerita ini bukan sequel, tapi spin of Julia sama dosennya yang harus menikah karena permintaan terakhir ibu dari dosennya. Kok bisa? Padahal baru kenal seminggu. Penasaran? Baca aja yu ... Peraturan membaca : •Readers wajib meninggalkan...