21

29 5 0
                                    

❦︎❦︎❦︎

"Keadaan memang seringkali mempermainkan kehidupan."

❦︎❦︎❦︎

Libur adalah satu hari yang menyenangkan bukan? Siapa yang tidak suka hari libur. Bahkan hari libur adalah hari yang dinantikan oleh kebanyakan pelajar. Pukul sepuluh pagi, Qiran dan Naura sudah bersiap memakai dress selutut berwarna navy. Kebetulan, Baura juga hanya memiliki satu dress dengan warna yang sama seperti yang dipakai Qiran. Jadi, saat ini mereka menggunakan baju dengan warna yang sama.

Mereka sudah meinta izin untuk pergi mendatangi pesta ulang tahun teman Qiran. Karena jarak yang cukup jauh, mereka diperbolehkan untuk menginap satu malam di rumah teman Qiran. Padahal, Qiran tidak akan menginap di sana. Mungkin malamnya akan bertemu dengan ayahnya.

Perjalan cukup memakan waktu yang cukup lama. Hampir dua jam mereka duduk di taksi. Qiran memang tidak tahu arah jalan, tetapi tampaknya Naura menguasi jalan-jalan di daerah rumah Qiran.

Mereka berhenti sebuah kafe tempatnya bekerja dulu. Qiran memasuki kafe itu bersama Naura. Dia meinta Naura untuk duduk dan dirinya sendiri memilih untuk menemui bosnya. Keputusan ataupun amarah dari atasannya akan dia terima. Pasalnga dia memang tidak tahu diri. Sudah diberi pekerjaan, tetapi malah disia-siakan.

"Kamu ingin mengundurkan diri?"

"Iya," ucap Qiran sembari menunduk.

"Sebenarnya saya tidak ingin kehilangan karyawan seperti kamu. Tapi karena ini sudah jadi keputusan kamu, maka saya akan terima." Atasan Qiran begitu baik. Dia tidak marah padanya, tetapi justru meresponsnya dengan ramah.

"Ini gaji kamu dan bonus kamu karena sudah rajin bekerja."

"Ta-tapi, bukannya saya sudah mengecewakan, Bapak?"

"Tidak, kamu tidak pernah mengecewakan saya. Terima kasih sudah pernah bekerja di kafe saya."

Qiran mengangguk lalu pamit untuk pergi menemui Naura. Naura tengah duduk santai dengan meminum jus melon di salah satu tempat duduk. Qiran segera mengajak Qiran ke sebuah taman sebelum ke rumah Karin untuk menghadiri pesta ulang tahunnya.

Semilir angin menerpa wajah Qiran dan Naura yang tengah duduk di kursi yang telah disediakan. Rasanya sangat nyaman, hidup tanpa adanya permasalahan yang rumit. Namun, hal itu tidak terjadi di kehidupan Qiran. Silih berganti masalah terus muncul tanpa ada tanda-tanda surutnya permasalahan.

❦︎❦︎❦︎

Seorang wanita paruh baya tengah memandang kosong ke arah depan. Pikirannya kacau, dia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Besok, dia sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Usaha yang telah dia rintis dari nol hingga berkembang pesat, kini telah hilang tak tersisa.

Dia berniat untuk mencari lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya. Langkah cepat dia lakukan untuk mengunjungi tempat-tempat yang biasanya digunakan laki-laki itu berkencan bersama wanita. Pandangannya tertuju pada sepasang lelaki dan perempuan di depan toko tengah bergandengan mesra.

Nadia naik pitam, dia menghampiri meja dengan emosi yang sangat besar. Setelah berada di depan mereka, dia menampar sosok lelaki itu.

"Jahat kamu! Kembalikan Semua harta yang sudah kamu ambil!"

"Nadia, kamu itu cuma mesin ATM saya dan istri saya. Jangan terlalu berharap, kamu pikir saya cinta sama kamu? Tidak! Saya hanya mencintai hartamu," ujar lelaki itu sembati tersenyum miring.

"Orang yang telah menyia-nyiakan orang lain itu pasti juga akan disia-sia kan oleh orang lain pula," ujar istri lelaki itu.

Mereka seakan tahu mengenai kehidupan Nadia hingga berani berucap seperti itu. Nadia terdiam, apa selama ini dia tekah menyia-nyia kan orang? Qiran? Tidak mungkin. Qiran itu memang pantas diperlakukan seperti itu. Semua yang Nadia lakukan kepada Qiran itu adalah sebuah pembalasan karena dia penyebab ayah dan ibunya meninggal.

Invisible WoundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang