13. Kesepakatan

429 21 0
                                    

Happy reading ....

.

.

Bulan memasuki rumahnya dengan tampang lelah. Ia baru saja sampai dengan diantar oleh Fajar. Lelaki itu tidak mampir, karena badannya juga sama lelahnya dengan Bulan, jadi ia perlu istirahat dengan segera.

Hari ini menjadi hari yang penuh kejutan bagi keduanya. Pertama, hubungan mereka terbongkar di depan kedua sahabatnya dan teman-teman kampus mereka, dan itu dibongkar dengan cara yang kurang mengenakkan. Kedua, perihal kakak Alin yang diculik, mereka harus turun tangan akan hal itu.

Kasus kakak Alin yang bernama Sabi itu sudah ditangani oleh polisi. Tadi, setelah mereka mengantar Alin ke rumahnya untuk mengambil foto Sabi, mereka langsung berangkat ke kantor polisi terdekat. Mereka tidak bisa melakukan pencarian sendiri, apalagi mereka tidak tahu kemana preman-preman itu membawa Sabi. Jadi, harapan mereka hanya bergantung pada pihak kepolisian saat ini.

"Kamu kok lemes gitu pulang-pulang? Kamu sakit, ya, Sayang?" tanya Kirana saat melihat anaknya yang melangkah gontai menuju ke arahnya.

Bulan menyalami Bundanya, lalu duduk di samping wanita yang melahirkannya itu, dan memeluknya dari samping. "Bulan nggak apa, Bun. Cuma lagi capek aja."

Kirana membalas pelukan putri semata wayangnya itu dengan tidak kalah erat. Ia kenal putrinya ini, pasti Bulan sedang ada masalah. "Kenapa, hem? Kamu ada masalah?" tanyanya lembut sembari mengelus rambut panjang Bulan yang dibiarkan tergerai.

"Salah satu anak rumah singgah kakaknya hilang, Bun. Bulan takut aja kakaknya itu kenapa-napa."

Kirana terkejut. Beliau memang jarang ke rumah singgah. Tapi, bukan berarti beliau tidak peduli.

"Kenapa bisa? Terus gimana?" tanya Kirana.

"Bulan sama Fajar udah lapor polisi. Cuma kayaknya agak sulit. Karna nggak ada petunjuk sama sekali." Bulan semakin erat memeluk Bundanya. Tempat ternyamannya. Sebagai anak bungsu dan putri satu-satunya keluarga Wijaya, Bulan memang sedikit manja terhadap bundanya. Walaupun, di luaran sana ia terlihat sebagai gadis yang kuat dan sedikit tomboi.

"Bunda do'akan semoga dia cepat ketemu dalam keadaan selamat. Kamu jangan khawatir. Polisi pasti punya cara untuk menemukan dia," ucap Kirana menenangkan, beliau melepas pelukannya dan mengelus dengan lembut pipi anak gadisnya itu. "Sekarang lebih baik kamu bersih-bersih, terus makan, ya?"

Bulan mengangguk. Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya menuju lantai dua, tempat kamarnya berada.

Sedangkan, Kirana--bundanya-- menatap Bulan dengan tatapan lembut yang sarat akan kasih sayang. Kamu persis seperti ayahmu, Sayang. Jiwa sosial kamu begitu tinggi. Bahkan Bunda rasa, kamu itu adalah ayahmu dalam wujud perempuan, ucap Kirana dalam hatinya.

***

Gina: Bulannnnnnn

Gina: Bulannnnnnn

Gina: Bulannnnnnn

Agnes: 22222222222x

Gina: Ini anak di mana sih. Ngilang kok nggak kira-kira. LAN LO KEMANA WOIII!!!

Agnes: Jangan ngilang lo Lan. Lo harus jelasin dulu ke kita soal tadi pagi itu. Kita bisa mati penasaran tauu.

Gina: Wah nih anak minta disleding. Di-read doang.

Bulan: Maaf ya kalian. Gue baru nyampai rumah. Ini aja baru selesai mandi. Besok ya gue ceritain. Sekalian gue bawa Fajar juga.

Bulan pikir kedua sahabatnya tidak mau berhubungan lagi dengannya karena ia dan Fajar sudah membohongi mereka. Namun, nyatanya mereka masih mau mendengarkan penjelasannya darinya. Tapi, Bulan tahu. Mereka pasti marah. Siapa, sih, yang tidak marah dibohongi selama dua setengah tahun? Tidak ada bukan. Jadi, Bulan maklum akan hal itu. Dan ia pasti akan menjelaskan semuanya pada kedua sahabat terbaiknya itu.

Good Bye Backstreet [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang