12. Notes?

1.3K 55 0
                                    

🌱🌱🌱

Setelah kejadian di ruangan Pak Kemal aku segera pergi menuju kelas. Kejadian kali ini benar-benar membuatku malu dan bingung sekaligus. Ngga lucu kan kalau aku dikira gatel ke dosen sendiri, apalagi di depan kakak tingkat sekaligus Presma di kampus ini.

"Dari mana aja Jul? Aku tadi di kantin nungguin kamu. Taunya malah udah ke kelas aja," tegur Kay yang muncul sesaat setelah aku duduk.

"Maaf, tadi ada urusan bentar," jawabku menerima sodoran kopi dingin darinya.

Kay beralih duduk di bangku sampingku, kali ini dengan tatapan dan senyuman penuh tanya. "Ekhem, urusan hati sama Pak Kemal?"

"Ngawur!" jawabku sambil melotot.

"Bercanda Jul, gitu aja marah. Iya juga ngga pa-pa sih. Biar sahabatku satu ini ngga jomblo terus."

"Ngga nyadar sendirinya Mbak?"

"Yang terpenting aku ada crush, ngga kaya kamu, gamon," ledeknya kali ini

"Emang ya, kalau ngomong suka bener," jawabku membenarkan.

"Eh, btw, inget 'kan? Seminggu lagi ada HUT kampus ke 20?" tanyanya mengalihkan topik yang membuatku sedikit penasaran. Pasalnya, tahun lalu saat HUT kampus ke 19, aku tidak bisa datang karena alergiku kambuh setelah makan pecel sayur.

"Terus?"

"Acaranya diadain malem kaya party gitu katanya. Terus, harus ngajak pasangan buat jadi temen dansa nanti. Dan kamu tau?" Aku hanya menggeleng menatap Kayyisa yang begitu antusias bercerita.

"Aku ga punya pasangan," lanjutnya beralih menampilkan wajah datarnya.

Aku terkekeh melihat tingkah randomnya, padahal aku sudah berfikir dia akan menjelaskan lebih lanjut.

"Kok ketawa?"

"Habisnya, aku udah serius dengerin, kamunya gitu."

"Ya gimana, orang aku cuma jelasin faktanya."

"Emang harus bawa pasangan?"

"Kalau ngga juga ngga pa-pa, tapi kan nanti kita gabut jadinya cuma nonton orang dansa. Kamu mah enak ada Kak Afnan. Aku?" tanyanya memelas. Ya, maklum saja, kita kaum jomblo yang kadang pingin punya pasangan. Ralat, Kay yang jomblo maksudnya.

Belum sempat aku menyahuti Kay, seorang dosen datang dan kelas dimulai.

🌱🌱🌱

"Bapak diundang juga ke acara itu?" tanyaku di tengah keheningan setelah bola mataku melihat sebuah amplop berisi undangan di dashboard mobil.

"Iya. Tapi kayanya aku ngga bisa datang, minggu depan ada urusan di luar kota," jawabnya. Tunggu, 'aku'? Mungkin aku salah dengar.

"Aku?" tanyaku memastikan. Pak Kemal hanya menoleh dengan tatapan tanya.

"Maksudnya? Kamu mau ikut?"

Apa mungkin aku salah dengar? Tapi jarak kami saat ini tak begitu jauh.

"Oh, ayolah Jule. Itu cuma kata ganti orang, ngga usah kamu permasalahin," runtukku dalam hati.

"Ngga jadi," jawabku akhirnya.

Pak Kemal di sampingku terkekeh pelan. Entah kuntilanak mana yang tiba-tiba merasukinya.

"Kamu kalau ngga mau jauh-jauh dari saya bilang aja. Ngga usah sungkan."

Aku memilih untuk tidak melanjutkan, masalahnya, dosen satu ini punya saja kata-kata tak terduga dari mulutnya. Keadaan kembali hening. Tak berlangsung lama mobil berhenti di sebuah restoran bernuansa klasik di depan sana.

My Coldest DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang