32. Hari Istimewa [END]

1.7K 41 1
                                    

Happy reading ....

.

.

Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi Bulan. Di mana hari ini ia akan melaksanakan sidang skripsi. Perjuangan terakhir Bulan, untuk mencapai gelar sarjana psikologi. Karena terlalu kepikiran dengan hal itu, Bulan sampai sulit tidur tadi malam. Ia baru bisa memejamkan mata pada pukul setengah dua dini hari, yang berakibat bawah matanya jadi sedikit menghitam.

Bulan melirik ke arah jam dinding bundar berwarna biru dan putih yang terpasang manis di dinding. Jam enam lewat lima belas menit. Bulan menghela napas lega. Ia pikir akan bangun kesiangan, dan berakhir terlambat datang ke kampus. Bisa gawat kalau itu terjadi.

Merasa kalau masih ada waktu untuk bersantai, karena jadwal sidang jam sepuluh, maka Bulan memilih tiduran terlebih dahulu. Bukan untuk tidur sungguhan, karena tangannya terjulur untuk menggapai ponselnya yang ia taruh di atas nakas. Setelah mengutak-atiknya beberapa saat, Bulan mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.

"Halo, Jar!" sapa Bulan pada Fajar. Ya, gadis itu menelepon kekasihnya, Fajar.

"Halo, Lan. Kamu pasti baru bangun, ya?" tanya Fajar dengan sedikit terkekeh.

"Kok kamu tahu? Kamu udah di rumah aku, ya?"

"Enggak, kok. Aku tahu, karena suara kamu masih serak gitu. Mandi, gih, sana! Kamu sidang, loh, hari ini."

"Masih pagi, Sayang. Aku itu sidang jam sepuluh, terus waktu yang digunakan untuk sampai kampus itu paling lama dua puluh menit. Dan aku juga siap-siap nggak lama-lama amat. Dua puluh menit selesai-lah. Terus sarapan juga paling butuh waktu sepuluh menit, dan sekarang masih pukul enam lewat dua puluh lima menit, jadi aku masih punya waktu buat tiduran." Bulan menjelaskan, hingga membuat Fajar di seberang sana terkekeh.

"Iya, deh, iya. Aku juga masih tiduran, kok, ini. Tapi, aku udah sarapan tadi," ujar Fajar sembari memeluk guling yang ada di sampingnya.

"Kirain udah siap-siap ke sini," gumam Bulan.

"Bentar lagi aku ke sana. Aku, kan, udah janji buat nemenin kamu sidang, masa aku nggak ke sana."

"Kan, siapa tahu kamu sibuk ke kantor sekarang. Kamu, kan, udah jadi CEO." Ya, Fajar memang sudah menggantikan mendiang papanya di perusahaan. Karena Fajar merupakan pewaris tunggal seluruh kekayaan Fathan, maka otomatis pimpinan perusahaan bisa secara langsung ia ambil alih.

"Aku sengaja kosongin jadwal hari ini, supaya aku bisa nemenin cewek yang aku sayang," ujar Fajar yang membuat Bulan terkekeh.

"Bisa aja kamu. Udah sana mandi, aku juga mau sarapan."

"Iya-iya, sayang."

"Tapi, aku deg-degan, Jar. Kira-kira aku bisa nggak, ya, jawab pertanyaan-pertanyaan pas sidang nanti," ucap Bulan.

"Bisa. Aku aja bisa, kamu masa enggak. Pokoknya kamu nanti jangan grogi, harus tetap tenang. Kalau kamu terlalu gugup, nanti otak kamu malah nggak bisa mikir dengan jelas. Percaya, kamu pasti bisa!" Fajar memang sudah melaksanakan sidang skripsi dua minggu lalu, dan hasilnya ia lulus dengan nilai yang memuaskan. Tentu itu menjadi hal yang membanggakan untuk dirinya sendiri.

"Semoga lancar jaya, deh. Kamu jangan lupa do'ain, loh!"

"Iya, pasti. Ya, kali, aku enggak do'ain calon masa depan."

"Gombal terus!" seru Bulan sembari terkekeh. "Udah, ah! Aku mau sarapan. See you!"

"See you too!"

Good Bye Backstreet [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang