❦︎❦︎❦︎
"Setiap orang mempunyai kesalahan, jika tidak dulu, sekarang, ya besok. Namun, jika orang itu meminta maaf dengan tulus, mengapa tidak dimaafkan? Bahkan Tuhan saja Maha Pemaaf."
❦︎❦︎❦︎
Pagi yang indah menyambut hari Qiran. Dia sangat bersemangat untuk mengikuti olimpiade yang akan dilaksanakan hari ini. Dengan cepat dia berlari menuruni tangga menuju meja makan. Namun, karena dia tidak berhati-hati kakinya terpeleset dan dia jatuh menyenggol guci terletak di meja samping tangga.
Prang!
Nadia keluar dari kamarnya dengan tatapan tajam andalannya. Arah pandangannya menuju guci yang sudah pecah menjadi bagian-bagian kecil di samping Qiran. Dengan sekuat tenaga, Qiran menyembunyikan rasa takutnya. Pasalnya, guci yang dia pecahnya terbilang cukup mahal. Dia sangat yakin jika Nadia akan marah besar.
"Kenapa kamu memecahkan guci kesayangan saya, hah!" teriaknya menggelegar di dalam rumah.
"Qiran gak sengaja, Mah," lirihnya sembari menunduk takut.
"Dasar anak kurang ajar!"
Plak!
Nadia mencaci Qiran sekaligus melayangkan sebuah tamparan yang cukup keras di pipi sebelah kiri anaknya hingga menimbulkan jejak kemerahan. Qiran menahan isakannya, dia tidak boleh menangis. Dia harus tetap semangat dan bersikap seolah baik-baik saja.
"Maafin Qiran, Mah. Qiran pamit dulu," ucap Qiran berlari keluar dari rumah. Jika dia tidak seperti itu, bisa dipastikan dia akan terlambat mengikuti olimpiade.
"Dasar tidak punya etika!" teriak Nadia lagi.
Qiran menghela napas panjang, tangan kanannya menyentuh pipi kiri yang menjadi bekas tamparan Nadia. Perih memang, tetapi hatinya jauh lebih perih dari pada pipinya.
❦︎❦︎❦︎
Perjalan menuju SMA Perwira tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya dalam jangka waktu sepuluh menit, rombongan perwakilan olimpiade serta guru pembimbing sudah sampai di sana. Ramai sekali orang yang berada di sekolah itu. Sekolah yang luas dengan siswa-siswi yang ramah mendominasi betapa bagusnya sekolah ini.
Rombongan dari SMA Nusa Jaya memasuki gerbang SMA Perwira. Seragam khas Nusa Jaya menjadi sorotan utama para murid di sana. Mereka berkumpul di aula terlebih dahulu untuk pemberitahuan ruangan yang akan digunakan. Karena sekolah yang mengikuti lomba cukup banyak, jadi setiap mata pelajaran akan dipisah ruangan.
Qiran serta yang lain duduk di tribun terlebih dahulu sembari menunggu intruksi untuk berkumpul. Waktu masih menunjukkan pukul setengah delapan pagi, itu artinya masih ada waktu setengah jam bersantai. Qiran membuka bukunya untuk mengulang materi yang dia pelajari tadi malam. Hari ini, dia akan berjuang untuk mengharumkan nama sekolahnya.
"Mir, temenin ke toilet, yuk. Qiran kebelet pipis," bisik Qiran pada Mira yang berada di sampingnya. Mira merupakan salah satu siswi untuk mewakili bidang pelajaran kimia.
"Yaudah ayok, mumpung masih setengah jam lagi."
Qiran menarik tangan Mira untuk mengikutinya mencari letak toilet. Lima menit berlalu mereka mencari keberadaan toilet, tetapi mereka tidak menemukannya. Qiran sudah tidak tahan menahan hajatnya, hingga pandangannya menemukan sosok Keano yang baru saja keluar dari kelas.
"Bang Ano!" teriak Qiran. Mira hanya diam menahan malu karena tingkah polos Qiran yang mengundang tatapan mata dari banyak orang.
Keano yang merasa terpanggil pun mengedarkan pandangannya mencari orang yang memanggilnya. Dia menampilkan senyum saat menemukan sang pemanggil. Wajah polos Qiran menjadi ciri khasnya, dia terkesan imut karena tampang baby face-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible Wounds
Teen Fiction"Lukaku adalah bahagiamu dan tangisku adalah tawamu. Akankah kau juga tertawa melihat kematianku?" Star: 16 Maret 2021 Finish: 14 April 2021