Sixteen

227 43 14
                                    

"Yakin.. Pokok nya lo lakuin aja yang udah gue katakan ke lo tadi." Veena berdiri dari duduk nya lalu meraih ponsel dan juga tas nya.

"Heh mau kemana lo ? Gue belum selesai." Ujar Jason ketika melihat Veena berjalan menuju pintu ruangan nya.

"Makan siang, cacing diperut gue udah demo." Sahut Veena dan segera keluar dari ruangan nya meninggalkan Jason yang masih diruangan nya. Tanpa ia sadari ada tiga pasang mata yang mengawasi kegiatan nya, tepat nya setelah Jason masuk ke ruangan nya.

~oOo~

"Si Jason ngapain ya diruangan Veena ?" Gumam Elsa pelan, namun masih dapat didengar oleh ke dua rekan nya Vera dan Calista.

"Masalah kerjaan kali." Sahut Vera berpositif thingking.

"Masa sih ? Kok gue mikir nya gak gitu ya." Dan setelah mengucapkan kalimat itu, Vera menoyor kepala Elsa yang duduk tepat disamping nya.

"Jangan ngadi-ngadi lo.. Ntar kalau Bryan dengar terus dia salah paham gimana." Tegur Vera.

Sedangkan Calista, gadis itu hanya diam dan menatap tajam kedalam ruangan Veena.

Dan tanpa mereka sadari Veena kini berjalan mendekati mereka.

"Guys.. Makan siang bareng yuk.." ujar Veena yang datang menghampiri meja Calista, Vera dan juga Elsa.

"Sorry Veen.. Tapi gue Vera sama Elsa udah pesan makanan diluar, bentar lagi datang." Sahut Calista acuh.

"Iya Veen.. Sorry ya. Soalnya kerjaan kita lagi banyak banget." Sahut Vera dengan pandangan yang tertuju pada layar laptop nya.

"Kerjaan apa ? Kok gue gak tau sih ?" Bingung Veena.

"Perilisan novel Senja milik Putri Arini di majukan dan kita harus cek ulang naskah nya sebelum dikirim ke bagian percetakan." Sahut Calista yang kali ini menatap Veena.

"Lo serius gak tau ? Bukan nya pas meeting kemarin Bryan udah bilang ya." Ujar Elsa dengan nada sinis dan menatap Veena dengan tatapan tidak sukanya.

"Kapan Bryan bilang nya ? Kok gue gak dengar ?" Ujar Veena mengerutkan dahinya sambil mencoba mengingat-ingat. Namun seingatnya Bryan tidak pernah mengatakan itu selama meeting kemarin.

"Lo makan siang aja dulu Veen.. masalah ini biar gue, Vera dan Elsa yang ngerjain." Ujar Calista menengahi.

"T-tapi gue.."

"Sudah gak apa-apa Veen.." timpal Vera.

"Oke kalau gitu gue makan siang dulu nanti habis itu gue bantuin kalian." Ucap Veena dengan rasa tidak enak kepada ketiga orang rekan kerjanya itu. Gadis yang merupakan kepala editor di BN company itu pun meninggalkan meja Calista, Vera dan Elsa sambil mengingat-ingat kembali tentang apa saja yang mereka bahas dalam meeting kemarin.

"Gue keterlaluan banget gak sih tadi sama si Veena ?" Tanya Elsa kepada Vera dan Calista.

"Menurut gue sih nggak.. Kan si Bryan emang request gitu." Sahut Vera.

"Kalian gak makan siang ?" Tanya Jason yang tiba-tiba saja menghampiri meja ketiga gadis yang kini tengah bersiap-siap untuk makan siang.

"Ini baru mau..."

Brrraaakk..

Terdengar suara benturan yang sangat keras dari luar. Dan seketika banyak orang yang berkerumun dipinggir jalan tepat didepan gedung BN company.

Jason, Calista, Vera dan Elsa pun segera berlarian keluar untuk melihat apa yang terjadi diluar sana.

Calista menahan nafas nya ketika melihat apa yang terjadi. Sedangkan Jason segera menghampiri mobil yang sangat dikenal nya untuk melihat keadaan sang pengemudi.

Vera kini tengah sibuk dengan ponselnya untuk menghubungi Bryan. Beberapa kali ia menghubungi Bryan namun laki-laki itu tak kunjung menerima panggilan nya.

~oOo~

Sementara itu diatas gedung BN company Bryan yang sedang sibuk mendekor rooftop untuk surprise ulang tahun Veena. Bryan merasakan ponselnya bergetar dan tertera nama Vera dilayar ponselnya.

"Kenapa Ver ?" Tanya Bryan ketika ia sudah menerima panggilan dari Vera.

"B-bry.. Sekarang juga lo turun kebawah." Ujar Vera dengan suara terisak. Bryan ingin bertanya 'ada apa ?' namun Vera sudah terlebih dahulu memutuskan sambungan telpon nya. Dengan rasa khawatir Bryan segera turun ke lantai dasar untuk mencari keberadaan Vera.

Langkah Bryan terhenti ketika melihat banyak orang berkerumun di pinggir jalan tepat di depan kantornya. Dan matanya tak sengaja menatap kearah sebuah mobil berwarna putih, mobil yang sangat dikenal nya. Mobil yang baru beberapa hari yang lalu ia berikan untuk Veena.

Dengan kaki yang bergetar Bryan melangkah mendekati mobil itu dan saat itu lah ia melihat Jason tengah menggendong tubuh seorang gadis yang penuh dengan banyak darah.

"V-veenaaaaa.." teriak Bryan dengan histeris membuat semua orang menatap nya. Ia mempercepat langkah nya untuk mendekat kearah Jason yang kini membaringkan Veena di brankar dan bersiap memasukkan tubuh Veena kedalam ambulance.

"Veena.. Sayang.." ucap Bryan dengan air mata yang sudah membasahi pipinya seraya mengusap lembut pipi Veena yang kini berlumuran darah.

"Maaf pak.. Kami harus segera membawa korban ke rumah sakit agar bisa mendapatkan pertolongan." Ucap salah seorang perawat yang datang bersama mobil ambulance itu.

Jason mencoba menjauhkan Bryan dari brankar agar perawat itu bisa memasukkan tubuh Veena kedalam ambulance.

"Bry.." ucap Jason seraya memegangi tubuh sepupunya itu agar tidak terjatuh ke tanah.

"Je.. Kita harus susul Veena ke rumah sakit." Ujar Bryan dengan pandangan yang masih menatap ambulance yang membawa Veena.

Dengan sigap Jason segera berlari masuk kedalam gedung BN company dan menuju ruangan nya untuk mengambil dompet serta kunci mobilnya dan segera membawa Bryan untuk menyusul Veena kerumah sakit.

"Cal.. Lo ikut gue sama Bryan." Ujar Jason kepada Calista yang saat itu berdiri tidak jauh dari Bryan.

~oOo~

Bryan duduk termenung di ruang tunggu bersama dengan Jason dan Calista. Keadaan laki-laki yang merupakan CEO dar BN company itu saat ini tak ubahnya seperti patung.

Entah apa yang Bryan pikirkan sehingga ia tidak menyadari kedatangan kedua orang tua Veena dan juga kehadiran mama nya.

"Bry.." ucap Bianca sambil mengelus pelan bahu sang anak dan membuat Bryan tersadar dari lamunan nya.

"Mah.." Bryan tak dapat lagi melanjutkan kata-katanya. Air mata yang sejak tadi ia tahan kini telah tumpah didepan sang mama. "Ma.. Veena.. Aku takut Veena.."

"Sstt.. Sayang sebaiknya kita berdoa agar Veena selamat dan hanya mengalami luka ringan." Bianca memeluk anak ke duanya serat mengusap lembut punggung Bryan untuk menenangkan nya.

Hampir satu jam berlalu, namun baik Dokter ataupun perawat yang ada diruang UGD itu belum ada yang keluar. Sehingga membuat kedua orang tua Veena semakin cemas dengan keadaan anak semata wayang mereka.

Pintu ruang UGD itu terbuka dan keluarlah seorang dokter juga beberapa orang perawat yang tadi membawa Veena kedalam ruangan itu dengan wajah yang ditekuk dan langkah gontai.

"Dokter.. Bagaimana keadaan anak kami ?" Tanya Vivi tak sabar.

"Kami sudah berusaha sebaik mungkin tapi..."

"Veenaaaaa..."

My Favorite Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang