Happy reading ....
.
.
"Lo bohong, 'kan, Tha?" tanya Hanna dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak percaya ini. Kenapa bisa?
"Gue nggak bohong, Han. Gue denger sendiri kalau Fajar manggil Bulan dengan kata 'sayang', apa itu lazim kalau memang mereka nggak ada apa-apa?" Agatha menatap sahabatnya iba. Ia tahu ini tidak mudah bagi Hanna. Hampir dua setengah tahun menyukai Fajar, dan selama itu pula gadis itu tidak tahu kalau kenyataanya Fajar sudah punya kekasih. Sungguh pintar mereka menyembunyikan fakta ini.
Dan, ya. Agatha-lah seseorang itu. Seseorang yang ada di kedai milik Fajar, dan duduk tepat di samping mereka. Namun, beruntung Agatha tidak dilihat oleh Bulan maupun Fajar. Kalau, iya. Mungkin ia tidak akan bisa memberitahu Hanna soal ini.
Agatha awalnya hanya menemani sang sepupu untuk bertemu dengan temannya. Namun, siapa sangka ia akan melihat pemandangan Bulan dan Fajar yang sedang duduk berdua. Iya, awalnya Agatha memang melihat Bulan sendiri. Tapi, setelah beberapa saat, ternyata si pemilik kedai itu menghampiri Bulan dan duduk di sana. Sampai sana juga Agatha masih biasa saja, karena sepengetahuan Agatha, keduanya memang berteman karena sahabat Fajar dan Bulan --Gina dan Bobi-- itu adalah sepasang kekasih. Namun, setelah mendengar sendiri kalau Fajar memanggil Bulan dengan kata 'sayang', gadis itu jadi sangsi kalau keduanya hanya teman. Dan berakhir ia memutuskan untuk memberitahu Hanna -- sahabatnya.
Di kamar yang cukup luas milik Hanna ini, Agatha menceritakan apa yang ia lihat dan ia dengar. Tanggapan tak percaya ia dapat dari kedua sahabatnya.
"Tapi ... gimana bisa? Secara mereka kelihatan normal gitu selama ini, maksud gue, ya, mereka itu nggak dekat-dekat amat." Keisha memijit kepalanya pusing.
"Gue juga enggak tahu, Kei," ucap Agatha lemah. Ia mengalihkan pandangannya pada Hanna. Gadis itu menangis. Dan Agatha tidak tega. "Gue tahu ini berat, Han. Tapi, menurut gue, mulai sekarang lo lupain aja si Fajar. Penolakan halus dia selama ini udah ngebuktiin, kalau dia nggak akan berpaling sama lo."
Hanna yang tadi menutup wajahnya dengan kedua tangannya, menatap tajam Agatha. "Enggak! Gue nggak akan nyerah gini aja. Kalau dengan cara halus gue nggak bisa dapetin Fajar. Maka, gue akan pakai cara lain. Yang terpenting adalah Fajar itu milik gue. Hanya gue. Dan nggak ada Bulan."
Kilatan emosi sangat kentara dari kedua manik mata Hanna. Menghilangkan kesan seorang Hanna Cecillia yang lembut dan anggun. Yang terlihat adalah Hanna yang garang dan pemberani. Cinta mengubah seseorang.
"Tapi, Han ... Fajar itu pacarnya Bulan. Lo mau jadi pelakor?" tanya Keisha polos yang dihadiahi tatapan tajam oleh Hanna. Membuat gadis mungil itu bergidik. Selama bersahabat dengan Hanna, baru kali ini Keisha melihat tatapan Hanna yang begitu menyeramkan.
Hanna tertawa keras. "Gue nggak peduli! Gue hanya mau Fajar! Sekalipun gue harus ngebunuh Bulan, gue akan lakuin itu! Karena yang gue mau adalah Fajar!"
Setelah mengatakan itu, Hanna menangis lagi. Batinnya terluka karena kenyataan yang ia dengar begitu tiba-tiba. Hidupnya terlalu mulus-mulus saja dari dulu, makanya setelah mendapat satu hal tidak baik, ia berubah menjadi Hanna yang berbeda.
Agatha dan Keisha ngeri sendiri mendengar perkataan Hanna. Mereka merasa tidak mengenal sosok yang saat ini mendiami tubuh sahabat mereka itu. Sangat berbeda.
"Han! Sadar! Lo nggak bisa ngelakuin hal bodoh hanya karena cinta. Cowok di dunia ini itu bukan hanya Fajar, ada banyak, Han. Lo juga masih muda. Lo bisa dapetin yang lebih dari Fajar. Lo bukan Hanna yang gue kenal tahu nggak!" ucap Agatha dengan suara cukup keras. Beruntung rumah Hanna saat ini sedang sepi, karena kedua orangtuanya sedang berada di luar kota, dan hanya ada satu ART yang mungkin sudah tertidur mengingat hari sudah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Bye Backstreet [COMPLETED]
Подростковая литератураBulan dan Fajar merahasiakan hubungan mereka dari khalayak ramai. Hanya keluarga keduanya, dan sahabatnya Fajar saja yang mengetahui, sedangkan sahabat Bulan tidak. Bukan tanpa alasan mereka melakukan hal itu. Hanya saja, mereka takut kejadian di ma...