11

45 7 14
                                    

❦︎❦︎❦︎

"Usaha dan perjuangan itu sangat diperlukan jika ingin mencapai sebuah kesuksesan!"

❦︎❦︎❦︎

Persaingan semakin memanas di dalam ruangan yang berisi siswa peserta olimpiade bidang Fisika. Tidak banyak orang yang mengeluh dan berkali-kali menghela napas dalam memecahkan soal olimpiade ini. Dalam mengerjakan soal, harus diperlukan kesiapan pikiran sekaligus logika. Soal yang tertera tidak hanya sebuah soal hitungan, tetapi ada juga soal yang mengandalkan logika, jadi seakan-akan kita yang mencari cara penyelesaian atau rumus tersendiri.

Tempat duduk Chandra dan Qiran tidak jauh dari Kenzie dan Keano. Chandra melihat ke arah tempat duduk mereka, terlihat mereka sedang mengobrol sembari sesekali tertawa. Dia tidak tahu mengapa mereka bisa sesantai itu. Namun, dia tidak peduli. Lagi pula Chandra yakin, meskipun mereka terlihat santai, pasti terdapat rasa sulit dalam mengerjakan soal yang bisa dibilang tingkat kesulitannya tinggi.

Atensinya mengarah pada Qiran yang masih fokus pada soal di hadapannya. Chandra dan Qiran memang partner. Namun, mereka tidak boleh saling mencontek, yang namanya olimpiade itu pribadi, tidak kelompok. Bisa saja meskipun mereka satu partner, tetapi yang menang hanya salah satu pihak.

"Susah banget soalnya, No," bisik Kenzie pada Keano yang masih fokus pada soalnya.

"Diem lo, Ken!" sentaknya dengan pandangan masih berada di kertas soal.

Sebenarnya, Kenzie pandai di bidang kimia. Namun, entah mengapa guru-guru mengajukan Kenzie untuk mewakili bidang fisika. Bukankah ini sebuah kemustahilan untuk menang? Sebaliknya dengan Kenzie, sebenarnya Keano lebih berminat pada biologi. Namun, karena ini adalah perlombaan, dan dia ingin membuktikan pada Qiran bahwa dirinya bisa. Maka dari itu, logikanya kini berperang pada soal di hadapannya.

Kenzie melirik jawaban pada soal mengenai vektor. Terlihat di sana harusnya Keano memecahkan masalah tersebut dengan rumus serta menguraikannya dengan metode pada rumus yang seharusnya dipakai. Namun, jawabannya sangat di luar nalarnya. Bahkan dia lebih baik dari pada Keano.

Setau saya, vektor itu digunakan kalau mau buat cover buku.

Kenzie menepuk jidatnya sendiri melihat jawaban Keano. Dia menggelang-gelengkan kepalanya karena hal itu. Sudahlah, dari pada dia pusing dengan teman di sampingnya ini, lebih baik dia fokus pada kertas soalnya.

Waktu berjalan begitu cepat, dua jam sudah berlalu. Olimpiade sudah dilaksanakan dengan lancar tanpa halangan apa pun. Sekarang semua peserta dipersilakan untuk istirahat di luar ruangan agar tidak mengganggu para guru yang menilai hasil kerja mereka.

Kini Chandra dan Qiran bergabung dengan Keano dan Kenzie. Mereka berempat makan di kantin diselingi berbagai obrolan. Salah satunya membahas soal olimpiade tadi yang membuat mereka merasakan hawa panas otak mereka masing-masing.

"Gimana tadi soalnya?" tanya Qiran kepada ketiga lelaki dia samping dan hadapannya.

"Susah."

"Lumayan."

"Gampang!"

Jawaban beruntun dimulai dari Kenzie, Chandra, dan terakhir adalah jawaban dari Keano. Sorot mata langsung beralih kepada Keano semua. Bagaimana bisa dengan entengnya dia berujar bahwa soal yang membuat otak panas itu gampang? Apakah otaknya sangat pintar hingga menganggap soal itu sangat sepele?

"Lo gak udah ngadi-ngadi, ya. Tadi gue liat jawaban lo yang vektor itu sangat membagongkan!" Kenzie menjawab dengan raut wajah marah.

"Lo-lo liat?" tanya Keano dengan wajah menahan malu.

Invisible WoundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang