Happy reading ....
.
.
Sesuai dengan permintaan dari Gina dan Agnes, kini Bulan dan Fajar sudah berada di kedai kopi milik Fajar untuk menjelaskan semuanya pada dua gadis itu. Awalnya, mereka memang berencana untuk membicarakan hal ini di kantin kampus, tapi mereka rasa, mereka perlu privasi untuk hal ini. Walau begitu, traktiran dari Bulan untuk dua sahabatnya itu harus tetap dijalankan. Dan itu sudah lunas. Sebab, sebelum ke kedai, mereka makan dahulu di kantin, katanya biar tidak kelaparan di jalan.
Saat ini, di ruangan khusus milik Fajar yang berada di kedai itu, bukan hanya ada Bulan, Fajar, Gina, dan Agnes. Melainkan juga bertambah dua orang lelaki yang tak lain adalah kedua sahabat Fajar––Irfan dan Bobi.
"Kalian mau pesan apa?" tanya Fajar yang setelah berkutat sebentar dengan laptop di hadapannya. Tadi ia memang izin sebentar, untuk menyelesaikan sesuatu yang katanya berhubungan dengan kantor papanya. Dan teman-temannya pun mengiyakan itu.
"Nanti aja, deh. Perut gue masih kenyang," jawab Bobi mewakili. Yang lainnya hanya mengangguk.
"Oh, oke."
Hening sebentar.
"Kalian mau kita jelasin darimana?" tanya Bulan. Lebih cepat lebih baik, pikirnya.
"Dari awal kalian dekat, sampai kalian mutusin buat pacaran. Dan ... alasan kalian backstreet," jawab Gina.
Bulan mengangguk. Di sini ia yang akan menjelaskan, mungkin nanti Fajar yang akan menambahkan.
"Jadi ..."
Pikiran Bulan melayang pada masa-masa gadis itu SMA. Masa di mana ia masih menjabat sebagai sekretaris OSIS, dan Fajar menjadi ketuanya. Kala itu Bulan tahu, jika menjadi sekretaris itu artinya ia harus rela berlama-lama ada di dekat Fajar, untuk membantu tugas lelaki itu. Dan Bulan saat itu tahu resikonya untuk dirinya sendiri.
Hingga suatu hari, hari di mana ia dan rekan-rekan pengurus OSIS lainnya, harus mempersiapkan acara untuk perayaan HUT sekolah mereka. Acara itu juga menjadi big event terakhir di masa kepemimpinan Fajar sebagai ketua OSIS. Karena mereka sudah kelas 12.
Kala itu hari sudah hampir petang, jam 17.45. Bulan dan pengurus OSIS lainnya sudah boleh pulang. Tapi, naas. Bulan tidak membawa motor hari itu, terlebih ponselnya mati karena kehabisan daya. Dengan langkah gusar, Bulan melangkah ke arah gerbang sekolah untuk mencari kendaraan umum lewat. Ia sedikit bergidik ngeri berada di dalam sekolah yang sudah sepi, karena yang lainnya sudah pulang.
Beberapa menit berdiri di sana, Bulan tak kunjung melihat ada kendaraan umum yang lewat. Hatinya semakin panik. Dalam hati ia terus merapalkan do'a, agar ada seseorang yang berbaik hati menolongnya.
Dan saat itulah, Dewi Fortuna seakan berpihak pada Bulan. Seorang lelaki dengan motor matic berwarna hitam berhenti di sampingnya. Ia kenal siapa seseorang di balik helm itu. Fajar.
"Kenapa belum balik?" tanya Fajar saat itu. Lelaki berjaket boomber warna hijau army itu mengernyitkan dahi, ketika melihat Bulan masih ada di sekolah, padahal mereka sudah bubar sekitar dua puluh menit yang lalu.
"Gue nggak bawa motor. HP gue juga mati," jawab Bulan sendu.
Fajar mengangguk. "Mau bareng? Rumah kita juga searah."
"Emang boleh?"
"Ya, bolehlah. Kalau enggak kenapa gue nawarin."
Bulan meringis. Iya, juga, ya, batinnya berkata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Bye Backstreet [COMPLETED]
Ficção AdolescenteBulan dan Fajar merahasiakan hubungan mereka dari khalayak ramai. Hanya keluarga keduanya, dan sahabatnya Fajar saja yang mengetahui, sedangkan sahabat Bulan tidak. Bukan tanpa alasan mereka melakukan hal itu. Hanya saja, mereka takut kejadian di ma...