20. Jamal

1K 47 0
                                    

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun berjalan dengan layangannya yang kini sudah robek dengan raut sedihnya. Tadi saat dia memainkannya bersama teman-temannya layangannya tiba-tiba putus dan tersangkut di pohon dan sobek karena dia menarik paksa saat mengambilnya tadi. Padahal layangan itu baru saja dia beli setelah pulang sekolah tadi. Dia merogoh saku celananya, berharap ia membawa uang untuk membeli layangan baru.

Dia tersenyum saat mendapati uang yang dia bawa dirasa cukup untuk membeli satu layangan dan jajanan nanti. Dia berjalan ke arah sebuah tong sampah besar dan membuang layangannya di sana.

Saat sampai di depan sebuah toko kelontong yang juga menjual layangan, dia segera berlari saking tidak sabarnya. Tapi, sebelum dia memasuki toko, dia melihat seorang anak perempuan menangis sendirian di seberang jalan. Dia yang saat itu penasaran menghampiri anak tersebut.

"Kamu kenapa nangis?" tanya pria kecil itu yang kini memandangi gadis kecil di sampingnya yang tak pernah dia lihat.

Gadis kecil itu mendongak, mengikuti arah suara yang baru saja dia dengar.

"Kamu siapa?" tanyanya masih sesenggukan.

"Panggil aja Kak Mal," ucapnya bangga karena merasa lebih tua dari gadis itu.

"Jamal?" kata gadis itu mengulangi.

"Kak Mal, bukan Jamal. Kalau om Jamal tetanggaku," ucap Mal tertawa geli melihat gadis di depannya baru saja memanggil tetangganya.

Gadis itu diam beberapa detik, kemudian kembali menangis dengan suara yang sedikit keras dari yang tadi.

"Kok tambah kenceng? Yaudah, panggil Jamal aja ngga pa-pa, tapi jangan nangis," kata Mal mencoba menenangkan gadis itu.

"Kamu tunggu sini ya? Aku mau pergi ke toko itu sebentar," lanjutnya sebelum meninggalkan gadis kecil yang belum diketahui namanya itu.

Mal berlari menuju toko kelontong yang sempat tertunda. Ia berjalan menuju tempat jajanan dan mainan di toko itu.

Setelah membayar, dia kembali menemui gadis tadi.

"Nih, buat kamu," ucap Mal memberikan 3 batang coklat dengan gambar putri duyung. Gadis itu berhenti menangis. Matanya bergantian menatap Mal dan coklatnya.

"Kak Jamal mau nyulik Jule?" tanyanya bingung. Mal yang mendengar itu ikut bingung karena dituduh seperti itu. Dia menggelengkan kepala menanggapi pertanyaan gadis kecil di depannya.

"Tapi kata mama Jule ngga boleh terima coklat atau permen dari orang asing," katanya mulai berhenti menangis.

"Tapi 'kan kamu tau namaku," bela Mal.

"Iya, ya. Berarti Kak Jamal bukan orang asing?" tanyanya lagi dan dijawab gelengan lagi oleh Mal.

Julia menerima coklat dari Mal, kemudian menatap Mal dari atas sampai bawah yang membuat Mal sendiri bingung ditatap seperti itu.

"Kamu tadi kenapa nangis?"

"Jule tadi pulang sekolah, terus izin ke mama mau ke toko nenek. Kata mama boleh, tapi harus sama abang."

"Terus abang kamu mana?" Julia menggeleng.

"Tadi pas mau ke sini dia ketemu temennya, terus dia suruh Jule tungguin dia main sama temennya dulu. Tapi Jule ngga sabar mau makan cookies coklat buatan nenek, jadi Jule tinggalin abang, terus tersesat," lanjut Julia bercerita.

"Kamu harusnya tungguin abang kamu. Nanti kalau abang kamu nyariin gimana?"

"Di cariin," jawabnya Julia polos. "Kak Jamal anterin Jule ke toko nenek ya?" pintanya.

Awalnya Mal tak mau, tapi karena Julia terus memaksa berakhirlah mereka di sini. Di toko kue Nenek Julia, lebih tepatnya di depan tv dengan film barbie kesukaan Julia yang baru saja diputar lewat DVD oleh sang Nenek.

"Terima kasih ya, Nak. Kalau kamu ngga anterin cucu nenek, mungkin dia akan nangis terus di jalanan sampai sore," ucap sang nenek terkekeh sambil mengelus punggung Mal yang sedang asyik memakan cookies pemberian nenek Julia.

"Sama-sama, Nek."

"Cookies buatan nenek enak," puji Mal yang kini menutup toples plastik cookiesnya.

Nenek tersenyum, "kalau enak kenapa ngga dihabiskan, itu semuanya buat kamu."

Mal menggeleng.

"Mal tau Nenek kasih semuanya, tapi Mal mau kasih ke bunda," ucapnya polos.

"Nanti Nenek bungkusin buat bundamu."

Mal kembali menggeleng.

"Jangan, Nek, kebanyakan. Kata bunda, Mal ngga boleh makan makanan manis banyak-banyak. Nanti giginya bolong lagi," katanya sambil memperlihatkan gigi depannya yang hilang satu.

Nenek kembali tersenyum. "Yaudah ngga pa-pa, tapi lain kali sering-sering ke sini ya? Temenin Julia main," ucap Nenek yang diangguki lagi oleh Mal.

Jangan tanyakan di mana Julia yang cerewet itu. Dia sedari tadi sudah terlelap di depan film barbienya yang masih diputar.

🌱🌱🌱

Selain hubunganku dengan pak Kemal yang membaik, hubunganku dengan kak Dimas juga semakin baik semenjak bulan lalu, lebih tepatnya saat Kay berhasil meraih medali perak atas speaking Englishnya.

Semenjak itu kami jadi sering makan bersama, maksudku kita bertiga, aku Kay dan kak Dimas. Kita juga sering belajar bersama walaupun tidak sesering itu karena kak Dimas harus mengurus skripsinya lebih awal.

"Besok Kakak ada kelas?" Tentu saja itu bukan pertanyaan dariku. Tapi dari Kay yang sedari tadi menatap pria di depannya.

"Ngga, kenapa?"

"Ngga pa-pa. Kalau gitu besok kita bertiga ke Dufan ya?" ajak Kay tiba-tiba yang disetujui Kak Dimas.

"Maaf, kayanya aku ngga bisa," selaku sebelum mereka merencanakan jam dan sebagainya

"Yah, kenapa?"

"A-ku ada acara kayanya," alibiku.

"Sama kak Afnan?" tanya Kay lagi yang kubalas dengan anggukan.

"Kamumah sama kak Afnan terus perginya," protesnya. Pasalnya setiap mereka merencanakan hangout aku jarang bisa ikut.

"Maaf, lain kali deh aku ikut. Soalnya besok aku mau nyoba-nyoba beberapa resep lagi. Lusa aku kasih icip deh," kataku yang dibalas tatapan bingung kak Dimas.

"Resep apa?"

"Resep kue, Kakak lupa kalau Jule pinter buat kue?" jawab Kay mewakilkanku.

Kak Dimas mengangguk. Dan samar-samar aku mendengar dia bergumam, "dia masih sama."

Apa maksudnya? Apa sebenarnya kita pernah bertemu sebelumnya?

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama❣️

My Coldest DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang