Happy reading ....
.
.
Fajar, Bobi, Irfan, Agnes, dan juga Gina baru saja sampai di rumah sakit. Tadi Fajar memang pulang terlebih dahulu, sebelum ke sini. Dan karena entah sebuah kebetulan atau tidak, ketika dirinya baru saja memarkirkan mobilnya, mobil Bobi datang dan parkir di sebelahnya. Jadilah mereka berbarengan memasuki gedung rumah sakit tempat Bulan dirawat itu.
Langkah kaki mereka terhenti, karena tepat beberapa meter sebelum mereka sampai di ruang ICU, mereka melihat dokter Septian dan seorang suster dengan tergopoh-gopoh masuk ke ruangan itu. Sementara Kirana dan Riko, mereka tengah mengintip dari kaca jendela. Dan yang lebih membuat mereka bingung adalah pakaian yang dikenakan oleh kedua orangtuanya Bulan itu dilapisi oleh baju khusus menjenguk pasien yang dirawat di ruang ICU.
"Itu kenapa?" gumam Bobi keras yang tidak digubris oleh siapapun. Bahkan Fajar, dengan spontan berlari menuju ke sana. Insting lelaki itu mengatakan kalau ada sesuatu yang terjadi pada kekasihnya.
"Yah, Bun, ada apa?" tanya Fajar cepat, ketika dirinya sudah berada di samping Kirana.
"Fajar?" Kirana menoleh pada kekasih putrinya itu. "Bulan, Jar, Bulan."
Kirana memeluk Fajar erat, sembari menangis. Fajar yang bingung akan situasi ini, hanya bisa membalas memeluk ibu dari kekasihnya itu, tanpa bisa menyembunyikan rasa khawatirnya.
"Bulan kenapa, Bun? Dia baik-baik aja, 'kan?" tanya Fajar beruntun.
"Bulan sadar, Jar." Bukan Kirana yang menjawab, tetapi Riko. Ada binar bahagia dan haru dalam mata pria paruh baya itu.
Perlahan Fajar melepaskan pelukan Kirana, tanpa melepaskan tatapannya pada Riko. Setelah tersadar dari keterkejutannya, Fajar beralih pada kaca jendela yang memungkinkan dirinya untuk melihat Bulan dari sini. Terlihat dokter Septian sedang memeriksa Bulan serta sesekali mengajak gadis itu berbicara.
"Bulan sadar?" Gina yang sudah berdiri di sana bersama dengan Bobi, Irfan, dan Agnes lebih dulu bersuara.
"Iya, Gin. Bulan sadar," ucap Kirana menahan haru.
Tadi, ketika Kirana dan Riko berada di ruang ICU, untuk menjenguk sang putri tercinta, tiba-tiba jari sebelah kanan Bulan bergerak. Tetapi, mata gadis itu tidak terbuka. Karena panik dan takut ada apa-apa, Riko memanggil dokter Septian. Dan ternyata, Bulan sadar dan berhasil bangkit dari komanya.
"Lan ...." lirih Fajar dengan air mata yang menggenang bersiap untuk terjun bebas dari mata lelaki itu.
Tak berselang lama, pintu terbuka dan menampilkan presensi dokter Septian.
"Dok, gimana keadaan Bulan?" tanya Riko menghampiri dokter Septian.
"Bulan telah sadar. Dia sudah berhasil melewati masa komanya selama dua minggu lebih ini. Tapi, tubuhnya masih lemah dan perlu pemulihan. Apalagi tangan kanannya yang patah perlu perawatan intensif agar cepat kembali pulih," jelas dokter Septian.
"Apa kami bisa menemuinya, dok?" tanya Fajar.
"Untuk saat ini lebih baik biarkan Bulan istirahat dulu. Setelah ini Bulan akan dipindahkan ke ruang rawat. Sekitar satu jam dari sekarang, Bapak, Ibu, dan semuanya sudah bisa menemui Bulan." Dokter Septian kembali menjelaskan.
"Baik, dok. Terima kasih," balas Riko.
"Sama-sama, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit dokter Septian sembari tersenyum ramah.
"Silahkan, dok," sahut Riko.
***
Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Fajar saat ini, selain kekasihnya sudah sadar dari koma. Penantian selama hampir tiga minggu ini terbayar sudah. Maka dengan wajah berbinar cerah, Fajar bersama kedua orangtua Bulan, serta keempat sahabatnya masuk ke dalam ruang rawat inap Bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Bye Backstreet [COMPLETED]
Teen FictionBulan dan Fajar merahasiakan hubungan mereka dari khalayak ramai. Hanya keluarga keduanya, dan sahabatnya Fajar saja yang mengetahui, sedangkan sahabat Bulan tidak. Bukan tanpa alasan mereka melakukan hal itu. Hanya saja, mereka takut kejadian di ma...