Jangan lupa bersyukur 🌻
🌱🌱🌱
Aku datang lebih pagi dari pada jadwal kelasku hari ini. Tidak lain karena kakak lelakiku pergi ke kantor sepagi ini dan berakhir aku di kantin kampus sepagi ini.
"Neng Julia tumben pagi-pagi ke sini? Mau pesen apa?" tanya Bu Neneng-penjaga kantin kampus menghampiriku gang duduk di depan gerobak bakso.
"Teh anget aja satu, Bu. Biasa, Bang Afnan kalau berangkat kepagian," jawabku singkat yang dibalas dengan anggukan. Setelah itu, beliau pergi membuatkan teh pesananku.
Aku mengedarkan pandangan. Memandang ke segala arah secara bergantian. Sebenarnya sudah ada beberapa mahasiswa yang datang. Hanya saja banyak dari mereka yang tidak aku kenali, jadi aku malas untuk ikut bergabung dengan mereka.
Dari kejauhan aku melihat seseorang yang tidak asing berjalan menuju kantin. Setelah sampai dia berjalan ke arahku dengan bibir yang sedikit terangkat karena sedari tadi kuperhatikan.
"Boleh duduk?" tanyanya setelah sampai di depanku.
Aku mengangguk, kemudian dia mengambil bangku untuk duduk di hadapanku.
"Sendirian?" tanyanya mencairkan suasana.
"Iya, Kakak juga?" Dia mengangguk.
Tak lama bu Neneng datang membawa pesananku.
"Ini Neng pesanannya."
"Nak Dimas ke sini juga? Mau pesen teh juga?"
"Kopi aja bu, satu."
"Nunggu siapa? Kay?" tanyanya setelah bu Neneng pergi.
"Kakak kenal?" tanyaku sedikit penasaran.
"Iya, sejak makan bareng kalian, kita jadi sering ngobrol. Kebetulan juga kita satu fakultas, jadi dia kadang suka ngobrol tentang makalah segala macem," jelasnnya yang membuatku mengangguk paham.
Sejak makan bersama? Itu artinya 10 hari yang lalu. Tidak heran, Kay memang tipe orang yang mudah akrab dan berbaur dengan semua orang. Dia juga cukup populer di kampus karena sering mengikuti berbagai lomba mulai dari publik speaking, puisi, hingga olimpiade ekonomi. Kedua sahabatku memang memiliki otak yang cemerlang. Jule aja yang kadang ngga diasah otaknya.
"Ternyata kalian udah akrab ya? Emang sih, Kay itu orangnya gampang akrab dan enak diajak ngobrol. Apalagi kalian satu frekuensi."
"Iya. Oh ya, dia bulan depan mau kucalonin ikut lomba English speaking kira-kira mau ngga? Kebetulan masih ada 3 kuota buat fakultas kita. Kalau kamu mau juga boleh."
"Pasti dia mau. kebetulan dia lagi nyari info tentang lomba itu. Kalau Jule mah, ngga dulu kak," tolakku. Masalahnya, aku kurang mahir dalam berbahasa inggris.
"Sayang banget, lombanya cuma ada setahun sekali padahal. Tapi ngga pa-pa, mungkin kamu mau ikut lomba lain."
Setelah menerima pesanan kopinya, suasana kembali hening. Aku sudah merasa tidak nyaman dengan suasana akward seperti ini.
Aku teringat kejadian beberapa hari lalu saat kita bertemu di ruangan dosen. Aku berharap pria di hadapanku ini lupa ingatan tentang kejadian itu.
Sebelum pertanyaan tentang hari itu muncul, lebih baik aku segera pergi dari sini.
"Maaf Kak, aku pamit dulu ya. Ada keperluan soalnya," pamitku. Setelah mendapat anggukan, aku beranjak berdiri dan bergegas meninggalkan kantin.
Beruntung aku tidak terlambat. Aku tidak tahu harus menjawab apa jika pertanyaan itu benar-benar keluar dari mulutnya.
🌱🌱🌱
"Makasih banget loh. Beruntung banget aku. Ternyata besok hari terakhir pendaftarannya," ucap Kay yang baru saja menutup ponselnya.
"Good luck yah. Hwaiting pokonya. Kalah menang urusan nanti, yang penting apa?"
"Usaha dan doa, cantik," ucapnya menimpaliku.
"Btw, kamu semalem setelah dansa kucariin ngga ada. Udah pulang?" tanyanya sambil menyendokkan siomay ke mulutnya.
"Iya. Bang Afnan biasalah, workaholic aku aja tadi dianterin jam setengah tujuh," keluhku sebelum menyedot jus manggaku.
"Biarin aja, nanti kalau udah nikah juga sembuh. Yang penting jatah akhir bulan kita terpenuhi," tutur Kay masih sibuk dengan siomaynya. Tapi benar juga sih. Sejak abangku memutuskan meneruskan perusahaan papa, jatah uang jajanku selalu bertambah. Apalagi saat akhir bulan.
"Semalem aku juga langsung pulang setelah dansa. Katanya, dia ngga mau adik perempuannya pulang kemaleman," keluhnya setelah menghabiskan makanannya.
"Kamu 'kan adik perempuan kesayangan."
"Kesayangan? Tau 'kan dia udah punya cewe. Mana cewenya posesif dia ajak pulang cepet karena cewenya nelpon nyuruh pulang. Adeknya loh? Makanya di sepertiga malam selalu kudoain biar cepet putus," semprot Kay meletup-letup. Sahabatku yang satu ini masih tetap saja bar-bar ketika membicarakan kakak keduanya itu.
"Udah ish, ati-ati kalau dia jadi kakak ipar kamu," ucapku menakut-nakuti.
"Amit-amit. Bisa-bisa tiap hari ayahanda murka karena melihat keributan di istananya." Aku menggeleng. Kay dan aku memamg tidak ada bedanya. Sama-sama heboh dan absurd.
Setelah menghabiskan makanan kami, kami segera kembali untuk kelas selanjutnya karena 10 menit lagi kelas selanjutnya dimulai.
Jadikan Al-Qur'an bacaan utama❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Dosen
RomanceWarning!!! Cerita ini bukan sequel, tapi spin of Julia sama dosennya yang harus menikah karena permintaan terakhir ibu dari dosennya. Kok bisa? Padahal baru kenal seminggu. Penasaran? Baca aja yu ... Peraturan membaca : •Readers wajib meninggalkan...