03

79 11 30
                                    

❦︎❦︎❦︎︎

"Jangan terlalu berharap pada manusia jika tidak ingin dikecewakan pada akhirnya."

❦︎❦︎❦︎︎

Menjadi orang baru tanpa tahu apa yang terjadi sebelumnya itu bagai orang bodoh yang terjebak di dalam labirin luas. Terjebak terlalu dalam tanpa tahu jalan keluar. Andai saja terdapat satu titik terang yang bisa diarungi untuk keluar dari sebuah masalah, mungkin sejak dulu tidak akan jatuh dalam masalah terlalu dalam.

Kalau boleh memilih antara hadir saat masalah berlangsung atau saat masalah mereda, tetapi mengefek pada kehidupan selanjutnya. Qiran akan memilih hadir saat malah berlangsung, setidaknya dia tahu apa yang telah terjadi tanpa haru menjadi orang bodoh. Seperti di dalam drama, Qiran seakan menjadi tokoh yang paling bodoh tanpa mengetahui apa pun.

Qiran terbangun dari tidurnya saat suara bising menembus telinganya. Seperti biasa, Nara dan Karin akan mendebatkan sesuatu yang tidak penting. Terkadang dia heran, mengapa Nara dan Karin bisa dipersatukan menjadi sahabat? Padahal mereka berdua selalu saja berdebat.

"Lo matahin pena kesayangan gue 'kan?"

"Apaan, sih. Gak usah fitnah," jawab Nara membela diri.

"Tapi itu buktinya sekarang ada di tangan lo," ucap Karin dengan raut wajah sebal.

"Kalian ini, udahlah, Rin. Cuma pena, bisa beli lagi kok." Qiran melerai perdebatan mereka.

Qiran bangun dari tidurnya dengan hati-hati. Dia berniat pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya. Namun, saat kakinya menapak pada lantai, tubuhnya lagi-lagi limbung hingga dia jatuh. Keadaan kaki Qiran sangat memprihatinkan. Rasanya saat ini dia tidak kuat untuk berjalan sendiri.

Nara dan Karin masih sibuk mendebatkan pena, entah dia sadar atau tidak bahwa Qiran terjatuh. Pasalnya, posisi mereka membelakangi Qiran saat ini. Padahal tadi Qiran sudah menyahuti ucapan mereka, tetapi mereka tidak menghiraukan. Sekuat tenaga Qiran menahan rasa sakitnya dan kembali bangkit.

"Woy!" Qiran berteriak karena sudah tidak kuat.

Nara dan Karin kaget melihat Qiran berdiri dengan tangan memegang erat ujung brankar. Karin dengan cepat membantu Qiran. Namun, hal itu justru membawa petaka. Karin tidak sengaja menyenggol kaki Qiran yang memar hingga dia kembali terjatuh.

"Qiran!" Nara berteriak saat Qiran terduduk di lantai dengan mimik menahan sakit.

Seseorang dari luar yang mendengar teriakan Nara langsung menuju UKS. Nara kini sedang memarahi Karin karena sudah membuat sahabatnya terjatuh. Karin hanya bisa pasrah dan sedikit membantah jika dia tidak sengaja. Seseorang yang melihat itu hanya menggelengkan kepala.

Dalam keadaan seperti ini, yang harus diutamakan terlebih dahulu adalah korban. Namun, kenapa pelaku justru diberi respons terlebih dahulu. Dia menolong Qiran yang masih terduduk di lantai.

"Makasih, Kak Chandra." Lagi-lagi Chandra yang menolong Qiran. Takdir mungkin.

"Ekhem!" Chandra menghentikan perdebatan Nara dan Qiran.

Mereka terdiam dengan sempurna. Andai saja tidak ada Chandra, mereka pasti akan terus bertengkar tanpa ujung. Untuk kedua kalinya, Chanda membantu Qiran saat terjatuh.

"Kalian kalau jagain temen yang bener. Temen jatuh malah dibiarin aja." Setelah berbicara seperti itu, Chandra kembali pergi meninggalkan UKS.

"Lo gak papa, Ran? Sorry, gue tadi beneran gak sengaja," ucap Karin yang merasa bersalah.

Invisible WoundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang