28. Hati Kay yang patah

785 41 0
                                    

Jangan lupa bersyukur 🌱
.
.
.

"Kenapa Kakak ajak Dean ke sini juga?" omel Kay karena Kak Dimas mengajak Dean di acara makan siang kami. Beruntung tadi Dean pamit ke toilet, jadi Kay bisa sepuasnya mengomeli pria berkemeja abu di depanku itu.

"Maaf, Dean kemarin cerita kalian teman SMAnya. Jadi Kakak ajak dia juga."

"Kakak pasti tahu kalau Jule mantan dia 'kan?" tanya Kay meletup-letup.

Kak Dimas diam, dia hanya mau memperhatikan deretan giginya tanpa mau menjelaskan.

"Kakak nyebelin. Tau gitu kita tadi ngga ngajak kakak makan siang bareng," rajukku.

Dia menggaruk kepalanya. Terlihat bingung karena dua wanita di depannya kini marah dengan kelakuannya.

"Maaf, Kakak cuma ngga mau pertemanan kalian putus."

"Tapi kan ngga pas kita mau makan siang ju–" Aku menarik lengan Kay supaya berhenti berbicara karena manusia yang sedang kita perdebatkan menghampiri meja kami.

"Maaf ya aku ikut gabung makan sama kalian," katanya setelah duduk di depan Kay.

Kak Dimas tiba-tiba berdiri dan menarik Kayyisa menjauh dari tempat duduk kami. Sedangkan Kay sedari tadi terus saja mengomel karena ditarik paksa. Beruntung Restoran yang kita tempati belum terlalu ramai.

"Maaf."

"Kenapa minta maaf?" tanyaku heran.

Dia beralih menduduki kursi depanku. "Kamu serius dengan ucapan waktu itu?" tanyanya memegang salah satu tanganku.

Aku spontan menarik tanganku cepat.

"Jangan berlaku tidak sopan," tegasku.

Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.

"Kamu benar-benar berubah," ucapnya yang tidak kurespon apapun.

"Kamu sebenarnya mau ngomong apa? Aku datang ke sini cuma untuk makan siang. Kalau ngga ada perlu lain, aku pulang."

Aku benar-benar bersikap dingin sekarang. Bukan, bukan karena merasa dibohongi dengan berita kematiannya. Aku hanya merasa risih jika harus diajak membicarakan masa lalu yang jelas-jelas tak akan berdampak apapun kedepannya.

"Tolong, beri aku kesempatan. Sekali aja?" Permintaan macam apa ini?

"Bukannya Jule udah bilang ngga bisa?"

"Kenapa?"

"Karena di luar sana masih ada cewek yang lebih dari dia. Dia ngga bisa terima lo. Selain ngga ada rasa, sampai kapan pun ngga akan ada tempat buat lo balik," ucap Kay yang kembali dengan tatapan tak suka.

"Lagian lo ngapain sih ngejar-ngejar sahabat gue. Kalau lo serius, udah dari dulu sebelum berita kematian lo harusnya hubungin dia. Dengan lo begini apa lo ngga malu?" Dean diam. Sedangkan kak Dimas yang baru datang dibuat menganga karena mulut Kay yang sungguh bar-bar ini.

"Kay udah, mending kita makan siang aja. Aku ngga mau lagi ada pembahasan masa lalu. Satu lagi, kalau Kak Dimas masih mau temenan sama Jule, ngga usah ikut campur masalah Jule," ucapku kembali duduk.

Suasana menjadi hening semenjak kejadian tadi. Aku masih tidak habis pikir dengan apa yang sebenarnya dilakukan Kak Dimas. Beruntung aku tak perlu mengeluarkan banyak kalimat supaya Dean berhenti memohon padaku tadi.

"Jule, kamu kerasukan reog atau apa? Udah habis 2 piring loh?" tanya Kay saat melihatku kembali memesan sepiring rendang.

"Akhir-akhir ini nafsu makan Jule tinggi, ditambah Jule masih laper. Tenang aja, Jule bayar sendiri kok," ucapku seadanya.

"Ya, tapi emang itu ngga kebanyakan?"

Aku menggeleng. "Jule masih laper. Kata pak Kemal Jule harus banyak makan biar ngga kurus," ucapku yang membuatku sendiri kaget. Aku keceplosan.

Kay menatapku takjub. "Sekarang mainnya terang-terangan?" tanyanya dengan senyum tak percaya.

"Jadi, beneran udah jadian?" tanya Kak Dimas tiba-tiba. Kay hanya mengangkat bahunya tak tahu.

"Kayanya iya Kak. Kemarin aja pake atasan couple ke kampus," kata Kay menyinggung tunik hitam yang kupakai kemarin. Gara-gara Pak Kemal pakai kemeja itu sekarang aku menjadi bahan ledekan mereka.

"Ih, ngga gitu," rajukku.

☘️☘️☘️

Setelah makan siang bersama, aku dan Kay pamit karena hari ini tidak ada jam di kampus. Jadi hari ini kami berencana untuk ke mall bersama untuk membeli sneakers yang kita incar pekan lalu.

Tapi ternyata kita salah. Dua pria itu ternya memaksa ikut dengan alasan ingin membeli topi baru. Dasar pria penguntit, pikirku.

Setelah sampai di toko sepatu, aku dan Kay masuk. Tapi tangan kak Dimas lebih dulu mencekal lenganku.

"Kakak minta waktu sebentar boleh?"

Setelah aku menyetujuinya, dia melepaskan tangannya.

"Kamu beneran udah jadian sama dosen ekonomi kita?" tanyanya dengan mimik serius.

"Iya," jawabku bohong. Harusnya Dean ada di sini. Mendengar pembicaraan ini agar nantinya tak memohon untuk kembali lagi. Bukannya aku geer, hanya saja aku belajar dari kejadian kemarin saat dia memohon padaku sebelum aku pulang dari rumahnya.

Kak Dimas tersenyum getir, entah apa yang sebenarnya dia pikirkan saat ini.

"Kakak kira usaha kakak deketin kamu berhasil," ucapnya kecewa.

"M-maksud kakak?"

"Kakak suka sama kamu."

Deg

Dosa ngga sih buat dua orang kecewa dalam satu waktu? Aku mengedarkan pandangan ke arah depan. Menemukan Kay yang masih sibuk dengan sepatu di sana. Beruntung dia tak mendengar pernyataan Kak Dimas barusan.

"Maaf, Kak. Tapi bukannya Kakak suka sama Kay? Terus sejak kapan kakak menyimpulkan itu secepat ini?" tanyaku hati-hati.

Dia terkekeh. "Aku suka kamu sejak kita SMA. Dan ternyata sampai sekarang kamu masih terlalu polos. Kay itu cuma alat supaya aku deket sama kamu karena dari dulu kamu–" jawabnya terpotong yang membuatku kaget.

"Jadi Kakak cuma manfaatin aku?" tanya Kay setengah berteriak dari arah belakang.

Kak Dimas berbalik dan bug.

Kay melayangkan tinju ke perut kak Dimas.

Aku tak tahu mana yang seharusnya kubela. Aku masih tidak habis pikir dengan kak Dimas yang seenak hatinya mempermainkan persahabatan kami. Padahal awalnya kukira dia baik dan tulus. Tapi nyatanya? Bahkan sekarang dia menghancurkan pertemanan kami hanya karena alasan hati. Dan sekarang aku merasa bersalah kepada Kayyisa karena hatinya harus patah dua kali karena kak Dimas yang ternyata tak mencintainya.

"Itu hukuman karena Kakak hancurin persahabatan kita," ucapnya sebelum akhirnya pergi meninggalkan kami.

Aku mengejar Kay, tapi karena aku tak terlalu memperhatikan jalan akhirnya aku tak sengaja tertabrak tiang besi dan pingsan.

My Coldest DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang