8. Kita Itu Sahabat

552 30 0
                                    

Happy reading ....

.

.

Sudah menjadi tradisi ketika jam mata kuliah sudah berakhir, akan menjadi momen yang menggembirakan bagi mahasiswa. Sebab mereka akan bisa mendinginkan otaknya yang panas karena materi yang diberikan sang dosen. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari mereka yang merasa tidak rela kalau jam mata kuliah sudah berakhir. Kecuali jika memang ada hal yang mendasarinya. Seperti dosen muda nan ganteng misalnya?

Nampaknya, kelas Bulan saat ini sedang mengalami hal yang terakhir itu. Sebagian mahasiswi yang ada di kelasnya mendesah kecewa, karena merasa kelas kali ini begitu singkat. Padahal mereka sudah belajar selama dua jam, apakah itu singkat? Well, sepertinya itu karena kelas terakhir untuk hari ini diajar oleh bapak Septihan Anantara, seorang dosen muda nan tampan yang mengajar mata kuliah intervensi psikologi. Sebenarnya, pak Septihan ini tidak terlalu muda, karena umurnya sudah lewat satu tahun dari kepala tiga, yaitu 31. Beliau juga tidak lagi lajang, tetapi, sudah memiliki istri yang sedang hamil tua. Namun, tetap saja pak Septihan menjadi pemandangan segar bagi mahasiswi-mahasiswi di kampus itu, terutama yang memilih jurusan psikologi.

Bulan yang sedari tadi sudah jengah dengan teman-temannya yang begitu berlebihan, karena tidak rela mata kuliah pak Septihan berakhir, akhirnya memilih bangkit dan keluar dari kelas. Bukannya ia tidak mengakui kalau dosen satu itu miliki pesona yang luar biasa, hanya saja baginya Fajar tetap segalanya. Ah! Bulan sudah terlalu bucin pada kekasihnya itu.

"Lan! Lo mah ninggalin gue mulu! Heran gue." Agnes menyusul Bulan. Gadis itu terlihat sebal. Ia sudah terlampau sering ditinggal-tinggal seperti ini oleh sahabatnya itu. Apalagi saat mata kuliah pak Septihan, Bulan selalu menjadi mahasiswi paling pertama yang keluar, padahal yang lain masih asyik membicarakan dosen mereka itu. Entah itu membicarakan outfit yang dipakai pak Septihan, cara mengajarnya yang sebenarnya sama saja seperti yang sudah-sudah, sampai pada senyum dosen itu yang setiap harinya selalu bertambah tingkat kemanisannya. Dan Agnes termasuk ke dalam jajaran mahasiswi itu. Hal inilah yang membuat Bulan selalu meninggalkan Agnes. Poor Agnes.

"Siapa suruh ngegosip," jawab Bulan santai. Kakinya melangkah menuju kantin. Rencananya ia akan makan terlebih dahulu, sebelum berangkat menuju rumah sakit untuk menemani Fajar.

"Ih! Gue kan nggak ngegosip!" bantah Agnes dengan raut wajah cemberut. Gadis itu merenggut kesal.

"Terus apa? Ngomongin orang? Sama aja!" Bulan berjalan lebih cepat, meninggalkan Agnes yang berusaha sabar menghadapi sahabatnya yang kadang-kadang lembut, kadang juga nyelekit seperti sekarang.

"Lan, Nes. Sini!" Kantin yang terlihat tidak terlalu ramai, mungkin karena sudah kebanyakan langsung pulang karena ingin beristirahat, atau ada kegiatan lainnya. Dari arah pojok, Gina yang sedang makan bersama Bobi dan Irfan, memanggil Bulan dan Agnes agar ikut bergabung sama mereka.

Kedua perempuan itu lalu menghampiri mereka. Namun, sebelumnya mereka memesan makanan terlebih dahulu. Perut mereka sudah berdemo minta diisi.

"Kok kalian cuma berdua? Fajar mana?" tanya Agnes dengan dahi berkerut, saat melihat tidak ada lelaki tampan itu di sana.

"Ngapain lo nanyain si Fajar? Kangen lo?" Irfan menyahut dengan sewot, membuat Bobi, Gina , dan Bulan menahan tawa. Mereka tahu kalau lelaki itu sedikit tidak suka, saat gadis yang disukainya malah menanyakan keberadaan lelaki lain.

"Enak aja!" Agnes memukul lengan Irfan cukup keras yang membuat lelaki itu mengaduh. "Gue cuma nanya, bego! Kan biasanya kalian selalu bertiga."

"Mulutnya!" tegur Irfan sambil menyentil dahi Agnes pelan.

Good Bye Backstreet [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang