22

36 5 0
                                    

❦︎❦︎❦︎

"Semua begitu rumit untuk dijelaskan hingga sangat sulit untuk dimengerti."

❦︎❦︎❦︎

Tangisan saling bersahutan dari depan pintu ruangan operasi. Mereka belum mengetahui bagaimana kondisi Qiran saat ini. Di depan ruangan terdapat beberapa orang yang tadinya menghadiri pesta ulang tahun Karin.

Hari yang awalnya begitu menyenangkan, kini menjadi hari yang penuh duka. Ketiga gadis masih terus menangis dan ketiga lelaki di sana masih berusaha menahan tangis dan menenangkan ketiga gadis itu.

Peristiwa itu terjadi begitu cepat. Tidak ada yang menyangka hal itu akan terjadi. Pelakunya pun belum tertangkap hingga saat ini. Andai saja Qiran memilih untuk tidak menemui mereka sekali saja, pasti keadaannya tidak akan seperti ini.

"Bang, Qiran ...." Nara yang berada di samping Kenzie berkali-kali berucap seperti itu.

"Saya boleh tanya?"

Semua atensi mengarah pada Naura yang masih sedikit terisak. Namun, dia sudah mulai bisa berhenti menangis meski rasanya sangat sulit. Naura hanya ingin mengetahui, mengapa semua yang ada di depan ruang operasi sangat khawatir pada Qiran.

"Apa kalian semua keluarnya Qiran? Lalu, kenapa kalian tidak bisa mencegah saat ibu Qiran mengusirnya?" tanya Naura pada semua orang yang berada di situ.

Kenzie mebjawab, "Gue kakaknya, dan mereka berdua adalah sahabatnya. Terus dua cowok itu sahabat gue. Kita gak tau kapan Qiran diusir."

"Terakhir kita lihat Qiran itu waktu di sekolah. Saat itu, tiba-tiba Tante Nadia dateng ke sekolah dan bawa Qiran pergi. Nah, besoknya Qiran gak berangkat sekolah dan ada guru yang bilang kalo dia pindah," jelas Nara yang sudah berhenti menangis.

Naura menganggukkan kepala. Ternyata semua ini adalah rencana ibu Qiran. Semua seperti sudah tersusun dengan rapi hingga tidak ada orang yang mengetahui. Rencana itu begitu mulus dan tidak bisa ditebak.

Lampu ruang operasi sudah padam. Itu artinya operasi Qiran sudah selesai. Seorang dokter muda menghampiri mereka yang menunggu kabar mengenai kondisi Qiran. Jantung mereka berdebar, rasa sedih, risau, bimbang menjelma menjadi satu.

"Alhamdulillah, operasi pengangkatan peluru pada perut Qiran berjalan dengan lancar. Namun, dia masih belum sadar dan kemungkinan sadar belum bisa saya tentukan. Sebaiknya kalian berdoa untuk kesembuhan Qiran."

"Mak-maksud Abang, Qiran koma?"

Dengan berat hati Bagas mengangguk. Rasanya seperti tertimpa batu yang sangat besar. Begitu sesak rasanya ketika mendengar kenyataan pahit ini. Qiran yang selalu menampilkan wajah polos dan lugunya sebagai topeng rasa sakitnya, kini harus menampilkan wajah pucat pasi.

Qiran dibawa ke ruang rawat, tepatnya pada bangsal sakura nomor sebelas. Selama di rumah sakit, Qiran selalu menempati bangsal sakura. Bangsal sakura adalah ruang rawat dengan kualitas VIP di rumah sakit ini.

Beberapa orang yang berada di sana disuruh pulang oleh Kenzie. Lagi pula hari semakin malam. Keano pulang bersama Karin, sedangkan Nara bersama Jojo. Naura masih menetap di rumah sakit bersama Kenzie.

"Kenapa gak pulang?"

"Rumah saya jauh, lagi pula sudah tidak ada angkutan umum yang mengarah ke rumah saya."

"Gak usah kaku kali, santai aja ngomongnya," ujar Kenzie mencairkan suasana.

"Kalau boleh tau, kenapa lo bisa kenal sama adek gue?"

Invisible WoundsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang