24 (Ending)

68 4 0
                                    

❦︎❦︎❦︎

"Dirimu telah tiada, tetapi wajahmu masih terus terbayang di ingatan."

❦︎❦︎❦︎

Satu minggu kemudian ....

Semenjak Qiran meninggal, kehidupan orang terdekatnya bagai kelabu. Tidak ada warna yang menghiasi hari-harinya. Kenzie yang menjadi dingin pada semua orang dan Nara yang biasanya judes kini menjadi pendiam. Kepergian Qiran berefek dahsyat kepada mereka.

Berita meninggalnya Qiran terdengar pada murid dan guru SMA Nusa Jaya juga SMA Garuda. Murid yang menjadi kebanggaan SMA Nusa Jaya kini telah tinggal kenangan. Beberapa piala menjadi sebuah tanda prestasi dari Qiran Adhisti.

Kini, Kenzie, Naura, Jojo, dan Nara tengah berkumpul di rumah Keano dan Karin. Mereka saling diam karena enggan membuka pembicaraan. Mereka sama-sama merasakan kehilangan Qiran. Sosok Qiran gang polos terus saja menjadi bayangan di otak mereka.

Kenzie mengingat semua hal mengenai Qiran. Bagaimana usahanya saat dia mencari Qiran hingga meminta bantuan Chandra. Chandra selalu memanggilnya dengan sebutan "Al", itu diambil dari namanya yaitu "Alkenzie".

Masa di mana dia selalu meminta Chandra untuk menjadi mata-mata hingga mengirimkan obat memar untuk Qiran. "YB" itu adalah kependekan dari Your Brother. Semua itu masih teringat oleh Kenzie.

Karin merenung, dia membayangkan kejadian masa lalunya bersama Qiran. Masa di mana dia mengenal Qiran, selalu bersama hingga menjadi sahabat. Masa di mana Qiran selalu melerainya ketika dia bertengkar dengan Nara. Karin juga mengingat ketika Qiran pingsan karena berboncengan dengannya.

Menurut Karin, Qiran adalah gadis yang kuat. Dia menutupi masalah kehidupannya dengan wajah polosnya. Qiran selalu menyembunyikan rasa sakitnya pada orang terdekatnya. Karin bangga mempunyai sahabat sebaik dan setangguh Qiran.

Bagi Nara, Qiran adalah saudaranya. Semenjak SMP dia mengenal Qiran, sejak saat itu pula dia menganggap Qiran seperti adiknya sendiri. Wajah malang Qirang yang pertama kali dia lihat membuatnya iba. Namun, sekarang Qiran sudah tinggal kenangan.

Qiran adalah sosok yang manis. Dia akan berbicara apa adanya kecuali mengenai keluarganya. Bagi Jojo, Qiran adalah adik sekaligus pelanggan nasi gorengnya. Sebagai kakak, Jojo sangat merasa kehilangan. Hampir setiap malam sehabis bekerja, Qiran selalu mampir di warungnya. Namun, sekarang tidak ada lagi pelanggan yang rutin ke warungnya.

Kini, tidak ada lagi Qiran yang polos, lucu, manis, cantik, dan yang lainnya. Gadis sejuta luka yang belum sempat bahagia. Mungkin, Qiran saat ini sudah bahagia di surga. Bertemu dengan nenek dan kakeknya yang dulu menjadi tempatnya berlindung.

"Harusnya lo gak luluh sama kata maaf dari nyokap lo, Ran," batin Nara, matanya kini kembali berkaca-kaca.

"Tuhan sayang sama lo, ya? Sampai Tuhan gak lagi ngizinin lo disakiti sama Tante Nadia. Semoga bahagia, Ran. Di sana, gak akan ada lagi yang nyakitin lo." Karin berucap dalam hati.

"Kamu adik yang paling tangguh. Kamu rela berkorban demi kepuasan mama. Meski kita hanya berjumpa sebentar saja, itu cukup untuk mengobati rasa rindu yang selama ini Kakak pendam." Kenzie mengusap wajahnya kasar.

"Lihatlah! Lihatlah mereka yang menyayangi kamu, Ran? Dari atas sana, kamu pasti melihat betapa hancurnya mereka ketika kehilangan orang yang sangat mereka sayang. Hampiri kita dalam mimpi, agar rindu ini tak semakin meninggi." Naura tersenyum, tetapi matanya mengeluarkan air mata.

"Akhh! Kenapa gue gak bisa ikhlasin Qiran hiks ...." Karin berteriak frustasi.

Keano mendekap tubuh adiknya yang belum bisa merelakan Qiran sepenuhnya. Bukan hanya Karin, tetapi semua yang ada di sana. Orang yang menyayangi Qiran tidak akan bisa ikhlas dalam waktu sekejap.

Tawa Qiran selalu terbayang di kepala mereka. Wajah penuh kegembiraan, tetapi mata menyiratkan kepedihan itu tidak bisa pergi dari ingatan mereka. Setiap mengingat Qiran, mereka selalu teringat Qiran yang sudah tiada di dunia ini. Begitu sulit merelakan Qiran hanya akan mempersulit jalan Qiran menuju surga.

"Sabar, Dek. Gak cuma kamu yang belum bisa ikhlasin dia. Kita juga sama!" ujar Keano.

Sekilas bayangan Qiran menggunakan pakaian serba putih berada di depan Karin.

"Qiran!"

Karin mencoba mengejar bayangan Qiran, tetapi tidak ada. Semua yang ada di rumah Keano juga mengejar Karin yang berlari jauh dari jangkauan mereka.

"Qiran!"

"Sadar, Rin! Qiran udah gak ada!" Nara menggoyangkan bahu Karin berkali-kali.

"Gak! Tadi Qiran ada di depan gue, dia senyum ke gue. Tapi dia sekarang pergi hiks ... Qiran ...."

"Lo cuma halu! Halusinasi, Rin. Jangan kayak gini, kita harus bisa ikhlasin dia," tegas Nara membuat semuanya mengangguk.

"Ta-tapi, itu tadi Qiran," lirihnya sembari memeluk Nara.

Kehilangan tentu hal yang berat. Melihat Karin yang tampak frustasi hingga halusinasi membuat mereka harus meyakinkan Karin agar dia sadar bahwa Qiran memang benar-benar sudah meninggal dan tidak mungkin lagi ada di sisi mereka.

❦︎❦︎❦︎

Di sebuah pemakaman umum, Nadia mendatangi tiga gundukan tanah yang berjajar. Dengan pakaian yang lusuh, dia jongkok mengusap dua nisan yang bertuliskan nama orang tuanya. Pandangannya berubah menjadi sengit ketika melihat gundukan tanah yang terlihat masih baru.

Dia berjalan mendekati gundukan tanah itu. Tangannya bergetar saat memegang nisan bertuliskan nama seseorang "Qiran Adhisti". Ada rasa sesak yang menjelma di hatinya. Namun, dia membuang rasa itu jauh-jauh.

"Saya senang karena kamu mati di tangan saya."

Nadia menaburkan bunga yang dia bawa. Sebenarnya bunga itu untuk ditaburkan di makam kedua orang tuanya. Mata Nadia terlihat berkaca-kaca. Dia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya.

"Saya bangga, tetapi mengapa saya merasakan sesak. Harusnya saya senang bisa membunuhmu. Namun, kenapa saya menangis?" Nadia bermonolog.

"Jangan bergerak!" seru polisi menodongkan pistol ke arah Nadia.

Nadia merasakan kepanikan. Dia harus kabur dari polisi. Sebelum polisi itu mendekat, dia berlari dengan kuat. Tiga polisi mengejar Nadua. Sapah satu polisi menembakkan pelurunya ke angkasa sebagai tanda peringatan.

Dor!

Polisi itu menambakkan pelurunya kembali tepat di kaki Nadia hingga membuatnya terjatuh. Nadia mencoba untuk bangkit, tetapi rasanya begitu sulit untuk kembali berlari.

Dor!

Saat Nadia kembali memberontak, polisi kembali menembakkan pelurunya tepat di dada Nadia. Hal itu membuat Nadia kehilangan kesadarannya. Polisi itu menghubungi Tio dan Kenzie untuk segera ke rumah sakit karena Nadia akan dibawa ke sana terlebih dahulu.

Saat di rumah sakit, Tio, Kenzie dan yang lainnya telah berkumpul. Mereka menunggu Nadia yang tengah diperiksa oleh dokter. Tidak ada rasa khawatir di benak mereka. Menurut mereka, Nadia pantas mendapatkan balasan karena telah menyiksa Qiran.

"Keluarga pasien?" Dengan malas, Kenzie mengangkat tangannya.

"Mohon maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Ibu Nadia tidak bisa diselamatkan."

"Alhamdulillah!" ujar Jojo santai membuat semua pandangan beralih kepadanya.

"Innalillahi," ucapnya kemudian.

"Urus saja pemakamannya, saya jijik mempunyai ibu seperti dia," ucap Kenzie kemudian berlalu dari rumah sakit diikuti oleh yang lainnya.

Dokter yang menangani Nadia dibuat bingung dengan sikap mereka. Namun, dia tetap minta suster untuk mengurus jenazah Nadia yang sudah tidak dianggap oleh keluarganya. Nadia tidak pantas dikasihani, dia saja tidak mempunyai rasa belas kasihan kepada Qiran. Oleh karena itu, mereka semua memilih membiarkannya tanpa mengurusnya.

Nadia memang harus membayar perbutannya. Nyawa dibayar dengan nyawa. Seperti sekarang, nyawa Qiran yang melayang sudah terbayar oleh nyawa Nadia yang juga melayang.

❦︎❦︎❦︎

Kebumen, 14 April 2021

Invisible WoundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang