❦︎❦︎❦︎
"Tertawalah hingga tawamu menjadi deritamu."
❦︎❦︎❦︎
Sebelum pukang sekolah, Qiran berniat untuk membeli kotak musik di tempat yang sudah Darrel tunjukkan. Benar saja, dua berjalan sekitar 200 meter. Di sana terlihat poster musik yang cukup besar sebagai ciri khas toko musik. Qiran memasuki toko itu, terdapat banyak sekali alat musik serta beberapa mainan bermodel musik.
Qiran menyusuri setiap sudut ruangan hingga menemukan kotak musik dengan berbagai variasi kotak musik. Senyuman terbit di wajahnya. Dia mengambil salah satu kotak musik lalu menuju kasir dan membayarnya.
Hari sudah semakin sore, dia pun segera pulang karena tidak mau Ibu Tina dan yang lainnya khawatir. Hanya sekitar 250 meter lagi Qiran sampai di panti asuhan.
"Kak Dhisti!" teriak salah satu anak panti. Mereka memang lebih suka memanggil Qiran dengan sebutan "Dhisti". Kata mereka, itu lebih nyaman dan tidak sulit dalam pengucapan mereka.
"Halo adik-adik." Qiran menyejajarkan tinggi dengan mereka.
"Main sama kita, yuk," girang anak itu.
"Iya, Kak. Ayok main sama kita!" ucap yang lainnya serempak.
Qiran tampak berpikir sejenak. "Oke, deh. Kakak ganti baju dulu, ya."
"Okey!"
Anak-anak itu dengan semangat menunggu Qiran yang tengah mengganti seragamnya dengan baju santai. Dia menguncir rambutnya asal karena hari ini cukup panas. Qiran kembali menuju anak-anak yang tengah bermain di taman yang cukup luas.
Anak-anak itu mengajak Qiran untuk bermain kejar-kejaran. Keringat bercucuran di dahi Qiran yang terus berlari menghindar kejaran dari anak kecil. Inilah risiko bermain dengan anak-anak yang hiperaktif. Mereka seperti tidak mempunyai rasa lelah.
"Kak Dhisti, awas!"
Qiran yang tengah berjongkok dan mengatur napasnya kaget mendengar teriakan Nana --salah satu anak panti. Mereka bertubrukan karena Nana yang berlari cukup kencang. Untung saja Nana terjatuh di pelukan Qiran. Tidak apa Qiran yang merasa sakit, yang terpenting Nana tidak terluka.
"Ada yang sakit?"
"Ih, harusnya Nana yang ngomong gitu ke Kakak." Nana mengerucutkan bibirnya lucu.
"Kak Dhisti capek," ucap Tiara dan Bella bersamaan.
Qiran tertawa melihat napas terengah ketiga anak kecil itu. Keringatnya juga banyak hingga poni mereka terlihat lepek. Qiran bangkit dati jongkoknya lalu mengacak gemas rambut mereka satu persatu.
"Ayo masuk, Kakak buatin minum. Abis itu mandi, udah sore." Qiran menggiring ketiga anak itu masuk ke dalam rumah.
Di sini Qiran dapat melepas beban. Meskipun hanya sesaat, setidaknya dia bisa sedikit merasa bahagia. Meski terkadang dia juga merasa aneh. Hidupnya kini jauh lebih menyenangkan, tetapi suasana tetap berbeda. Qiran rindu ibunya, kakak, ayah, serta sahabatnya. Bagaimanapun juga, mereka yang dulu selalu menemani hari Qiran.
Lima gelas minuman sudah selesai Qiran buat. Harusnya hanya empat, tetapi Qiran merasa aneh jika tidak lima sekaligus. Biarlah nanti siapa yang akan meminum. Jika tidak ada yang meminum, dia bisa meletakkan di lemari pendingin.
"Ayo di mininum," ucap Qiran seraya menyajikan minuman itu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam, Kak Nau." Mereka menjawab salam Naura serempak. Naura baru saja pulang dari kerjanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible Wounds
Teen Fiction"Lukaku adalah bahagiamu dan tangisku adalah tawamu. Akankah kau juga tertawa melihat kematianku?" Star: 16 Maret 2021 Finish: 14 April 2021