°Teori Kinetik Gas°

563 95 77
                                    


JANGAN LUPA FOLLOW IG
@official_asambasa
.
๑˙❥˙๑♡‿♡๑˙❥˙๑

"Jadi itu keputusan yang Axid buat pak,"

Suara detik jam serta deru AC beradu menjadi sebuah harmoni mencekam bagi Axid Dewangga.

Ketukan ujung sepatu dari lawan bicara yang bergesekan dengan lantai menambah tingkat kecemasan sang ketua club olimpiade.

"Semoga saja rencana ini tidak berakhir mengecewakan."

Akhirnya setelah lama bergumam, pria yang tengah duduk di kursi kebesarannya itu berbicara.

"Saya sedikit ragu, apakah direksi menyetujui atau malah kontra." lanjut sang pria yang masih membelakanginya,

Axid tau betul mengapa pria ini begitu formal seakan ia adalah orang asing.

Padahal....

"Saya janji... saya janji Pak Aksa, segala konsekuensi akan saya tanggung."

Aksa Pradipta adalah pamannya.

"Tapi saya meminta satu hal sebagai permintaan terakhir." Axid menghela nafas panjang ia sungguh harus berhati-hati dalam berbicara dengan sosok kakak ibunya ini "Biarkan saya mengetahui wajah Ayah kandung saya."

Seketika telapak tangan Aksa mengepal, gigi-giginya menggertak menahan amarah.

"Kak Dewi hamil."

Kenangan tentang 17 tahun lalu mengalir kembali tanpa diundang.

"Dia pembohong Kak! Lelaki brengsek itu tidak mau bertanggung jawab! Dia menikah dengan orang lain!"

"Dewi harus gimana kak? anak ini ga bersalah, Dewi yang ngelakuin kesalahannya."

Terlampau sakit, karena Aksa sendiri yang merawat Dewi dimasa-masa sulit itu.

"Jangan sakiti anak Dewi kak, dia mungkin kesalahan tapi bukan berarti penyesalan bagi Dewi."

Aksa tau benar bagaimana hancurnya sang adik ketika lelaki brengsek yang menghancurkan hidup adiknya pergi begitu saja sedangkan ia sedang mengandung.

Aksa memejamkan mata, masa-masa dimana ia seharusnya menyambut kedatangan sang buah hati berbuah pahit karena kehilangan adik kandungnya.

"Saya tau---"

"Bahkan tanpa melihat wajah bajingan itu," Aksa memotong cepat, "Saya bisa merasakan darahnya mengalir dalam diri anda. Jiwa brengseknya pasti ada dalam benak anda."

Axid hanya diam menunduk, mencoba memahami masalahnya dari berbagai sudut pandang.

Jika kelahirannya di dunia hanya akan membawa masalah seperti ini tentu ia akan memilih mati sebelum dilahirkan.

Atau setidaknya menunda kelahiran sampai kedua orangtuanya benar-benar siap.

Axid bersumpah bila bunuh diri itu diperbolehkan mungkin ia akan menjadi yang pertama melakukannya.

"Saya minta maaf...."

Hanya itu yang mampu dikeluarkan oleh bibir Axid, walau sudah ribuan maaf yang ia ucapkan pastinya belum cukup untuk menembus nyawa sang ibu.

Dan semua kesulitan yang dialami wanita itu.

Axid mengusap wajah yang ternyata sudah dipenuhi cairan bening dari sepasang manik hitamnya.

"Saya permisi...."

Begitulah reaksi terakhir Axid ketika Aksa mengangkat sebelah tangannya perintah untuk pergi dari ruangan ini.

Asam&BasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang